
Wall Street 'Nekad' Cetak Rekor, IHSG Bagaimana?

Wall Street mengabaikan kabar fundamental kurang sedap berupa pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 yang hanya sebesar 2%, menjadi laju terlemah selama pemulihan pandemi. Faktor rantai pasokan dan anjloknya belanja konsumen menjadi pemicunya.
Itu merupakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terlemah sejak kuartal II-2020 (tatkala ekonomi merosot alias minus 31,2%). Belanja konsumen, yang menyumbang 69% PDB AS senilai US$ 23,2 triliun, naik hanya 1,6%, setelah kuartal II-2021 melesat 12%.
Belanja barang ambruk 9,2%, dipicu penurunan belanja barang tahan lama seperti barang elektronik dan mobil sebesar 26,2%, sedangkan belanja jasa masih tumbuh, sebesar 7,9%, meski lebih rendah dari angka kuartal II-2021 sebesar 11,5%.
Semestinya, datat tersebut diwaspadai karena mengindikasikan pemulihan yang terhambat, salah satunya karena masih merebaknya virus Covid-19 varian delta. Di sisi lain, suplai belum sepenuhnya mengalir tatkala permintaan konsumen menurun. Belum lagi jika bicara inflasi dan ancaman krisis energi.
Di tengah situasi demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan kasus positif dan kemarin Covid-19 kembali meningkat di seluruh dunia. Ini merupakan kejadian pertama kali dalam 2 bulan terakhir karena penyebaran virus di Europa.
Eropa menjadi pemicu kenaikan karena infeksi terus meningkat dalam 3 pekan terakhir. Secara total, ada 3 juta kasus baru di seluruh dunia sepekan kemarin, atau melonjak 4% dari pekan sebelumnya yang justru turun 4%. Eropa menjadi penyumbang utama dengan kenaikan kasus sebesar 18% (melanjutkan tambahan kasus sebesar 7% pada pekan sebelumnya).
"Ini menjadi pengingat tambahan bahwa pandemi Covid-19 masih jauh dari kata selesar," tutur Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sebagaimana dikutip CNBC.
Dengan melihat perkembangan tersebut, pelaku pasar AS pun sangsi dengan optimisme yang mereka bangun dalam perdagangan Kamis. Kini pada pargi hari ini (Waktu Indonesia Barat), kontrak berjangka (futures) indeks saham AS berbalik melemah.
Pelemahan terjadi di tengah munculnya rilis kinerja keuangan emiten teknologi AS yang mengecewakan, yakni Apple dan Amazon. Apple melaporkan pertumbuhan pendapatan yang meleset dari perkiraan pasar akibat gangguan pasokan. Saham perseroan drop 3%.
Amazon juga melaporkan pertumbuhan penjualan, tetapi tak sesuai dengan ekspektasi pasar, sehingga sahamnya anjlok lebih dari 4% di sesi perpanjangan (pasca-perdagangan). Saham Starbucks juga bernasib sama, drop 4%, setelah pendapatannya tak sesuai ekspektasi pasar.
Penjualan kopi mereka kini dibayangi peningkatan biaya dan dampak pandemi yang masih berjelanjutan, terutama di pasar luar negeri utamanya China. Kontrak futures Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq pun kompak melemah.
Dengan perubahan arah sentimen di AS seperti itu, ada baiknya investor di bursa nasional hari ini lebih waspada. Tekanan koreksi belum akan berakhir, dan saham-saham siklikal yang akan diuntungkan dari pemulihan ekonomi masih berpeluang mengalami koreksi.
Halaman 4>>