Newsletter

Wall Street 'Nekad' Cetak Rekor, IHSG Bagaimana?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
29 October 2021 06:20
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal cenderung dalam tekanan pada perdagangan Kamis (28/10/2021) dengan koreksi IHSG, pelemahan rupiah dan campur-aduknya arah obligasi. Di perdagangan penghujung pekan ini, tekanan masih belum reda.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup meninggalkan level psikologis 6.600 kemarin, terkoreksi 1,18% atau 78,1 poin ke 6.524,076. Hanya 152 saham yang menguat, sementara 381 lain melemah dan 131 sisanya stagnan.

Investor asing berbalik melakukan aksi jual di pasar reguler sehingga membukukan penjualan bersih (net selll) senilai Rp 467,6 miliar. Di seluruh pasar, net sell asing mencapai setengah triliun rupiah atau Rp 504,71 miliar. Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 13,5 triliun saja, dengan transaksi 1,38 juta kali yang melibatkan 21,4 miliar saham.

Koreksi IHSG terjadi berbarengan dengan ambruknya indeks bursa saham utama di Asia. Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 0,96%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,28%, Shanghai Composite China ambruk 1,23%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi hingga 0,53%.

Di pasar uang, rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.180/US$ sebelum akhirnya bangkit di menit-menit akhir perdagangan dan stagnan di Rp 14.170/US$.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat di hadapan dolar AS karena pelaku pasar global menghindari dolar AS dulu jelang rilis pertumbuhan ekonomi yang diprediksi kurang menggemberikan. Hanya yuan China, peso Filipina, dan dolar Taiwan yang melemah.

Di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Mata Uang Garuda berada di level Rp 14.199/dolar AS atau melemah 0,1% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pun cenderung beragam. SBN bertenor 1, 3, 10, dan 15 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield).

Sisanya yakni SBN bertenor 5, 20, 25, dan 30 tahun ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan penguatan harga dan penurunan yield. SBN berjatuh tempo 25 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya, yakni sebesar 2,7 basis poin (bp) ke level 7,193%.

Sebaliknya, SBN tenor 3 tahun menjadi yang paling besar penguatan yield-nya, yakni 3 bp ke 3,838%. Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara berbalik menguat 0,5 bp ke 6,158%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Halaman 2>>

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (28/10/2021), menyusul berlanjutnya gelombang positif dari rilis kinerja emiten kakap di AS, data pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi.

Indeks Dow Jones Industrial Average bertambah 0,68% atau 239,8 poin menjadi 35.730,48, atau sedikit lagi menyentuh level tertinggi baru. Indeks S&P 500 mlesat 0,98% ke 4.596,42 yang merupakan level tertinggi barunya.

Nasdaq berakhir dengan lompatan sebesar 1,39% ke 15.448,12 setelah di tengah perdagangan sempat mencolek titik tertinggi baru. Saham Apple dan Amazon menjadi penopang dengan reli masing-masing sebesar 2,5% dan 1,6% jelang rilis kinerja kuartal III-2021. Tesla melejit 3,7%.

Harga saham Ford melonjak nyaris 9% menyusul laba bersih kuartal III-2021 yang mengejutkan. Produsen mobil ini menyatakan ketersediaan semikonduktor memungkinkan perseroan mendongkrak produksi.

Saham raksasa farmasi Merck dan Caterpillar juga menguat, meski di sisi lain saham eBay dan Northrop Grumman melemah. Nyaris 50% konstituen indeks S&p 500 telah merilis kinerja keuangan kuartal III-2021.

Kabar positif juga muncul dari data klaim tunjangan pengangguran yang berada di angka 281.000, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang semula memperkirakan angka 289.000.

Investor merespons positif pertumbuhan ekonomi AS kuartal III-2021 yang dirilis Departemen Perdagangan dan berujung pada angka 2%, atau melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,7%.

Capaian tersebut di bawah ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang mengestimasikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2,8% di tengah inflasi dan penyerapan tenaga kerja belum optimal.

"Rilis kinerja masih lebih sehat jika dibandingkan dengan kisah muram stagflasi sepanjang September dan awal Oktober yang kemungkinan telah menolong penguatan," tutur Jim Reid, Kepala Riset Tematik Deutsche Bank, dalam laporan riset yang dikutip CNBC.

Pertemuan politisi Partai Demokrat dan Presiden Joe Biden juga dipantau karena berpeluang berujung pada kesepakatan belanja sosial senilai US$ 1,75 triliun. Menurut berita NBC News, Biden akan mengungkap detil kesepakatan tersebut hari ini waktu setempat.

Sepanjang bulan berjalan pada Oktober ini, indeks S&P 500 terhitung melompat 6,7%, Dow Jones melesat 5,6%, dan Nasdaq loncat nyaris 7%.

Halaman 3>>

Wall Street mengabaikan kabar fundamental kurang sedap berupa pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 yang hanya sebesar 2%, menjadi laju terlemah selama pemulihan pandemi. Faktor rantai pasokan dan anjloknya belanja konsumen menjadi pemicunya.

Itu merupakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terlemah sejak kuartal II-2020 (tatkala ekonomi merosot alias minus 31,2%). Belanja konsumen, yang menyumbang 69% PDB AS senilai US$ 23,2 triliun, naik hanya 1,6%, setelah kuartal II-2021 melesat 12%.

Belanja barang ambruk 9,2%, dipicu penurunan belanja barang tahan lama seperti barang elektronik dan mobil sebesar 26,2%, sedangkan belanja jasa masih tumbuh, sebesar 7,9%, meski lebih rendah dari angka kuartal II-2021 sebesar 11,5%.

Semestinya, datat tersebut diwaspadai karena mengindikasikan pemulihan yang terhambat, salah satunya karena masih merebaknya virus Covid-19 varian delta. Di sisi lain, suplai belum sepenuhnya mengalir tatkala permintaan konsumen menurun. Belum lagi jika bicara inflasi dan ancaman krisis energi.

Di tengah situasi demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan kasus positif dan kemarin Covid-19 kembali meningkat di seluruh dunia. Ini merupakan kejadian pertama kali dalam 2 bulan terakhir karena penyebaran virus di Europa.

Eropa menjadi pemicu kenaikan karena infeksi terus meningkat dalam 3 pekan terakhir. Secara total, ada 3 juta kasus baru di seluruh dunia sepekan kemarin, atau melonjak 4% dari pekan sebelumnya yang justru turun 4%. Eropa menjadi penyumbang utama dengan kenaikan kasus sebesar 18% (melanjutkan tambahan kasus sebesar 7% pada pekan sebelumnya).

"Ini menjadi pengingat tambahan bahwa pandemi Covid-19 masih jauh dari kata selesar," tutur Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sebagaimana dikutip CNBC.

Dengan melihat perkembangan tersebut, pelaku pasar AS pun sangsi dengan optimisme yang mereka bangun dalam perdagangan Kamis. Kini pada pargi hari ini (Waktu Indonesia Barat), kontrak berjangka (futures) indeks saham AS berbalik melemah.

Pelemahan terjadi di tengah munculnya rilis kinerja keuangan emiten teknologi AS yang mengecewakan, yakni Apple dan Amazon. Apple melaporkan pertumbuhan pendapatan yang meleset dari perkiraan pasar akibat gangguan pasokan. Saham perseroan drop 3%.

Amazon juga melaporkan pertumbuhan penjualan, tetapi tak sesuai dengan ekspektasi pasar, sehingga sahamnya anjlok lebih dari 4% di sesi perpanjangan (pasca-perdagangan). Saham Starbucks juga bernasib sama, drop 4%, setelah pendapatannya tak sesuai ekspektasi pasar.

Penjualan kopi mereka kini dibayangi peningkatan biaya dan dampak pandemi yang masih berjelanjutan, terutama di pasar luar negeri utamanya China. Kontrak futures Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq pun kompak melemah.

Dengan perubahan arah sentimen di AS seperti itu, ada baiknya investor di bursa nasional hari ini lebih waspada. Tekanan koreksi belum akan berakhir, dan saham-saham siklikal yang akan diuntungkan dari pemulihan ekonomi masih berpeluang mengalami koreksi.


Halaman 4>>

Berikut data ekonomi dan agenda korporasi yang dirilis hari ini:

  • Indeks keyakinan bisnis Korea Selatan per Oktober (04:00 WIB)
  • Penjualan ritel Korea Selatan per September (06:00 WIB)
  • Data Pengangguran Jepang per September (06:30 WIB)
  • RUPSLB PT Terregra Asia Energy Tbk (10:00 WIB)
  • Indeks keyakinan konsumen Jepang per Oktober (12:00 WIB)
  • Data inflasi Prancis per Oktober (12:30 WIB)
  • Data inflasi Italia per Oktober (16:00 WIB)
  • Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa kuartal III-2021 (16:00 WIB)
  • Data inflasi Uni Eropa per Oktober (16:00 WIB)
  • Inflasi AS versi PCE per September (19:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular