Foto: Infografis/Ini 4 ‘Neraka Terakhir’ Buat China dari trump/Aristya Rahadian
Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan akhir pekan lalu, IHSG menguat dan rupiah melemah
Wall Street melesat pada akhir pekan lalu atau menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS
Pelantikan Trump akan menjadi penggerak utama pasar keuangan Indonesia pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan akhir pekan lalu di mana Indeks Harga Saham Gabungan menguat,, nilai tukar rupiah melemah sementara imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) melandai.
Rupiah terpantau lesu sedikit di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu, di tengah beragamnya sentimen pasar.
Melansir dari Refinitiv , rupiah turun tipis 0,03% secara point-to-point (ptp) di hadapan dolar AS ke posisi US$ 16.360 pada akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (17/1/2025).
Rupiah melemah, terutama setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan memangkas suku bunga acuan pada Rabu pekan lalu. Pemangkasan ini di luar ekspektasi pasar serta di tengah besarnya tekanan ke rupiah.
BI menurunkan suku bunga acuannya (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku bunga pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada September tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai denganstanceatau pandangan bank sentral 'pro-stability and pro-growth'. Ini pun sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika yang ada
Rupiah juga melemah di tengah derasnya arus modal asing yang keluar (capital outflow). Berdasarkan data Bank Indonesia selama transaksi 13 - 16 Januari 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp9,57 triliun, terdiri dari beli neto Rp0,01 triliun di pasar saham, jual neto Rp4,17 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp5,41 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)..
Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada akhir perdagangan Jumat (17/1/2025),di tengah terus membaiknya sentimen pasar pada akhir pekan lalu.
IHSG ditutup menguat 0,66% ke posisi 7.154,66. IHSG masih berada di level psikologis 7.100 hingga perdagangan akhir pekan lalu.
Secara sektoral, sektor konsumer non-primer menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari Jumat kemarin yakni mencapai 2,17%.
Sementara dari sisi saham, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penopang terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini yakni mencapai 10 indeks poin.
Selain BBCA, ada saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang juga menjadi penopang IHSG yakni sebesar 9,6 indeks poin, kemudian saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 9,3 indeks poin.
IHSG kembali cerah di tengah respons pasar yang masih positif terkait langkah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga dan inflasi Amerika Serikat (AS) yang cenderung membaik.
Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun sedikit melandai ke 7,15% pada perdagangan akhir pekan lalu, setelah lama bertengger mendekati 7,3%. Imbal hasil berkebalikan dengan harga. Imbal hasil yang melandai menandai harga SBN yang tengah naik karena diburu investor.
Pasar saham Amerika Serikat (AS) mencatat reli signifikan pada perdagangan Jumat (17/1/2025). Tiga indeks utama Wall Street berhasil mengakhiri pekan pertama tahun ini dengan kenaikan tajam, didorong oleh data ekonomi positif dan optimisme investor terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar.
Dow Jones Industrial Average melonjak 334,70 poin atau 0,78%, ditutup pada 43.487,83. Sementara itu, S&P 500 menguat 1% ke level 5.996,66, dan Nasdaq Composite melesat 1,51% menjadi 19.630,20. Saham teknologi besar memimpin penguatan, dengan Tesla naik 3%, Nvidia melonjak 3,1%, dan Alphabet bertambah lebih dari 1%.
Secara mingguan, Dow dan S&P 500 masing-masing naik 3,7% dan 2,9%, mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak pekan pasca pemilihan presiden AS pada November 2016. Nasdaq juga menanjak 2,5% untuk minggu ini, performa terbaik sejak awal Desember 2024.
Laporan ekonomi yang dirilis pekan lalu menunjukkan tekanan inflasi mulai mereda. Indeks Harga Konsumen Inti (Core CPI) naik lebih rendah dari perkiraan secara tahunan, sementara Indeks Harga Produsen (PPI) juga mencatat kenaikan lebih kecil dari ekspektasi pada Desember. Hal ini mendorong penurunan signifikan pada imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun, karena investor semakin berharap akan adanya pemotongan suku bunga di tahun ini.
"Data ekonomi yang lebih baik dari ekspektasi telah menghidupkan kembali narasi 'goldilocks' di pasar saham dan mendorong investor untuk mengambil risiko," tulis Emmanuel Cau, analis Barclays, dalam catatan hari Jumat.
Sektor keuangan juga menjadi penopang penguatan indeks pekan ini, dipimpin oleh saham bank besar. Goldman Sachs dan Citigroup masing-masing melonjak sekitar 12% selama pekan ini, sementara JPMorgan Chase naik 8%. Pendapatan yang kuat dari sektor ini berhasil menghapus pesimisme yang sempat membayangi pasar sejak Desember 2024.
Sentimen Trump dan Kebijakan Ekonomi Investor juga mengantisipasi pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS untuk periode kedua pada Senin mendatang. Kebijakan Trump yang pro-deregulasi dan pemangkasan pajak menjadi sentimen positif yang mengangkat pasar saham sejak kemenangannya pada pemilu November lalu.
Saham Microsoft mencatat kenaikan mingguan 2,6%, mengakhiri tren negatif selama empat pekan berturut-turut. Namun, saham Apple turun 3,2% minggu ini, mencatat penurunan tiga minggu berturut-turut pertama sejak April 2024.
Saham Qorvo melonjak lebih dari 13% pada perdagangan Jumat, kenaikan harian terbaik sejak Maret 2020. Kenaikan ini dipicu laporan Wall Street Journal bahwa investor aktivis Starboard Value telah membeli 7,7% saham Qorvo dan mengusulkan perubahan untuk meningkatkan harga sahamnya.
Dengan data ekonomi yang mendukung dan ekspektasi kebijakan Trump yang pro-pasar, Wall Street mengawali tahun dengan langkah optimis. Namun, pasar akan terus mencermati perkembangan inflasi, kebijakan moneter, dan dampak kebijakan ekonomi presiden terpilih terhadap sektor-sektor utama.
Pasar keuangan global menghadapi pekan penuh dinamika menjelang pelantikan Presiden AS Donald Trump untuk masa jabatan kedua pada Senin waktu AS (20/1/2025). Dalam konteks ini, pergerakan indeks saham utama di AS menunjukkan tren positif yang signifikan, terutama setelah laporan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan. Namun, ketidakpastian kebijakan Trump di bidang perdagangan dan ekonomi tetap menjadi sorotan utama bagi investor, baik di dalam maupun luar negeri.
Sejumlah lembaga dan analis pun sudah mewanti-wanti bahwa era Trump 2.0 akan membuat dunia chaos karena kebijakan proteksionismenya. Dunia sudah mengalami pelajaran pahit di era Trump pertama (2017-2020) terutama saat perang dunia memanas pada 2018.
Volume perdagangan dunia pada 2018 melambat menjadi 3,7% dari pertumbuhan pada tahun sebelumnya sebesar 4,7%. Penurunan aktivitas ekonomi dunia berkontribusi pada penurunan sebagian besar harga komoditas global. Data Bank Dunia menunjukkan pertumbuhan global langsung terjun dari 3,3% pada 2018 menjadi 2,7% pada 2019.
Indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan mingguan terbaiknya sejak pemilu November, melonjak lebih dari 3%, sementara Nasdaq Composite tumbuh 2,6%. Dow Jones Industrial Average memimpin dengan lonjakan hampir 4%. Kenaikan ini didorong oleh meredanya kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan menahan pemotongan suku bunga sepanjang tahun 2025. Namun, volatilitas masih membayangi, dengan analis memproyeksikan tahun yang lebih fluktuatif di bawah kepemimpinan Trump
Dunia dan Indonesia Bersiap Chaos di era Trump 2.0
Dalam lanskap domestik, pasar saham Indonesia menghadapi tekanan berat. Tekanan terhadap pasar keuangan sudah terasa sejak Trump terpilih pada pilpres. Sejak Trump terpilih 5 November hingga akhir pekan lalu, IHSG sudah jeblok 3,14%. Tekanan sangat berat juga terjadi pada awal hingga pertengahan Januari 2025.
IHSG anjlok 1,74% sepanjang 1 Januari hingga 14 Januari 2025, diperdagangkan di level 6.956,66. Ini mengingatkan pada pola serupa saat pelantikan pertama Trump pada 2017, ketika IHSG juga melemah akibat sentimen negatif terhadap kebijakan proteksionisme yang digencarkan Trump.
Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin tajam. Data Refinitiv menunjukkan rupiah terdepresiasi sebesar 1,05% sejak akhir Desember 2024, lebih dalam dibandingkan pelemahan 0,87% pada periode serupa tahun 2017.
Dari masa pilpres 5 November 2024 Presiden AS hingga akhir perdagangan pekan lalu, rupiah sudah terperosok 3,9% dari Rp 15.730 per US$1 menjadi Rp 16.350/US$1.
Rupiah bukan satu-satunya mata uang yang melemah. Kebijakan Trump yang pro-dalam negeri telah menarik investor balik ke negaranya. Alhasil, indeks dolar menguat tajam dan imbal hasil US Treasury terbang. Indeks dolar AS melesat dari 103,423 pada 5 November 2024 atau saat pilpres menjadi 109,347 pada perdagangan akhir pekan lalu. Indeks dolar (DX) bahkan sempat melesat ke 109,956 pada Senin pekan lalu (13/1/2025) atau rekor tertingginya sejak November 2022 atau lebih dari dua tahun.
Imbal hasil US Treasury juga terbang dari 4,29% pada 5 November 2024 menjadi 4,62% ada akhir pekan lalu. Indeks bahkan sempat melesat ke 4,8% pada Senin pekan lalu.
Di pasar global, penguatan dolar AS menjadi salah satu faktor kunci. Kebijakan ekonomi pro-Amerika dan proteksionisme Trump telah memicu arus modal kembali ke AS, mendorong dolar AS ke level tertinggi sejak November 2022.
Kebijakan pro-dalam negeri Trump dikhawatirkan bisa kembali mengungkit inflasi AS sehingga The Fed akan kesulitan memangkas suku bunga secara signifikan.
Sementara itu, pelaku pasar menunggu dampak kebijakan Trump terhadap perdagangan global, khususnya Asia. Trump telah berulang kali menegaskan niatnya untuk meningkatkan tarif perdagangan, terutama terhadap Tiongkok. Kebijakan ini menimbulkan kecemasan di pasar Asia, termasuk Indonesia, yang sempat mendapat ancaman evaluasi status Generalized System of Preferences (GSP) pada 2018. GSP, yang memberikan penghapusan bea masuk pada beberapa produk ekspor, menjadi salah satu penopang surplus perdagangan Indonesia dengan AS sebesar US$9,5 miliar.
Dari sisi domestik, tantangan lain muncul dengan bergabungnya Indonesia ke dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Trump telah mengancam akan menerapkan tarif 100% pada negara-negara BRICS jika mereka menciptakan mata uang baru yang menyaingi dolar AS. Hal ini berpotensi meningkatkan tekanan pada pasar keuangan Indonesia, yang sudah menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan Trump.
Data menunjukkan Indonesia adalah salah satu dari penyumbang defisit terbesar untuk AS sehingga bisa menjadi perhatian Trump.
Para analis memperingatkan bahwa tekanan terhadap rupiah dan IHSG masih akan berlanjut jika kebijakan Trump memperburuk sentimen pasar. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyebutkan tiga risiko utama: tekanan terhadap nilai tukar rupiah, potensi arus modal keluar, dan ketidakpastian pasar keuangan. Meski demikian, ada harapan bahwa sentimen positif dari laporan laba perusahaan dan penguatan ekonomi domestik dapat memberikan dukungan bagi pasar Indonesia.
Dalam minggu yang akan datang, pelaku pasar akan mencermati laporan keuangan dari 43 perusahaan S&P 500, termasuk Netflix, United Airlines, Johnson & Johnson, dan 3M Company. Selain itu, data aktivitas sektor jasa dan manufaktur di AS, serta pembaruan sentimen konsumen, akan menjadi indikator penting untuk menilai arah kebijakan ekonomi Trump ke depan.
Pekan ini menandai momen penting bagi pasar global, di mana dinamika politik dan ekonomi AS akan menjadi faktor penentu arah pasar. Dengan volatilitas yang diproyeksikan terus berlanjut, investor diharapkan tetap waspada dan mempertimbangkan diversifikasi portofolio untuk menghadapi ketidakpastian di tahun 2025.
Suku Bunga Bank Sentral China
Pada hari ini, Senin (20/1/2025), bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan terbarunya. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PBoC akan kembali menahan suku bunga acuannya kali ini.
Suku bunga acuan (Loan Prime Rate/LPR) tenor 1 tahun diprediksi tetap berada di level 3,1%. Sedangkan LPR tenor 5 tahun juga diprediksi masih berada di level 3,6%.
Meski PBoC diprediksi akan menahan kembali suku bunga acuannya, tetapi Rabu lalu, PBoC menyuntikkan likuiditas jangka pendek ke dalam sistem keuangan sebesar 958,4 miliar yuan atau setara Rp 2.131,4 triliun.
Injeksi dana itu dilakukan melaluiseven-day reverse repurchase agreements(reverse repo) dalam operasi pasar terbuka harian. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi kedua yang pernah tercatat dalam data yang dihimpun oleh Bloomberg sejak 2004.
PBoC mengatakan, transaksi reverse repo tersebut akan mengimbangi dampak dari berakhirnya pinjaman jangka menengah, musim puncak pembayaran pajak, serta permintaan uang tunai menjelang libur Imlek, sekaligus menjaga kecukupan likuiditas sistem perbankan,
Dukungan likuiditas yang signifikan tersebut akan menjadi angin segar bagi bank-bank di China yang mengalami krisis kas awal pekan ini.
Data Ekonomi AS
Sentimen ekonomi dari AS pada pekan ini cenderung tidak sebesar dengan sentimen pelantikan Trump pada Senin besok. Pada pekan ini, hanya beberapa data yang perlu dicermati oleh pelaku pasar.
Data-data tersebut yakni data klaim pengangguran untuk periode pekan yang berakhir 18 Januari 2025 dan data penjualan rumah AS periode Desember 2024.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan angka klaim pengangguran mingguan kali ini cenderung naik tipis menjadi 219.000, dari pekan sebelumnya sebesar 217.000.
Namun yang terpenting, data ini juga akan dipantau oleh pelaku pasar mengingat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya pada pertemuan 29 Januari mendatang.
Data tenaga kerja termasuk klaim pengangguran akan dicermati oleh pelaku pasar global, mengingat langkah The Fed yang kembali berubah dan mereka mengindikasikan tidak akan terburu-buru untuk memangkas suku bunga acuannya.
Sejauh ini, berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar yang memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga acuannya mencapai 97,9%, nyaris 100%.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
RUPS SMGR
RUPS SRAJ
RUPS LPGI
Public Expose LPGI
Laporan Survei Perbankan Triwulan IV 2024
Suku Bunga Acuan Pinjaman untuk Jangka Waktu 5 Tahun China (Pukul 8:15)
Suku Bunga Acuan Pinjaman untuk Jangka Waktu 1 Tahun China (Pukul 8:15)