Investor Pilih Lepas, Jelang Akhir Pekan Harga SBN Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 June 2021 19:53
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan Jumat (11/6/2021), karena investor merespons negatif dari rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang naik pesat pada periode Mei 2021.

Investor sebagian besar melepas SBN hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) SBN acuan di hampir semua tenor. Hanya SBN bertenor 5 tahun dan 30 tahun yang yield-nya mengalami penurunan dan masih diburu oleh investor pada hari ini.

Yield SBN bertenor 5 tahun turun 3,5 basis poin (bp) ke level 5,221%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun juga turun 0,1 bp ke level 6,874%.

Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara mengalami kenaikan sebesar 8,9 bp ke posisi 6,434% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari Negeri Paman Sam, yield obligasi pemerintah (Treasury) acuan terpantau bergerak turun pada Jumat pagi waktu AS, setelah rilis data inflasi pada periode Mei 2021.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun turun 1,6 basis poin ke level 1,443% pada pukul 04:15 waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan pasar Kamis (10/6/2021) di level 1,459%.

Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei mencapai angka 5% secara tahunan, menjadi yang tercepat sejak 2008. Inflasi inti, yang mengecualikan harga makanan dan energi,menguat 3,8% atau yang tercepat dalam 3 dekade.

Kenaikan inflasi tersebut dipengaruhi harga mobil bekas yang naik lebih dari 7%, dan menyumbang sepertiga pertumbuhan IHG, menurut BLS. Kenaikan ini merupakan fenomena sesaat terkait dengan pandemi dan suplai mobil bekas.

Angka ini jauh di atas polling ekonom oleh Dow Jones yang mengestimasikan angka 4,7%. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelumnya memperkirakan kenaikan inflasi tidak akan terjadi secara permanen, karena hanya ditopang oleh stimulus.

Di sisi lain, klaim tunjangan pengangguran baru per pekan lalu mencapai 376.000 unit, atau mirip dengan estimasi Dow Jones sebesar 370.000. Ini masih merupakan level yang terendah di era pandemi.

"Dari data yang ada, kontribusi kuat muncul dari sektor yang pulih cepat sejak pembatasan sosial terkait pandemi dilonggarkan," tutur Charlie Ripley, perencana investasi senior Allianz Investment Management, seperti dikutip CNBC International.

Hal tersebut, lanjut dia, membuktikan bahwa tekanan inflasi tidak berlangsung lama melainkan disumbang sektor yang terkait dengan arus suplai barang yakni mobil dan truk.

Ekonom dalam polling Reuters memperkirakan The Fed baru mengumumkan pengurangan pembelian obligasi di pasar pada Agustus atau September mendatang, dan diikuti pemangkasan pembelian obligasi pada awal tahun 2022.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular