Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,94% ke 6.036,17. Padahal IHSG mengawali hari dengan mantap di jalur hijau.
Sepertinya investor mulai mencairkan keuntungan dari pasar saham Indonesia. Maklum, IHSG sudah melesat 7,55% sejak awal Desember. Sepanjang kuartal IV-2020, kenaikannya mencapai nyaris 24%. Luar biasa...
Meski pasar saham merah, tidak demikian dengan pasar obligasi pemerintah. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah berbagai tenor membukukan penurunan, pertanda harga instrumen ini sedang naik.
Masih derasnya aliran modal di pasar Surat Berharga Negara (SBN) membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat. Kemarin, rupiah terapresiasi 0,21% ke Rp 14.110/US$ di perdagangan pasar spot.
Namun rupiah tidak sendiri. Hampir seluruh mata uang utama Asia mampu menguat di hadapan dolar AS, hanya ringgit Malaysia yang terunduk lesu sendirian karena terdepresiasi.
Berpindah ke Wall Street, tidak indeks utama di bursa saham New York ditutup melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,2%. S&P 500 terkoreksi 0,21%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,43%.
Penurunan DJIA dkk relatif terbatas, menandakan koreksi yang terjadi masih sehat. Wajar apabila investor melakukan aksi jual, sebab kemarin tiga indeks itu menguat dan menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Selain itu, investor tidak yakin dengan prospek kenaikan stimulus fiskal AS. Sebagai informasi, House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk kongres) menyepakati kenaikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari US$ 600 menjadi US$ 2.000. ini sesuai dengan keinginan Presiden Donald Trump.
Menariknya, justru kubu oposisi Partai Demokrat yang sepakat dengan Trump. Dalam pemungutuan suara, 231 orang anggota House dari Demokrat memberikan persetujuan sementara hanya dua orang yang menolak.
Justru para anggota dari Partai Republik pendukung pemerintah yang menolak. Sebanyak 144 orang anggota House dari Grand Old Party, hanya 44 orang yang memberi "yea".
Namun agar sah menjadi Undang-undang, kenaikan itu harus mendapat restu dari kamar lainnya yaitu Senat. Masalahnya, Senat dikuasai oleh Partai Republik.
"House telah mengambil langkah tegas dengan mengesahkan bantuan sebesar US$ 2.000. Saya serahkan ini ke Senat.
"Para Pekerja, keluarga, dan seluruh rakyat sangat membutuhkan bantuan. Seluruh anggota Senat dari Demokrat mendukung perubahan ini. Mohon anggota dari Republik tidak menghalangi," tegas Chuck Schumer, Pimpinan Partai Demokrat di Senat, dalam cuitan di Twitter.
Sepertinya pelaku pasar kurang yakin kenaikan BLT untuk mengatasi dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) itu bakal gol. Pasalnya, Republik yang menguasai Senat sejak lama tidak sepakat dengan stimulus fiskal yang terlalu besar karena menyebabkan pembengkakan utang dan menambah beban negara.
"Sepertinya para anggota Senat dari Republik akan mengikuti pemimpinnya (Mitch McConnell). Saya melihat McConnell akan menghancurkan semua dan sepertinya bantuan US$ 2.000 tidak akan terjadi," kata Stephen Massocca, Senior Vice President di Wedbush Securities yang berbasis di San Francisco, sebagaimana diwartakan Reuters.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang kurang enak. Dikhawatirkan Wall Street yang merah akan membuat mood invwstor di pasar keuangan Asia sudah jelek sebelum 'bertanding'.
Sentimen kedua, apalagi kalau bukan soal pandemi virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 29 Desember 2020 mencapai 80.155.187 orang. Bertambah 444.437 orang (0,56%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Masih tingginya kasus corona membuat sejumlah negara memberlakukan pembatasan sosial (social distancing) yang lebih ketat. Di AS, California (negara bagian dengan jumlah pasien terbanyak) diperkirakan bakal memperpanjang aturan larangan berkumpul dan penutupan bidang usaha non-esensial selama tiga pekan lagi.
"Ini adalah periode yang melelahkan," keluh Gavin Newsom, Gubernur California sebagaimana diwartakan Reuters.
Kini dunia dibuat cemas oleh virus corona varian baru yang tidak hanya mewabah di Inggris tetapi sudah ditemukan di berbagai negara. Oleh karena itu, respons yang dilakukan adalah menutup pintu bagi orang asing.
Indonesia adalah salah satu negara yang melakukan itu. Per 1 Januari 2020, warga negara asing dari hampir seluruh negara dilarang memasuki Ibu Pertiwi. Kebijakan ini berlaku selama dua pekan dan bisa diperpanjang.
Setelah sedikit demi sedikit mulai terbuka, sekarang dunia kembali cenderung tertutup. Mobilitas dan ativitas warga lagi-lagi harus dibatasi untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu.
Kalau kondisinya seperti ini terus, maka roda ekonomi tidak akan berputar kencang. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih akan terjadi, pengangguran di mana-mana, jumlah warga miskin bertambah. Social distancing mungkin bisa menyelamatkan nyawa, tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal.
Sentimen ketiga, investor rasanya masih perlu memantau dinamika kurs dolar AS. Kemungkinan mata uang Negeri Paman Sam masih tertekan pada perdagangan hari ini.
Pada pukul 03:43 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,41%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini anjlok hampir 2% dan sejak awal kuartal IV-2020 sudah ambrol lebih dari 4%.
Dolar AS memang sedang apes. Data US Commodity Futures Trading Commission menyebutkan, nilai posisi jual (short) terhadap dolar AS pada pekan yang berakhir 21 Desember 2020 adalah US$ 30,15 miliar. Ini adalah nilai tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
Artinya, investor memang masih cenderung melepas dolar AS. Tren suku bunga rendah di Negeri Adidaya yang mungkin bertahan dalam hitungan tahun membuat berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS menjadi kurang menarik.
Instrumen berbasis rupiah bisa menjadi alternatif bagi pelaku pasar. Misalnya, selisih (spread) antara yield obligasi pemerintah Indonesia dan AS bertenor 10 tahun adalah 492,96 basis poin (bps). Sangat menarik bukan?
Oleh karena itu, sepertinya tren penguatan rupiah di hadapan dolar AS masih akan berlanjut. Sebab, berinvestasi di Indonesia lebih 'seksi' ketimbang AS. Derasnya arus modal ke pasar keuangan Indonesia akan berkontrbusi terhadap keperkasaan rupiah.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data penjualan ritel Korea Selatan periode November 2020 (06:00 WIB).
- Rilis data produksi industri Korea Seltan periode November 2020 (06:00 WIB).
- Penutupan perdagangan 2020 di Bursa Efek Indonesia.
- Rilis data uang beredar Indonesia periode November 2020 (10:00 WIB).
- Rilis data stok minyak AS periode pekan yang berakhir 25 Desember 2020 (22:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA