Kemarin, IHSG ditutup menguat tajam 1,41% ke 6.093,55. Ini membuat IHSG jadi indeks saham terbaik di Asia.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis 0,07% ke Rp 14.140 di perdagangan pasar spot. Pergerakan rupiah kurang dinamis, perubahannya tipis-tipis saja.
Minat investor terhadap aset-aset berisiko meningkat setelah muncul perkembangan terbaru dari AS. Akhirnya Presiden Donald Trump meneken Undang-undang (UU) anggaran negara tahun fiskal 2021 yang bernilai US$ 2,3 triliun. Pemerintah AS pun terhindar dari penutupan sementara (shutdown).
Sebelumnya, Trump ogah membubuhkan tanda tangan di UU itu karena menilai stimulus fiskal untuk mengatasi dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disase-2019/Covid-19) terlalu sedikit. Kongres menyepakati Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai US$ 600 sementara Trump ingin di US$ 2.000.
"Saya menandatangani ini dengan pesan yang kuat kepada kongres bahwa belanja-belanja yang tidak berguna harus dihapus. Uang yang lebih banyak akan segera datang," tegasnya, sebagaimana diwartakan Reuters.
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York ditutup menguat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,68% ke 30.403,97, S&P500 terangkat 0,87% menjadi 3.735,36, dan Nasdaq Composite bertambah 0,74% jadi 12.899,42. Ketiganya menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.
"Pasar saham terimbas sentimen positif dari pengesahan stimulus fiskal, ini adalah sesuatu yang baik. Anda bisa melihat bahwa kebijakan fiskal dan moneter sama-sama mendukung stabilitas.
"Di sisi kesehatan, ada harapan dengan kehadiran vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kondisi secara umum suportif untuk pasar saham," jelas Terry Sandven, Chief Equity Strategist di US Bank Wealth Management yang berbasis di Minneapolis, seperti dikutip dari Reuters.
Saham-saham yang sempat terpukul hebat karena pandemi virus corona mulai bangkit lagi. Misalnya indeks saham penerbangan di S&P 500 menguat 1,5% seiring guyuran stimulus fiskal US$ 15 miliar ke sektor ini.
Sentimen positif juga datang dari Eropa. Akhir pekan lalu, Benua Biru memulai proses vaksinasi massal untuk melawan virus corona.
"Kita punya 'senjata' baru melawan virus: vaksin. Sekali lagi, kita harus berdiri bersama," sebut Emmanuel Macron, Presiden Prancis, dalam cuitan di Twitter.
Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga hijaunya brsa saham New York dapat menjadi pelecut semangat investor di Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah perkembangan pandemi virus corona. Ternyata walau sudah ada vaksin, belum tentu masyarakat bersedia menerimanya.
Survei yang dilakuka IPSOS di 15 negara menyebutkan bahwa hanya 54% warga Prancis yang mau disuntik vaksin. Sedangkan di Italia dan Spnyol jumlahnya 64%, kemudian di Inggris 79%.
"Sepertinya belum pernah dalam sejarah pembuatan vaksin bisa sedemikian cepat. Saya tidak bilang jangan ada vaksinasi, tetapi saya tidak ingin ada vaksin yang belum teruji disuntikkan kepada saya dan anak-anak saya," tegas Ireneusz Sikorski, seorang perempuan warga Warsawa (Polandia), seperti dikutip dari Reuters.
"Di sekitar saya tidak ada yang kena Covid-19. Bukan berarti saya tidak percaya Covid-19, karena jelas banyak orang yang meninggal dunia. Namun untuk sekarang, saya belum ingin divaksin," kata German, warga Tenerife (Spanyol), seperti diberitakan Reuters.
Padahal vaksin adalah harapan utama, the game changer, kunci untuk menuju hidup normal seperti dulu. Vaksin (kalau efektif) akan membuat tubuh mampu melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Ketika sebagian besar penduduk dunia sudah disuntik vaksin, maka akan terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity). Rantai penularan akan terputus, pandemi bisa diakhiri, hidup akan normal dan indah seperti dulu lagi.
Jika masih ada yang belum divaksin, maka akan ada hambatan dalam menciptakan herd immunity. Pandemi akan bertahan lebih lama, pembatasan masih akan terjadi di mana-mana, roda ekonomi sulit berputar kencang.
Sentimen ketiga, investor perlu mewaspadai potensi kebangkitan dolar AS. Pada pukul 03:39 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%.
Maklum, mata uang Negeri Paman Sam sudah lama 'teraniaya'. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index anjlok 1,56% dan sejak kuartal IV-2020 koreksinya mencapai 3,76%.
Selain itu, kebutuhan valas korporasi akan tinggi pada akhir bulan. Ada kebutuhan untuk membayar impor, utang jatuh tempo, dividen, dan sebagainya. Ini akan membuat penguatan dolar AS jadi semakin beralasan.
"Kita akan segera memasuki liburan, tidak banyak yang bisa menggerakkan pasar. Mungkin ini hanya rebound sementara bagi dolar AS," ujar Daniel Pavilonis, Senior Market Strategist di RJO Futures, seperti dikutip dari Reuters.
Ya, sepertinya penguatan ini (jika terjadi) akan fana belaka. Ke depan, prospek dolar AS rasanya masih akan suram.
Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters, pelaku pasar memperkirakan tren pelemahan dolar AS asih akan terjadi pada 2021. Sebanyak 51 dari 72 ekonom/analis (70,83%) memperkirakan tren depresiasi mata uang Negeri Adidaya masih bertahan hingga setidaknya pertengahan tahun depan. Sementara 21 orang respoden (29,17) memperkirakan tren pelemahan akan berbalik sebelum tengah tahun.
 Sumber: Reuters |
"Dolar AS masih terlalu mahal (overvalued) karena sudah menguat selama kurang lebih dua tahun terakhir. Dengan perbedaan kebijakan moneter antara AS dengan negara-negara maju lainnya, keuntungan investasi jadi lebih menarik di negara-negara lain," kata Kit Juckes, Head of FX Strategy di Societe Generale, seperti dikutip dari Reuters.
"Kita semua tahu bahwa dolar melemah, tetapi tidak ada mata uang lain yang cukup atraktif sebagai sarana berinvestasi. Namun kini dengan kenakan harga komoditas, ada tempat untuk menaruh uang," ujar Steve Englander, Head of Global G10 FX Research di Standard Chartered, seperti diberitakan Reuters.
Berikut sejumlah agenda dan riils data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data indeks keyakinan konsumen Korea Selatan periode Desember 2020 (04:00 WB).
- Rilis data angka pengangguran Brasil periode Oktober 2020 (19:00 WIB).
- Rilis data indeks harga perumahan AS periode Oktober 2020 (21:00 WB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (kuartal III-2020 YoY) | -3,49% |
Inflasi (November 2020 YoY) | 1,59% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2020) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020) | 0,36% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020) | US$ 2,05 miliar |
Cadangan Devisa (November 2020) | US$ 133,56 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA