Polling CNBC Indonesia

Ekspor-Impor Diramal Nyungsep Lagi, RI Kian Dekati Resesi...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 August 2020 09:20
Aktifitas Peti Kemas di Daerah Priok. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNC Indonesia - Ada kabar yang kurang sedap menerpa perekonomian Indonesia. Setelah membaik pada Juni 2020, kinerja perdagangan internasional pada bulan berikutnya kemungkinan kembali mengendur.

Ya, kinerja ekspor-impor pada tengah tahun 2020 sempat memunculkan harapan. Kala itu ekspor meningkat 2,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini menjadi kali pertama ekspor mampu tumbuh positif setelah tiga bulan beruntun mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).

Sedangkan impor pada Juni memang masih terkontraksi -6,36% YoY. Namun ini menjadi kontraksi paling tipis sejak Februari.

Badan Pusat Statistik akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Juli pada Selasa pekan ini. Nah, inilah kabar buruknya...

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor kembali terkontraksi dalam yaitu -18,205% YoY. Kontraksi impor bahkan lebih parah lagi yaitu -22,965% YoY. Ini membuat neraca perdagangan diramal surplus US$ 629 juta.

Institusi

Pertumbuhan Ekspor (%YoY)

Pertumbuhan Impor (%YoY)

Neraca Perdagangan (US$ Juta)

CIMB Niaga

-25.6

-34

1250

BNI Sekuritas

-18.09

-20.85

375.3

Maybank Indonesia

-19.08

-23.47

629

Bank Danamon

-17.16

-21.02

544

Citi

-15.9

-19.5

500

Bank Permata

-17.1

-25.4

1240

BCA

-20.5

-27.8

1078.9

Bank Mandiri

-18.32

-22.46

540.52

Moody's Analytics

-

-

1100

MEDIAN

-18.205

-22.965

629

Meski neraca perdagangan tidak tekor, tetapi kejatuhan ekspor-impor yang begitu dalam tentu membuat alarm tanda bahaya kembali menyala. Jangan-jangan pemulihan ekonomi pada kuartal III-2020 hanya harapan semu, pepesan kosong, palsu belaka...

Sebagai gambaran, ekspor menyumbang rata-rata 18,61% kepada Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 10 tahun terakhir. Tahun ini, sepertinya ekspor sangat sulit untuk diharapkan untuk memberi kontribusi positif terhadap pembentukan PDB, yang ada malah menggerus alias membebani.

Sementara impor memang menjadi faktor pengurang dalam PDB, net ekspor adalah ekspor dikurangi impor. Namun jangan lupa, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal. Impor semacam ini dibutuhkan untuk menggenjot produksi dan investasi.

Dalam hal pembentukan PDB dari sisi pengeluaran, investasi alias Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) rata-rata menyumbang 32,17% dalam 10 tahun terakhir. Jadi kalau PMTB sampai tumbuh negatif, tergambar dari minimnya importasi bahan baku/penolong dan barang modal, maka sulit berharap ekonomi bisa positif.

Apa boleh buat, perdagangan internasional memang di luar kendali pemerintah maupun bank sentral. Walau pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah mati-matian menggenjot ekspor, kalau permintaan di luar sedang lesu mau bilang apa?

Setelah agak melambat pada Maret-April, penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menggila kembali pada Juni-Juli. Sebab, pemerintah di berbagai negara memang melonggarkan pembatasan sosial (social distancing) karena ya itu tadi, penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini sempat melambat.

Seiring pembukaan kembali 'keran' aktivitas masyarakat setelah berbulan-bulan #dirumahaja, kontak dan interaksi antar-manusia pun meningkat. Walau ada batasan protokol kesehatan, tetapi tetap saja ada peningkatan intensitas. Ini membuat virus corona lebih mudah menyebar.

Pada Maret-April, rata-rata jumlah pasien baru bertambah 49.262,98 orang dalam sehari. Kemudian pada Juni-Juli, jumlahnya melonjak menjadi 197.273,6 orang per hari. Luar biasa...

Lonjakan kasus corona membuat pemerintahan di sejumlah negara kembali mengetatkan social distancing, walau dengan 'dosis' yang lebih kecil. Social distancing tidak lagi berlaku di seluruh negeri, tetapi dalam lingkup kota atau provinsi/negara bagian.

Namun kalau semakin banyak wilayah yang kembali menutup diri, lama-lama menjadi semakin luas bukan? Tren reopening berubah menjadi reclosing dalam waktu singkat.

Misalnya di AS. Mengutip data Covid Tracking Project yang disajikan oleh Vox, hingga 12 Agustus hanya 13 dari 50 negara bagian yang memiliki tingkat kasus positif harian (rasio temuan kasus positif terhadap pengujian) di bawah 5%. Jumlahnya tidak sampai 50%.

coronaVox

Kemudian berdasarkan data yang dikompilasi oleh New York Times dan US Census Bureau, mayoritas negara bagian memiliki jumlah kasus baru per kapita di atas 4 per 100.000 orang. Artinya, virus masih menyebar dengan cepat dan luas.

coronaVox

Akibatnya, berbagai negara bagian yang awalnya menerapkan reopening putar balik menjadi reclosing. Di Texas, Gubernur Greg Abbott kembali memberlakukan aturan batasan pengunjung restoran maksimal 50% dan mewajibkan izin dari pemerintah atas acara yang mengumpulkan 100 orang atau lebih. Sementara di Washington, Oregon, Utah, Louisiana, New Mexico, dan sebagainya, rencana untuk menambah kadar reopening ditunda dulu mengingat terjadi ledakan kasus baru.

Apesnya, situasi ini tidak hanya terjadi di AS. Bahkan lonjakan kasus corona pun terjadi di negara-negara yang awalnya digadang-gadang sudah 'menang perang' seperti Vietnam dan Selandia baru. Dua negara ini pun terpaksa kembali mengetatkan social distancing.

Kegiatan warga yang pada Juni sempat meningkat kembali 'tiarap'. Permintaan yang awalnya meningkat harus turun lagi. Kelesuan perdagangan dunia tercermin dari Baltic Dry Index.

Pada Juni, indeks ini bergerak dalam tren meningkat dari di bawah 1.000 menjadi 1.700-an pada akhir bulan. Baltic Dry Index sempat melesat ke hampir 2.000 pada pertengahan Juli, tetapi kemudian ambles ke kisaran 1.300 pada akhir bulan itu. Hingga pertengahan Agustus, Baltic Dry Index belum bisa menyamai pencapaian medio Juli.

Dengan prospek ekspor-impor yang suram pada Juli, Indonesia patut waspada. Sebab kebangkitan ekonomi yang digadang-gadang bakal terjadi pada paruh kedua 2020 kemungkinan bakal tertunda.

Lebih mencemaskan lagi, risiko Indonesia untuk jatuh ke jurang resesi sepertinya masih tinggi. Kalau ekspor-impor tidak bisa bangkit pada Agustus dan September, maka bukan tidak mungkin PDB Tanah Air pada kuartal III-2020 masih akan berada di zona negatif seperti pada kuartal sebelumnya. Kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun adalah definisi dari resesi.

Amit-amit jabang bayi...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular