Newsletter

G-7 Sepakat Jegal China, Siap-siap Perang Dagang Lagi?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
14 June 2021 06:36
Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam Pertemuan G7
Foto: Presiden AS Joe Biden (kanan) berbicara dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, selama pertemuan mereka menjelang KTT G7 di Cornwall, Inggris, Kamis 10 Juni 2021. (Toby Melville/Pool Photo via AP)

Menanti rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS, pelaku pasar hari ini akan mengukur kembali prospek perdamaian perdagangan global usai berakhirnya pertemuan G-7.

Hasil pertemuan pemimpin tujuh negara maju hari ini berakhir dengan kesepakatan seputar tiga hal, yang pada intinya adalah mengatasi manuver China di kancah global.

Pertama, mereka menyepakati dana untuk membagikan 1,1 miliar vaksin bagi negara miskin dan berkembang, berkebalikan dari kebijakan mereka sebelumnya yang cenderung proteksionistis dengan mendesak produsen vaksin mengutamakan pasokan bagi negara Eropa dan AS.

Sebelumnya, AS berulangkali menuduh China melakukan "diplomasi vaksin" meski mereka gagal memasok vaksin murah bagi negara berkembang. Uni Eropa bahkan bersitegang dengan AstraZeneca karena tak rela negaranya dinomorduakan. Dus, kesepakatan ini bakal membuat dominasi China dalam bantuan vaksin di negara berkembang dan miskin tersaingi.

Selain itu, mereka juga sepakat menghadang China terkait dengan "praktik ekonomi non-pasar" mereka, dan "pelanggaran" Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap aktivis pro-demokrasi di Hongkong dan kalangan minoritas Uyghur, Xinjiang.

"Terkait dengan China, dan kompetisi di ekonomi global, kami akan terus berkonsultasi dengan pendekatan kolektif untuk menantang kebijakan dan praktik non-pasar yang menekan operasi ekonomi global yang transparan dan wajar," demikian tertulis dalam komunike yang mereka sepakati.

Terakhir, mereka memberlakukan pajak minimal sebesar 15% dalam skala global bagi perusahaan raksasa yang beroperasi lintas negara (multinational corporation/MNC). Aturan pajak ini bakal memaksa perusahaan global termasuk juga yang berbasis di China untuk tunduk pada ketentuan perpajakan di negara Barat, yang pada umumnya berujung pada kewajiban transparansi keuangan selaku wajib pajak.

Sentimen terakhir ini sempat memberikan pukulan bagi saham-saham perusahaan teknologi di Nasdaq seperti Facebook dan Google, karena akan sedikit menggerus profitabilitas mereka. Aksi jual atas saham mereka berpeluang terjadi hari ini, yang dalam skala ringan bisa memicu aksi jual diĀ bursa global.

Pasar akan memantau respons China dan peluangnya membentuk aliansi dengan sekutunya seperti Rusia dan Iran untuk menandingi manuver blok Barat tersebut. Jika muncul reaksi demikian, maka besar peluang akan terjadi kembali polarisasi ekonomi dan perang dagang, yang sejak tahun 2019 telah mengganggu rantai pasokan gobal di dunia.

Dari dalam negeri, belumĀ ada suntikan kabar positif dan bahkan sentimen negatif masih merebak dari sisi penanganan pandemi. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus melonjak dengan kasus positif Covid-19 dalam tiga minggu terakhir naik 53,4%.

Pada Kamis, 10 Juni 2021 untuk pertama kalinya penambahan kasus harian mencapai angka lebih dari 8.000 kasus, tertinggi sejak 25 Februari. Daerah yang mengalami peningkatan kasus paling besar adalah, DKI Jakarta mengalami peningkatan kasus sebesar 302% dalam 10 hari terakhir. Pada Jumat lalu, ada 2.293 kasus baru dalam sehari di Jakarta.

Lonjakan juga terjadi di Jawa Tengah setelah Gubernur Ganjar Pranowo mengungkapkan varian baru virus corona asal India (B1617) sudah ditemukan di Kabupaten Kudus. Dia meminta dukungan masyarakat dalam menekan penyebaran virus penyebab Covid-19 tersebut.

Temuan itu berdasarkan uji Whole Genome Sequencing (WGS) pada sampel pasien Covid-19 di Kudus. Varian virus India memiliki sifat yang lebih mudah menular, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Dari AS, pemodal hari ini bisa mencermati ekspektasi inflasi sektor konsumer per Mei di Amerika Serikat (AS), yang menurut prediksi Tradingeconomics akan berujung pada kenaikan sebesar 3,8%, atau lebih tinggi dari posisi April sebesar 3,4%.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular