Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,37% secara point-to-point. Rata-rata transaksi harian IHSG cenderung meningkat di atas Rp 15 triliun karena terdongkrak oleh adanya transaksi negosiasi jumbo di berbagai saham di mana di pasar reguler, asing tercatat membukukan beli bersih sebesar Rp 4,49 triliun.
Beralih ke pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) SBN 10 tahun pemerintah yang menjadi acuan cenderung mengalami kenaikan 10 bps. Kenaikan yield mengindikasikan bahwa harga obligasi yang menjadi acuan mengalami penurunan.
Kepemilikan asing di SBN yang dapat diperdagangkan juga menurun sebesar Rp 5,92 triliun. Berarti ada aksi jual oleh investor asing.
Dalam periode yang sama, rupiah melemah 0,35% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot. Dolar AS sudah kembali ke atas Rp 14.300.
Minggu lalu rilis data perekonomian yang cukup menjadi perhatian pelaku pasar adalah indeks PMI manufaktur dan inflasi. Setelah mengalami kontraksi dua bulan berturut-turut, indeks PMI manufaktur versi IHS Markit akhirnya menunjukkan adanya ekspansi, di mana PMI manufaktur Indonesia bulan September tercatat lebih dari 50.
Terkait inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadinya deflasi 0,94% month on month (mom) di bulan September. Sementara itu jika dilihat secara tahunan, Indek Harga Konsumen (IHK) masih tumbuh 1,6% year on year (yoy).
Angka inflasi aktual lebih rendah dari perkiraan konsensus CNBC Indonesia yang memproyeksikan bakal terjadi inflasi sebesar 0,02% mom atau 1,66% yoy.
Beralih ke bursa saham Paman Sam, tiga indeks acuan Wall Street cenderung tertekan lebih dari 2% akibat penguatan yield obligasi pemerintah AS.
Namun di akhir pekan atau tepatnya di awal Oktober 2021, indeks saham acuan bursa New York menguat. Penguatan ini tak lepas dari rilis data ekonomi, perkembangan pandemic dan RUU infrastruktur yang positif.
Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 482,54 poin, atau 1,43%, ditutup pada 34.326,46. Kemudian, indeks S&P 500 naik melejit 1,2% menjadi 4.357,04, sementara indeks sarat saham teknologi Nasdaq Composite naik 0,8% menjadi 14.566,70 dan menghentikan penurunan beruntun lima hari.
MelansirReuters,reli ketiga indeks tersebut mendapatkan momentum setelah Gedung Putih mengumumkan Presiden AS Joe Biden semakin terlibat dalam negosiasi mengenai RUU infrastruktur yang sedang diperdebatkan di Capitol Hill.
"Ada pemulihan secara luas hari ini. Pada hari ini, pasar tidak terpaku pada pajak baru atau pengurangan," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York kepada Reuters, dikutip CNBC Indonesia akhir pekan lalu.
"Dalam pergeseran dari beberapa minggu terakhir tidak ada berita besar dari Washington, sehingga pasar terpaksa fokus pada data ekonomi positif dan pengobatan Covid baru," lanjut Carter.
Perusahaan farmasi Merck & Co Inc mengungkapkan bahwa sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan obat oral eksperimental untuk Covid-19 bisa mengurangi risiko kematian dan rawat inap sekitar 50%.
Sejumlah data ekonomi yang dirilis pada Jumat menunjukkan peningkatan belanja konsumen, pulihnya aktivitas pabrik dan pertumbuhan inflasi yang meningkat, yang dapat membantu mendorong bank sentral AS, Federal Reserve alias the Fed, mempersingkat waktunya untuk memperketat kebijakan moneter yang akomodatif.
Halaman 3>>
Apresiasi indeks saham bursa New York akhir pekan memang bisa menjadi katalis positif untuk bursa saham yang akan mengawali perdagangan pekan ini, termasuk untuk IHSG apalagi setelah ambles lebih dari 1% di akhir pekan akibat profit taking.
Namun selain kinerja Wall Street ada beberapa sentimen yang perlu diperhatikan oleh investor untuk perdagangan awal pekan ini.
Salah satu sentimen besar yang mewarnai pasar adalah krisis energi. Eropa, India, hingga China mengalaminya.
Pangkal masalahnya adalah harga gas alam yang semakin mahal. Minggu ini, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma, AS) melesat 19,45%. Sejak akhir 2020 (year-to-date/ytd), harga gas alam meroket 118,35%.
Harga gas yang semakin mahal membuat biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar ini kian tidak ekonomis. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 75,725/MWh pada 28 September 2021. Dengan batu bara, harganya hanya EUR 50,53/MWh.
Namun Eropa dan China sudah terlanjur punya komitmen untuk mengurangi konsumsi batu bara yang dinilai tidak ramah lingkungan. Dengan harga gas yang naik terus, perburuan terhadap sumber-sumber energi primer pun menggila. Bahkan batu bara yang sempat dicuekin kini kembali dilirik.
Indonesia adalah eksportir terbesar dunia untuk batu bara dan CPO. Kenaikan harga dua komoditas ini tentu akan mendongkrak kinerja ekspor Indonesia. Tidak hanya menggairahkan perekonomian nasional, kenaikan ekspor juga akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah.
Halaman 4>>
Selain krisis energi, sentimen lain yang juga patut dimonitor perkembangannya adalah perkembangan pembahasan rencana kenaikan batas utang (debt ceiling) di AS. Saat ini batas utang pemerintah AS adalah US$ 28,4 triliun.
Untuk sementara memang sudah ada solusi. Pekan ini, Presiden AS Joseph 'Joe' Biden sudah menekenbeleiduntuk mendanai kebutuhan pemerintahan hingga 3 Desember 2021.
Namun masalah belum selesai. Aturan itu hanya menjadi payung hukum untuk anggaran operasional pemerintahan dan kebutuhan yang sudah dianggarkan sebelumnya seperti penempatan pengungsi Afganistan sebesar US$ 6,3 miliar dan bantuan korban bencana US$ 28,6 miliar.
Anggaran itu belum termasuk pembayaran bunga utang yang jatuh tempo dalam waktu dekat. Jika sampai 18 Oktober 2021 belum ada kesepakatan, maka AS terancam gagal bayar utang (default) untuk kali pertama sepanjang sejarah.
"Kita bisa jatuh ke krisis keuangan.Defaultjuga akan membuat suku bunga lebih tinggi bagi siapapun yang mengakses kredit," tegas Janet Yellen, Menteri Keuangan AS, di hadapan Komite Jasa Keuangan House of Representatives, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga AS tentu saja bisa memantik peningkatan yield obligasi pemerintah di berbagai negara lain termasuk Indonesia. Ini adalah faktor yang masih perlu diperhatikan apalagi di tengah rencana the Fed untuk melakukan tapering dan tren kenaikan yield obligasi pemerintah AS.
Sentimen lain yang perlu dicermati dan berasal dari dalam negeri adalah ramainya transaksi saham di pasar negosiasi di sepanjang pekan lalu yang membuat transaksi harian IHSG tembus di atas Rp 20 triliun dalam beberapa hari.
Adanya transaksi nego jumbo tersebut direspons positif di pasar reguler, saham-saham yang diperdagangkan di pasar negosiasi cenderung mengalami apresiasi di pasar reguler.
Apabila tren tersebut berlanjut maka transaksi IHSG bisa kembali tembus Rp 20 triliun dan saham-saham yang ditransaksikan di pasar negosiasi bisa menguat.
Halaman 5>>>
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Rilis Laporan Keuangan Kuartal II-2021 PT Panin Financial Tbk (PNLF)
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Nusa Palapa Gemilang Tbk (NPGF)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY) | 7,07% |
Inflasi (September 2021, YoY) | 1,60% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,82% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2021) | -0,80% PDB |
Cadangan Devisa (Agustus 2021) | US% 144,78 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA