
Newsletter
Yes! Indeks Dolar AS Akhirnya Melemah, Ayo Manfaatkan!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 July 2019 06:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk kali ketiga berturut-turut pasar finansial dalam negeri berakhir di zona merah. Mata Uang Garuda mengakhiri perdagangan Rabu (24/7/19) di level 13.990/US$ atau melemah 0,07%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,29% di level 6.384,99.
Sejak awal pekan, sentimen yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial global masih gitu-gitu aja, belum ada "barang" baru yang bisa membuat pergerakan lebih jauh. Alhasil baik pergerakan rupiah dan IHSG mirip dengan hari sebelumnya.
Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 0,5 basis poin menjadi 7,266%.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Dengan demikian kenaikan yield berarti para investor banyak melepas SUN sehingga harganya turun.
Rupiah terus tertahan di zona merah, bahkan sempat menembus ke atas 14.000/US$, sebelum akhirnya perlahan bangkit dan mengakhiri perdagangan di bawah level psikologis tersebut. Sementara IHSG menghijau di awal, kemudian berakhir di zona merah. Sama persis dengan pergerakan hari Selasa (23/7/19).
Dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa di perdagangan sesi Asia terus menekan rupiah, yang pada akhirnya turut menyeret turun IHSG. Investor asing memegang peran penting dalam membuat IHSG terkoreksi pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 342 miliar di pasar reguler.
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham tanah air menjadi opsi yang sangat mungkin untuk diambil.
Kabar gembira dari rencana perundingan dagang AS-China belum sanggup mendongkrak kinerja pasar finansial dalam negeri.
Tanda-tanda akan adanya negosiasi dagang sudah muncul pada Senin (22/3/2019) lalu. Kantor berita Xinhua melaporkan China bersedia membeli lebih banyak produk pertanian asal AS. Komisi Tarif dan Kepabeanan China dikabarkan sedang mengurus izin impor tersebut.
"Kementerian terkait di China berharap AS bisa segera bertemu dengan pemerintah, dan ingin agar AS menepati janjinya," tulis berita Xinhua.
Sementara itu Presiden AS Donald Trump juga bersedia melonggarkan sanksi bagi raksasa teknologi China, Huawei, sebagai balasan niat baik China membeli produk pertanian AS.
Pada Selasa waktu AS, CNBC International melaporkan negosiator AS akan terbang ke China antara hari Kamis atau Jumat pekan depan untuk melakukan perundingan. Lamanya negosiasi hingga mencapai hasil diperkirakan akan memakan waktu enam bulan.
Meski cukup panjang sampai bisa diketahui apakah kedua negara akhirnya sepakat mengakhiri perang dagang, tetapi mulai mesranya lagi hubungan kedua negara memberikan hawa optimistis di pasar finansial.
Namun apa daya, sentimen positif dari eksternal belum mampu menambah tenaga di pasar finansial Tanah Air. Apalagi, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
Hal tersebut membebani sentimen pelaku pasar, dan patut diingat kembali, pada Jumat (19/7/19) rupiah mencapai level terkuat 1 tahun dan IHSG di level tertinggi sejak 2 Mei, sehingga aksi ambil untung atau profit taking terus terjadi.
Halaman Selanjutnya>>>
Sejak awal pekan, sentimen yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial global masih gitu-gitu aja, belum ada "barang" baru yang bisa membuat pergerakan lebih jauh. Alhasil baik pergerakan rupiah dan IHSG mirip dengan hari sebelumnya.
Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 0,5 basis poin menjadi 7,266%.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Dengan demikian kenaikan yield berarti para investor banyak melepas SUN sehingga harganya turun.
Rupiah terus tertahan di zona merah, bahkan sempat menembus ke atas 14.000/US$, sebelum akhirnya perlahan bangkit dan mengakhiri perdagangan di bawah level psikologis tersebut. Sementara IHSG menghijau di awal, kemudian berakhir di zona merah. Sama persis dengan pergerakan hari Selasa (23/7/19).
Dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa di perdagangan sesi Asia terus menekan rupiah, yang pada akhirnya turut menyeret turun IHSG. Investor asing memegang peran penting dalam membuat IHSG terkoreksi pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 342 miliar di pasar reguler.
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham tanah air menjadi opsi yang sangat mungkin untuk diambil.
Kabar gembira dari rencana perundingan dagang AS-China belum sanggup mendongkrak kinerja pasar finansial dalam negeri.
Tanda-tanda akan adanya negosiasi dagang sudah muncul pada Senin (22/3/2019) lalu. Kantor berita Xinhua melaporkan China bersedia membeli lebih banyak produk pertanian asal AS. Komisi Tarif dan Kepabeanan China dikabarkan sedang mengurus izin impor tersebut.
"Kementerian terkait di China berharap AS bisa segera bertemu dengan pemerintah, dan ingin agar AS menepati janjinya," tulis berita Xinhua.
Sementara itu Presiden AS Donald Trump juga bersedia melonggarkan sanksi bagi raksasa teknologi China, Huawei, sebagai balasan niat baik China membeli produk pertanian AS.
Pada Selasa waktu AS, CNBC International melaporkan negosiator AS akan terbang ke China antara hari Kamis atau Jumat pekan depan untuk melakukan perundingan. Lamanya negosiasi hingga mencapai hasil diperkirakan akan memakan waktu enam bulan.
Meski cukup panjang sampai bisa diketahui apakah kedua negara akhirnya sepakat mengakhiri perang dagang, tetapi mulai mesranya lagi hubungan kedua negara memberikan hawa optimistis di pasar finansial.
Namun apa daya, sentimen positif dari eksternal belum mampu menambah tenaga di pasar finansial Tanah Air. Apalagi, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
Hal tersebut membebani sentimen pelaku pasar, dan patut diingat kembali, pada Jumat (19/7/19) rupiah mencapai level terkuat 1 tahun dan IHSG di level tertinggi sejak 2 Mei, sehingga aksi ambil untung atau profit taking terus terjadi.
Halaman Selanjutnya>>>
Next Page
S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Tertinggi
Pages
Most Popular