Newsletter

Harap-harap Cemas: Jangan Sampai Rupiah Tembus 14.000/$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 July 2019 06:46
Harap-harap Cemas: Jangan Sampai Rupiah Tembus 14.000/$
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (23/7/2019), bahkan kali ini cukup dalam hingga mendekati level 14.000/US$. Mata Uang Garuda mengakhiri perdagangan kemarin di level 13.975/US$ atau melemah 0,25%, hari sebelumnya turun tipis 0,07%.

Performa buruk rupiah diikuti oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan dua hari berturut-turut. Berbeda dengan rupiah, IHSG sempat mencicipi zona hijau pada perdagangan kemarin, tetapi seiring berjalannya waktu berbalik melemah dan berakhir di level 6.403,81, melemah 0,46%.



Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 8,3 basis poin menjadi 7,262%.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Dengan demikian kenaikan yield berarti para investor banyak melepas SUN sehingga harganya turun.

Memerahnya pasar finansial dalam negeri terjadi akibat indeks dolar AS yang sangat perkasa. Indeks dolar dibentuk dari enam mata uang dan biasanya dijadikan tolak ukur kekuatan Mata Uang Paman Sam.

Salah satu faktor yang membuat dolar AS menguat adalah tercapainya kesepakatan antara pemerintah dan Kongres AS mengenai batas pagu utang untuk dua tahun ke depan, sehingga tidak akan ada lagi penutupan atau shutdown pemerintahan AS di tahun ini.

Namun, perkasanya dolar juga akibat buruknya perfoma mata uang lawan-lawan utamanya.



Euro yang berkontribusi 57,6% terhadap indeks dolar jeblok akibat European Central Bank (ECB) diprediksi akan memangkas suku bunga di pekan ini, dan di bulan September. Bahkan ECB diramal akan kembali menggelontorkan stimulus dengan program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE). ECB akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (25/7/19) nanti.

Poundsterling juga sama, mata uang Inggris terus mengalami tekanan dalam beberapa hari terakhir, apalagi setelah Boris Johnson resmi menjadi Ketua Partai Konservatif dan otomatis menjadi perdana menteri Inggris.

Boris Johnson merupakan tokoh euroskeptik atau anti Uni Eropa dan merupakan pentolan referendum Inggris 23 Juni 2016 yang menghasilkan keputusan mengejutkan, mayoritas warga Inggris (yang ikut voting) memilih keluar dari Uni Eropa.

Johnson sudah berulang kali menegaskan akan merealisasikan Brexit pada 31 Oktober, dengan kesepakatan ataupun tanpa kesepakatan (no-deal) sekalipun.



No-deal Brexit merupakan kejadian yang paling ditakuti pelaku pasar di tahun ini, ekonomi Negeri Ratu Elizabeth diprediksi akan jeblok. Bank sentral Inggris (Bank of England/BOE) bahkan memperkirakan Inggris akan mengalami resesi terburuk sejak perang dunia kedua jika no-deal Brexit terjadi.

Berbagai faktor tersebut membuat dolar AS berjaya, apalagi ditambah dengan ketegangan di Timur Tengah, membuat daya tarik dolar AS semakin menguat.

Hal ini diperparah dengan minimnya sentimen dari dalam negeri Indonesia. Euforia pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) sepertinya sudah berakhir. Pasar finansial Indonesia pun akhirnya tertekan.

Namun, yang perlu diingat sebelum pekan ini baik rupiah dan IHSG mencatat performa yang impresif. Mata Uang Garuda mencapai level terkuat satu tahun sementara IHSG mencapai titik tertinggi sejak 2 Mei, sehingga wajar jika ada pelemahan akibat aksi ambil untung atau profit taking. Tetapi pelemahan ini jangan sampai keterusan, apalagi rupiah sudah dekat level psikologis 14.000/US$.

Halaman Selanjutnya >>>
Bursa saham AS (Wall Street) menguat pada perdagangan Rabu setelah negosiasi dagang AS-China dikabarkan akan dimulai pekan depan. Selain itu laporan earning emiten yang lebih bagus dari prediksi juga memberikan sentimen positif.

Tanda-tanda akan adanya negosiasi dagang sudah muncul pada Senin (22/3/2019) lalu. Ini setelah kantor berita Xinhua melaporkan China bersedia membeli lebih banyak produk pertanian asal AS. Komisi Tarif dan Kepabeanan China dikabarkan sedang mengurus izin impor tersebut.



"Kementerian terkait di China berharap AS bisa segera bertemu dengan pemerintah, dan ingin agar AS menepati janjinya," tulis berita Xinhua.

Sementara itu Presiden Donald Trump juga bersedia melonggarkan sanksi bagi raksasa teknologi China, Huawei, sebagai balasan niat baik China membeli produk pertanian AS.

Pada Selasa waktu AS, CNBC International melaporkan negosiator AS akan terbang ke China antara hari Kamis atau Jumat pekan depan untuk melakukan perundingan. Lamanya negosiasi hingga mencapai hasil diperkirakan akan memakan waktu enam bulan.

Meski cukup panjang sampai bisa diketahui apakah kedua negara akhirnya sepakat mengakhiri perang dagang, tetapi mulai mesranya lagi hubungan kedua negara memberikan hawa optimistis di pasar finansial.



Dari lantai bursa, saham Coca-Cola melesat naik 6% setelah melaporkan pendapatan yang lebih tinggi dari prediksi. Hal yang sama juga terjadi pada United Technologies dengan harga sahamnya naik 1,5%.

Lebih dari 18% emiten di S&P 500 sejauh ini sudah melaporkan laba/rugi, sebanyak 78,5% di antaranya melaporkan earning yang lebih bagus dari ekspektasi, dengan pertumbuhan agregat 3,6%, berdasarkan data dari FactSet yang dilaporkan CNBC International. Dua faktor tersebut membuat ketiga indeks di Wall Street menghijau, indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing menguat 0,7%, sementara Nasdaq naik 0,6%.


Halaman Selanjutnya >>> Wall Street yang menghijau tentunya mengirim hawa positif ke bursa Asia pada perdagangan hari ini Rabu (24/7/19). Mesranya hubungan AS-China, dan perundingan dagang kedua negara yang akan segera dimulai tentunya membuat risk appetite atau sentimen terhadap aset berisiko para investor meningkat.

Mayoritas bursa saham Asia juga menguat pada Selasa kemarin, begitu juga dengan IHSG di awal perdagangan. Padahal pada perdagangan Senin, Wall Street berakhir di zona merah, sehingga menghijau pasar saham terbesar di dunia tersebut bisa jadi memberikan dorongan tambahan bagi bursa Asia hari ini, ada peluang besar IHSG akan ke zona hijau setelah melemah dua hari berturut-turut.

Isu pelonggaran moneter juga akan menjadi penggerak pasar pada hari ini, mengingat semakin dekatnya dengan pengumuman kebijakan moneter ECB. Dalam waktu sepekan terakhir, spekulasi bank sentral zona euro tersebut akan memangkas suku bunga semakin menguat.

Pemangkasan suku bunga oleh ECB tentunya akan disambut baik oleh pelaku pasar, bursa saham biasanya akan menguat jika hal tersebut terjadi.

Berbeda dengan IHSG, rupiah kemungkinan akan menghadapi tantangan yang agak berat pada hari ini. Indeks dolar melesat naik 0,45% ke 97,69 pada perdagangan Selasa. Level indeks dolar tersebut merupakan yang tertinggi sejak 18 Juni.



Dolar bisa jadi tambah perkasa melihat rilis data aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) zona euro mulai pukul 14:15 WIB. Aktivitas sektor manufaktur blok 19 negara ini akan menjadi perhatian utama. Kontraksi sektor ini menjadi salah satu alasan memburuknya kondisi ekonomi.

Sektor manufaktur zona euro sudah mengalami kontraksi dalam lima bulan berturut-turut. Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa bahkan lebih parah, kontraksi yang terjadi sudah enam bulan beruntun.

Perang dagang AS-China menjadi penyebab utama merosotnya sektor pengolahan ini, dan Jerman terkena dampak yang paling buruk di Benua Biru.

Data aktivitas manufaktur dan jasa dirilis oleh institusi Markit melalui survei terhadap manajer pembelian sehingga disebut juga purchasing manager index (PMI). Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas antara kontraksi dan ekspansi. Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penyusutan aktivitas, sementara di atas 50 menunjukkan ekspansi atau aktivitas yang berkembang.

Jika data-data tersebut dirilis menunjukkan penurunan atau kontraksi yang semakin dalam, spekulasi pemangkasan suku bunga ECB akan semakin menguat-euro akan jeblok-dolar menguat-rupiah kembali terancam.

Sebelum data dari zona euro, Markit juga akan melaporkan data aktivitas sektor manfaktur Jepang pukul 7:30 WIB. Kemudian pada malam hari, pukul 20:45 WIB giliran AS melaporkan data yang sama.

Sama dengan zona euro, sektor pengolahan Negeri Matahari Terbit sudah mengalami kontraksi dalam lima bulan berturut-turut. Hal ini yang membuat bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) juga diprediksi akan melonggarkan kebijakan atau menggelontorkan stimulus moneter.

Ya, isu pelonggaran moneter akan terus mewarnai pasar finansial hingga pekan depan. BOJ akan mengumumkan kebijakannya pada 30 Juli, kemudian disusul oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia).

Apakah rupiah akan melemah hari ini?

Melihat perkasanya dolar AS, serta pergerakan rupiah di pasar Non-Deliverable Market (NDF) bisa jadi rupiah akan melemah lagi hari ini. NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu. Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.



Kurs dolar AS terhadap rupiah di pasar NDF untuk periode satu pekan sudah mendekati level Rp 14.000/US$, tepatnya di Rp 13.988/US$ pada pukul 5:54 WIB, atau melemah 0,04% dibandingkan penutupan perdagangan Selasa, melansir data dari Refinitiv.

Namun, jangan berkecil hati dulu, peluang penguatan rupiah masih terbuka seandainya risk appetite investor semakin membaik pada hari ini. Dan potensi tersebut ada melihat hubungan mesra AS-China, serta kemungkinan pelonggaran moneter di zona euro, Jepang, dan AS, sehingga pelaku pasar pasti akan menburu aset-aset yang lebih berisiko namun memiliki imbal hasil tinggi, seperti saham.

Instrumen rupiah juga merupakan aset yang memberikan imbal hasil tinggi, sehingga membaikknya risk appetite bisa membuat Mata Uang Garuda menjadi incaran investor, dan peluang penguatan menjadi terbuka.

Halaman Selanjutnya >>> Berikut Rilis data ekonomi hari ini:
• Aktivitas sektor manufaktur PMI Jepang (7:30 WIB)

• Aktivitas sektor manufaktur PMI Prancis (14:15 WIB)
• Aktivitas sektor jasa PMI Prancis (14:15 WIB)

• Aktivitas sektor manufaktur PMI Jerman (14:30 WIB)
• Aktivitas sektor jasa PMI Jerman (14:30 WIB)

• Aktivitas sektor manufaktur PMI zona euro (15:00 WIB)
• Aktivitas sektor jasa PMI zona euro (15:00 WIB)

• Aktivitas sektor manufaktur PMI AS (20:45 WIB)  Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pekan ini:

• RUPS PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) (Kamis 25 Juli pukul 9:30 WIB) 
• RUPS PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) (Kamis 25 Juli pukul 10:00 WIB)
• RUPS PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) (Jumat 26 Juli pukul 10:00 WIB)
• RUPS PT Suryamas Dutamakmur Tbk (Jumat 26 Juli pukul 10:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Juni 2019 YoY)3,28%
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Juli 2019)5,75%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (1Q-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (1Q-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Juni 2019)US$ 123,8 miliar
  TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular