Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik tipis cenderung flat pada perdagangan Senin (21/3/2022) awal pekan ini. Laju IHSG diikuti juga oleh Rupiah yang mencatat penguatan sangat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Indeks bursa saham acuan Tanah Air ditutup menguat tipis 0,216 poin (+0,00%)ke level 6.955,18.Diantaranya sebanyak 232 saham menguat, 284 saham melemah, dan 171 saham stagnan.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp 13 triliun. Investor asing melakukan penjualan bersih sebesar Rp 521,59 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 383,24 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 138,34 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
IHSG tidak sendiri menguat di Asia. Indeks Shanghai Composite China ditutup naik tipis 0,08% ke level 3.253,69 dan Straits Times Singapura melesat 0,75% ke 3.355,51.
Di sisi lain, Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup merosot 0,89% ke level 21.221,34,ASX 200 Australia melemah 0,22% ke 7.278,5, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,77% ke posisi 2.686,05.
Sementara itu, melansir data Refintiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.338/US$, atau menguat hanya 0,01% saja.
Sejak bank sentral AS (The Fed) mengumumkan menaikkan suku bunga pada pekan lalu, dolar AS memang sedang kuat.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Ini merupakan kali pertama The Fed menaikkan suku bunga sejak tahun 2018.
Bank sentral paling powerful di dunia ini juga mengindikasikan di akhir tahun nanti suku bunga akan sangat agresif menaikkan suku bunganya di tahun ini.
Dalam dot plot yang dirilis, sebanyak 10 anggota Komite Kebijakan Moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) melihat suku bunga bisa dinaikkan hingga 7 kali di tahun ini, sebanyak 8 anggota lainnya bahkan melihat bisa lebih dari itu.
Dengan kenaikan sebanyak 7 kali, maka di akhir tahun ini suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%. The Fed akan melakukan 6 kali lagi rapat kebijakan moneter di 2022, artinya akan selalu ada kenaikan sebesar 25 basis poin di setiap pertemuan.
Sebelum pengumuman tersebut, para spekulan sudah mengantisipasinya dengan memborong dolar AS.
Berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Sabtu lalu, spekulan menambah posisi beli bersih (net long) dolar AS sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 57 triliun (kurs Rp 14.340/US$) menjadi US$ 7,88 miliar pada pekan yang berakhir 15 Maret, dibandingkan pekan sebelumnya US$ 3,88 miliar.
Posisi net long tersebut merupakan kontrak dolar AS melawan yen, euro, poundsterling, franc Swiss, dolar Kanada, dan dolar Australia, ditambah dolar Selandia Baru serta beberapa mata uang emerging market.
Kenaikan tersebut membuat posisi net long dolar AS naik ke level tertinggi sejak akhir Januari, naik dari level terendah 7 bulan. Aksi tersebut menunjukkan spekulan melihat kebijakan The Fed bisa membuat dolar AS menguat ke depannya.
Bursa saham Amerika Serikat kompak melemah pada perdagangan hari Senin, setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell membunyikan alarm tentang lonjakan inflasi dan berjanji akan mengambil tindakan yang lebih agresif.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 201,94 poin (-0,58%) ke 34.552,99. S&P 500 turun tipis 1,94 poin (+0,04%) ke 4.461,18. Nasdaq turun 55,38 poin (-0,4%) ke 13.838,46.
Powell pada hari Senin mengatakan "inflasi terlalu tinggi" dan berjanji untuk mengambil "langkah-langkah yang diperlukan" untuk mengendalikan harga. Dia berujar kenaikan suku bunga bisa berubah dari kenaikan seperempat poin persentase (bps) ke kenaikan yang lebih agresif, yaitu setengah basis poin jika perlu.
Pernyataan di National Association for Business Economics tersebut diucapkan kurang dari seminggu setelah The Fed menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018.
Saham Boeing anjlok sekitar 3,59% setelah Boeing 737 milik China Eastern Airlines anjlok. Di sisi lain, saham teknologi terkoreksi setelah imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun naik 0,15 persen poin ke 2,3%. Meta (induk usaha Facebook) drop 5% dan saham Microsoft anjlok 1,27%.
Di sisi lain, saham sektor energi menguat mengikuti kenaikan harga minyak mentah dunia di mana harga minyak acuan internasional jenis Brent melesat 7% melampaui US$ 115 per barel, setelah Uni Eropa menyusul langkah AS mengembargo minyak Rusia.
Pekan lalu, Wall Street mengalami pekan terbaik sejak November 2020 berkat saham berbasis pertumbuhan. Secara mingguan, indeks S&P 500 melonjak 6,1% dan indeks Dow Jones berhasil naik 5,5%. Hal yang serupa terjadi pada indeks Nasdaq yang melesat 8,1% selama sepekan.
"Reli dalam ekuitas selama seminggu terakhir adalah salah satu yang paling tajam dalam catatan. Meskipun bisa naik sedikit lebih tinggi, kami tetap yakin masih tren bearish dan kami akan menggunakan kekuatan ini untuk memposisikan lebih defensif, "kata Michael Wilson dari Morgan Stanley dalam dalam laporan yang dikutip CNBC International.
Investor masih memantau perang Rusia dan Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan jika diskusi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin gagal, maka akan ada potensi pecah perang dunia ketiga.
Pejabat Ukraina dan Rusia telah bertemu beberapa kali untuk pembicaraan damai, tetapi gagal mencapai konsesi utama. Ukraina telah menolak ultimatum untuk menyerahkan kota Mariupol kepada pasukan Rusia.
Selain itu, investor juga masih mengevaluasi terhadap melonjaknya kasus Covid di wilayah Eropa yang disebabkan oleh varian Omicron. Agenda ekonomi pada pekan ini relatif sepi, tapi beberapa perusahaan akan melaporkan kinerja keuangannya, seperti Nike dan Tencent Music dijadwalkan akan merilis neraca keuangan hari ini.
"Kami masih belum yakin bahwa dasar telah tercapai, menyusul perkiraan kami bahwa situasi geopolitik masih sangat fluid, inflasi seharusnya masih akan panas, dan outlook melemah," tutur analis Wolfe Research Chris Senyek dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
IHSG berpotensi melemah pada perdagangan hari ini di tengah sentimen pasar dalam negeri yang sepi dan mengantisipasi kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif.
Powell pada hari Senin mengatakan "inflasi terlalu tinggi" dan berjanji untuk mengambil "langkah-langkah yang diperlukan" untuk mengendalikan harga. Dia berujar kenaikan suku bunga bisa berubah dari kenaikan seperempat poin persentase (bps) ke kenaikan yang lebih agresif yaitu setengah basis poin jika perlu.
Pernyataan di National Association for Business Economics tersebut diucapkan kurang dari seminggu setelah The Fed menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018.
Jika suku bunga AS kemudian ditingkatkan dengan lebih agresif, ini akan akan jadi penekan emiten-emiten yang memiliki utang berdenominasi dolar AS. Sebab tingkat beban bunga yang ditanggung akan lebih besar.
Selain itu, hal ini juga bisa menarik investor asing keluar dari bursa saham Indonesia. Karena ketika suku bunga acuan AS tinggi, maka selisih imbal hasil (spread) obligasi pemerintah AS kian membesar terhadap obligasi negara berkembang, terutama di tengah premi risiko negara berkembang yang masih tinggi akibat bayang-bayang efek perang Ukraina.
Spekulasi perpindahan alokasi dari negara berkembang ke negara maju ini secara psikologis menekan pasar saham di negara berkembang, termasuk IHSG.
Konflik antara Rusia dan Ukraina masih jadi momok mengkhawatirkan bagi investor aset berisiko seperti saham. Harga energi yang melonjak bisa jadi batu sandungan pemulihan ekonomi dunia. Investor pun mulai mencari perlindungan aset yang lebih aman.
Laju IHSG bisa ditopang dari musim dividen emiten-emiten bank besar. Seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk. (Persero) atau BBNI yang akan membagikan labanya ke investor sebesar Rp 146,3 per lembar saham. Tanggal batas terakhir terdaftar sebagai penerima dividen alias cum date pada tanggal 25 Maret 2022.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) bakal membagikan dividen senilai total Rp 14,79 triliun atau Rp 120 per lembar saham yang akan dibayarkan pada 19 April 2022. Tanggal cum dividen di pasar reguler dan negosiasi adalah pada 25 Maret 2022, sedangkan di pasar tunai pada 29 Maret 2022.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Leading Economic Index Jepang per Januari(12.00 WIB)
- Tingkat Pinjaman Bersih Sektor Publik Inggris per Februari 2022 (14.00 WIB)
- Indeks Harga Produsen Kanada per Februari (19.30 WIB)
- Pidato dari Presiden The Fed New York John C. Williams (21.30 WIB)
Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:
- RUPSLB LIFE (09.00 WIB)
- RUPSLB SILO (10.00 WIB)
- RUPST PALM (15.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Februari 2022, YoY) | 2,06% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2022) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | -4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021) | 0,30% PDB |
Cadangan Devisa (Februari 2022) | US$ 141,4 miliar |