Jakarta, CNBC Indonesia-Angin optimisme berhembus tipis pekan lalu, sehingga mendongkrak pasar saham dan nilai tukar rupiah, sementara harga obligasi pemerintah turun tipis. Hari ini, pemodal akan memantau geo-politik terkait China dan penanganan pandemi kita.
Dalam seminggu kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak apresiasi sebesar 0,5% dengan investor asing menyerbu bursa hingga membukukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 474,7 miliar.
Pekan lalu ada tiga rilis data ekonomi penting yaitu cadangan devisa bulan Mei, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Mei dan penjualan ritel April. Cadangan devisa Mei dilaporkan turun dan tidak sesuai dengan perkiraan konsensus, sementara IKK dan penjualan ritel naik.
Cadangan devisa Indonesia tercatat anjlok hingga US$ 2,4 miliar dari level tertingginya sepanjang masa ke US$ 136,4 miliar. Bank Indonesia (BI) menyebut penurunan cadangan devisa diakibatkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Sentimen negatif dari pelemahan cadangan devisa tak mampu menjegal kinerja rupiah. Mata uang Garuda ini berhasil memukul mundur dolar AS sepekan terakhir. Di hadapan greenback, mata uang Tanah Air terapresiasi 0,71%. Kini rupiah sudah berada di bawah Rp 14.200/US$.
Pada perdagangan terakhir minggu lalu (11/6/2021) rupiah ditutup menguat 0,4% terhadap dolar AS di Rp 14.188/US$. Padahal, pada akhir pekan sebelumnya kurs rupiah tercatat masih mendekati angka Rp 14.300/US$.
Pasar memilih mencermati data dengan orientasi ke depan (forward looking) yakni IKK, yang mengindikasikan bahwa konsumen mulai optimistis memandang perekonomian domestik dengan naik 2,9 poin menjadi 104,4 dan menjadi pembacaan tertinggi sejak Maret tahun lalu.
Peningkatan sentimen konsumen juga didukung dengan data penjualan ritel yang meningkat. Setelah 16 bulan tiarap, penjualan ritel Indonesia mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 15,6% pada April setelah terkontraksi 14,6% di bulan sebelumnya.
Sementara itu, pasar surat utang masih mencetak aksi beli meski tipis, yang mengindikasikan pemodal masih mengoleksi aset minim risiko tersebut, tetapi dengan laju yang lebih ringan karena mereka mulai melirik aset dengan premi risiko lebih tinggi.
Hal ini terlihat dari imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun sepekan lalu yang cenderung turun. Imbal hasil surat utang berkode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara itu pada Jumat berakhir pada 6,434% atau lebih rendah dari posisi akhir pekan sebelumnya sebesar 6,439%.
Artinya, selama sepekan harga SBN acuan itu cenderung naik. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu cenderung mixed, di mana Dow Jones melemah 0,8% menjadi 34.479 sementara S&P 500 bertambah 0,4% sehingga berahir pada level tertinggi baru 4.247. Nasdaq, yang berisi saham unggulan teknologi, melesat 1,9% ke 14.069. Indeks saham unggulan kelas teri Russell 2000 melesat 2,2% menjadi 2.335.
Sektor properti mencetak kinerja terbaik dengan meroket 2% dalam sepekan, disusul sektor layanan kesehatan yang melompat 1,9%. Saham sektor konsumer menguat 1,6% disusul sektor teknologi (1,4%) yang terbantu sentimen masih kecilnya peluang penaikan suku bunga acuan.
Sebaliknya, sektor keuangan drop 2,4% karena prospek berlanjutnya era suku bunga rendah setidaknya hingga tahun depan membuat mereka kesulitan mencetak keuntungan dari margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Sektor lain yang tertekan adalah bahan baku (-2%) dan manufaktur (-1,7%).
Saham meme yang populer di kalangan pengguna media sosial Reddit masih mendominasi pemberitaan dengan pergerakannya yang sangat volatil. Saham GameStop mecetak rekor tertinggi baru pada US$ 344,7 dan mengakhiri pekan di level US$ 233,34 per saham.
Di pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah AS (US Treasury) bergerak mengejutkan dengan kembali diburu pemodal, sehingga imbal hasil (yield) anjlok. Imbal hasil US Treasury berjauh tempo 10 tahun, yang menjadi acuan pasar, melemah hingga 1,43%, setelah pada pertengahan Maret sempat menyentuh level tertinggi 2021 pada 1,75%.
"Saya berpikir seluruh pergerakan US Treasury ini cenderung teknikal dan tidak ada kaitannya dengan fundamental," tutur Aneta Markowska, Kepala Ekonom Jefferies. "Ada dana berlebih yang lantas diparkir ke surat utang bertenor lebih panjang.. investor aslinya masih ingin jualan."
Pemicu pembelian sesaat ini, lanjut dia, adalah laporan data tenaga kerja Mei yang masih lebih rendah dari ekspektasi pasar sehingga memicu kekhawatiran bahwa ekonomi masih belum normal dalam waktu dekat. Investor pemburu yield pun masuk.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelumnya telah menyatakan akan tetap mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter secara kuantitatif (quantitative easing/QE) selama data pengangguran masih belum positif, meski inflasi melewati patokan sebesar 2%.
Indeks Harga Konsumen (IHK) AS periode Mei mencapai 5% secara tahunan, menjadi laju yang tercepat sejak 2008. Inflasi inti yang mengecualikan harga makanan dan energim menguat 3,8% atau yang tercepat dalam 3 dekade. Angka ini jauh di atas polling ekonom oleh Dow Jones yang mengestimasikan angka 4,7%.
Pasar obligasi biasanya bergerak berlawanan dengan pasar saham, karena mencerminkan sikap defensif inestor sementara saham mencerminkan sikap agresif investor dalam menempatkan portofolionya.
Selama ekonomi tidak menentu, pasar obligasi diburu dan sebaliknya ketika ekonomi dipersepsikan segera membaik maka investor beralih ke saham untuk berburu keuntungan dari pergerakan harga aset (capital gain).
Menanti rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS, pelaku pasar hari ini akan mengukur kembali prospek perdamaian perdagangan global usai berakhirnya pertemuan G-7.
Hasil pertemuan pemimpin tujuh negara maju hari ini berakhir dengan kesepakatan seputar tiga hal, yang pada intinya adalah mengatasi manuver China di kancah global.
Pertama, mereka menyepakati dana untuk membagikan 1,1 miliar vaksin bagi negara miskin dan berkembang, berkebalikan dari kebijakan mereka sebelumnya yang cenderung proteksionistis dengan mendesak produsen vaksin mengutamakan pasokan bagi negara Eropa dan AS.
Sebelumnya, AS berulangkali menuduh China melakukan "diplomasi vaksin" meski mereka gagal memasok vaksin murah bagi negara berkembang. Uni Eropa bahkan bersitegang dengan AstraZeneca karena tak rela negaranya dinomorduakan. Dus, kesepakatan ini bakal membuat dominasi China dalam bantuan vaksin di negara berkembang dan miskin tersaingi.
Selain itu, mereka juga sepakat menghadang China terkait dengan "praktik ekonomi non-pasar" mereka, dan "pelanggaran" Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap aktivis pro-demokrasi di Hongkong dan kalangan minoritas Uyghur, Xinjiang.
"Terkait dengan China, dan kompetisi di ekonomi global, kami akan terus berkonsultasi dengan pendekatan kolektif untuk menantang kebijakan dan praktik non-pasar yang menekan operasi ekonomi global yang transparan dan wajar," demikian tertulis dalam komunike yang mereka sepakati.
Terakhir, mereka memberlakukan pajak minimal sebesar 15% dalam skala global bagi perusahaan raksasa yang beroperasi lintas negara (multinational corporation/MNC). Aturan pajak ini bakal memaksa perusahaan global termasuk juga yang berbasis di China untuk tunduk pada ketentuan perpajakan di negara Barat, yang pada umumnya berujung pada kewajiban transparansi keuangan selaku wajib pajak.
Sentimen terakhir ini sempat memberikan pukulan bagi saham-saham perusahaan teknologi di Nasdaq seperti Facebook dan Google, karena akan sedikit menggerus profitabilitas mereka. Aksi jual atas saham mereka berpeluang terjadi hari ini, yang dalam skala ringan bisa memicu aksi jual diĀ bursa global.
Pasar akan memantau respons China dan peluangnya membentuk aliansi dengan sekutunya seperti Rusia dan Iran untuk menandingi manuver blok Barat tersebut. Jika muncul reaksi demikian, maka besar peluang akan terjadi kembali polarisasi ekonomi dan perang dagang, yang sejak tahun 2019 telah mengganggu rantai pasokan gobal di dunia.
Dari dalam negeri, belumĀ ada suntikan kabar positif dan bahkan sentimen negatif masih merebak dari sisi penanganan pandemi. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus melonjak dengan kasus positif Covid-19 dalam tiga minggu terakhir naik 53,4%.
Pada Kamis, 10 Juni 2021 untuk pertama kalinya penambahan kasus harian mencapai angka lebih dari 8.000 kasus, tertinggi sejak 25 Februari. Daerah yang mengalami peningkatan kasus paling besar adalah, DKI Jakarta mengalami peningkatan kasus sebesar 302% dalam 10 hari terakhir. Pada Jumat lalu, ada 2.293 kasus baru dalam sehari di Jakarta.
Lonjakan juga terjadi di Jawa Tengah setelah Gubernur Ganjar Pranowo mengungkapkan varian baru virus corona asal India (B1617) sudah ditemukan di Kabupaten Kudus. Dia meminta dukungan masyarakat dalam menekan penyebaran virus penyebab Covid-19 tersebut.
Temuan itu berdasarkan uji Whole Genome Sequencing (WGS) pada sampel pasien Covid-19 di Kudus. Varian virus India memiliki sifat yang lebih mudah menular, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Dari AS, pemodal hari ini bisa mencermati ekspektasi inflasi sektor konsumer per Mei di Amerika Serikat (AS), yang menurut prediksi Tradingeconomics akan berujung pada kenaikan sebesar 3,8%, atau lebih tinggi dari posisi April sebesar 3,4%.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Produksi Industri Jepang per April (06.00 WIB)
- Ekspektasi inflasi ASĀ per Mei (16.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:
- RUPST PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (09:00 WIB)
- RUPST PT Suryamas Dutamakmur Tbk (09:30 WIB)
- RUPST PT Metropolitan Land Tbk (14:00 WIB)
- RUPSLB PT Bintang Oto Global Tbk (14:00 WIB)
- RUPST PT MD Pictures Tbk (14:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA