Newsletter

Kalau Tidak Ada yang Aneh-aneh, Rupiah dan IHSG Siap Melesat

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 January 2019 04:42
Kalau Tidak Ada yang Aneh-aneh, Rupiah dan IHSG Siap Melesat
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan ini dengan mengesankan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, rupiah terapresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah turun signifikan. 

Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup menguat 0,2%. IHSG bergerak stabil di zona hijau tanpa pernah melemah. 

Namun memang dibandingkan dengan bursa saham utama Asia, penguatan IHSG terlihat minimalis. Indeks Nikkei 225 mengakhiri hari dengan lonjakan 2,44%, Hang Seng naik 0,82%, Shanghai Composite bertambah 0,72%, Kospi melesat 1,34%, dan Straits Times melompat 1,42%. 


Sementara rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan signifikan yaitu 1,26%. Berbeda dengan IHSG, rupiah menjadi jawara di Asia. Dalam hal menguat terhadap dolar AS, tidak ada mata uang Benua Kuning yang sebaik rupiah. 


Kemudian yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 10,1 basis poin (bps). Penurunan yield adalah tanda harga instrumen ini sedang naik akibat tingginya permintaan. 


Risk appetite investor memang sedang tinggi, sehingga arus modal mengalir deras ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Penyebabnya adalah pertemuan AS-China di Beijing untuk membahas isu-isu perdagangan. Pertemuan tersebut berlangsung selama 2 hari dan rencananya selesai hari ini. 

"Kedua pihak melakukan pembicaraan yang positif dan konstruktif. Sejak awal, kami meyakini bahwa friksi dagang China-AS bukan hal yang positif bagi kedua negara maupun seluruh dunia. China memiliki keyakinan bahwa berdasarkan kesetaraan dan penghormatan, friksi dagang akan dapat diselesaikan," papar Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengutip Reuters. 

Perang dagang AS-China sepertinya bisa berganti menjadi damai dagang. Harapan itu bukan sekadar harapan, karena tanda-tanda ke arah sana semakin kuat. 

Damai dagang AS-China tentu berdampak positif terhadap perekonomian dunia. Saat dua raksasa ekonomi dunia tidak lagi saling hambat perdagangan, maka arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global akan kembali menggeliat. Risiko perlambatan ekonomi bisa diminimalkan. 


Ini membuat investor tidak bermain aman dan masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang. Hasilnya jelas, IHSG, rupiah, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) menguat. 

Sentimen lain yang ikut meningkatkan risk appetite pasar adalah pernyataan Jerome 'Jay' Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Akhir pekan lalu, Powell mengungkapkan bahwa bank sentral Negeri Paman Sam siap untuk mengubah posisi (stance) kebijakan moneter jika memang dibutuhkan. 

"Kami akan sabar memantau perkembangan perekonomian. Kami selalu siap untuk mengubah stance kebijakan dan mengubahnya secara signifikan," ungkap Powell di depan forum American Economic Association, dikutip dari Reuters. 

Pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali sepanjang 2019, lebih sedikit dibandingkan kenaikan tahun sebelumnya yang mencapai empat kali. Namun dengan data-data ekonomi AS yang melempem, ditambah pernyataan terbaru dari Powell, bisa jadi dosis kenaikan Federal Funds Rate tahun ini dikurangi. Bahkan ada kemungkinan suku bunga acuan diturunkan. 


Melihat potensi The Fed yang kurang hawkish bahkan mungkin mengarah ke dovish, dolar AS pun mundur teratur. Tanpa kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di AS tidak lagi menarik sehingga investor berbondong-bondong menjual dolar AS. Akibatnya, hampir seluruh mata uang Asia mampu menguat di hadapan greenback. Penguatan rupiah bahkan menjadi yang terbaik di Asia, karena ditambah adanya intervensi Bank Indonesia (BI) yang masih aktif 'bergerilya' mengawal mata uang Tanah Air. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York juga berhasil mengawali pekan dengan manis. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,42%, S&P 500 menguat 0,7%, dan Nasdaq Composite melejit 1,26%. 

Sentimen positif dari damai dagang AS-China juga membuat Wall Street bergairah. Teranyar, Washington pun optimistis bahwa perundingan di Beijing akan membawa hasil positif. 

"Saya rasa ada kemungkinan besar bahwa kami akan mencapai kesepakatan yang memuaskan dengan China. Kami akan bisa menerimanya dan mencakup seluruh isu," tegas Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, dalam wawancara dengan CNBC International.  

Pernyataan Ross semakin melambungkan keyakinan bahwa AS dan China akan mampu mencapai kesepakatan damai dagang. Sepertinya perang dagang yang memanas sejak awal tahun lalu bisa segera resmi diakhiri. 

"Ekonomi China sedang melambat, dan AS juga demikian. Jadi sepertinya kedua pihak memang butuh kesepakatan bersama," ujar Tu Xinquan, pengamat dari Beijing University of International Business and Economics, dikutip dari Reuters. 

Tidak cuma buat AS dan China, damai dagang juga akan membuat ekonomi global lebih semarak. Hambatan rantai pasok akan sirna, sehingga arus perdagangan meningkat dan pertumbuhan ekonomi terakselerasi. 

Tingginya minat pasar terhadap aset-aset berisiko seperti saham membuat dolar AS semakin ditinggalkan. Pada pukul 03:43 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,47%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kabar positif dari Wall Street. Hijaunya bursa saham New York diharapkan menjadi katalis bagi kompatriotnya di Asia untuk mencapai prestasi serupa. 

Sentimen kedua adalah perkembangan dialog AS-China di Beijing. Pertemuan tersebut dijadwalkan selesai hari ini, sehingga hasilnya tentu sangat patut untuk disimak. 

Sejak kemarin, optimisme bertebaran baik dari pihak Beijing maupun Washington. Semoga realisasinya sesuai harapan, sehingga damai dagang AS-China benar-benar bisa terwujud. Amin... 

Jika aura positif ini bisa dijaga (atau malah ditingkatkan), maka investor tentu tidak mau bermain aman. Situasi yang kondusif adalah saat yang tepat untuk 'bermain api', masuk ke instrumen-instrumen berisiko yang menjanjikan cuan lebih tinggi. 

Ketika mode ini terpasang, maka pasar keuangan Indonesia akan sangat diuntungkan. Arus modal akan mengalir deras ke pasar keuangan Tanah Air, sehingga lagi-lagi akan memperkuat IHSG, rupiah, dan pasar SBN. 

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ada kemungkinan greenback masih akan tertekan hari ini karena minat investor untuk bermain dengan aset-aset berisiko sedang tinggi. 

Ditambah lagi ada rilis data ekonomi yang kurang mengesankan. Purchasing Managers Index (PMI) non manufaktur AS versi ISM pada Desember 2018 tercatat sebesar 57,6. Agak jauh di bawah pencapaian bulan sebelumnya yaitu 60,7. Angka Desember juga menjadi yang terendah dalam 5 bulan terakhir. 

Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus memble, maka kemungkinan The Fed untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin besar. Bahkan bisa saja Powell dan kolega memutuskan untuk menurunkan Federal Funds Rate. 

Dibayangi oleh prospek kenaikan suku bunga acuan yang semakin samar-samar, dolar AS pun kian nelangsa. Sepertinya dolar AS sudah resmi lengser dari takhta raja mata uang dunia yang disandang tahun lalu. 

Tekanan yang dihadapi dolar AS kembali membuka peluang bagi rupiah untuk menguat. Apabila BI kembali aktif 'bergerilya' di pasar, maka penguatan rupiah bisa jadi tidak terbendung seperti yang terjadi kemarin. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2018 yang sebesar 127. Naik 4,3 poin dibandingkan bulan sebelumnya, dan menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2018.  


Kenaikan IKK mencerminkan optimisme akan perekonomian Indonesia. Konsumen percaya bahwa perkonomian dalam negeri berada dalam keadaan yang kondusif, dan masih akan tumbuh mantap. 

Data IKK akan menjadi sentimen positif yang menambah kepercayaan diri investor untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, data ini akan sangat mempengaruhi sektor barang konsumsi. Sektor ini lumayan tertekan pada perdagangan kemarin, sehingga data IKK diharapkan bisa menjadi 'bayam Popeye' yang membuatnya perkasa. 


Sentimen kelima, masih dari dalam negeri, adalah rilis data cadangan devisa Desember 2018 yang sebesar US$ 120,7 miliar. Naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 117,21 miliar. 

"Peningkatan cadangan devisa pada Desember 2018 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, penerbitan global bonds, dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah," sebut keterangan tertulis BI. 

Cadangan devisa yang semakin tebal tentu membuat BI memiliki amunisi lebih jika ingin melakukan intervensi di pasar. Dengan modal yang lebih tinggi, BI akan lebih mampu menjaga rupiah tetap stabil sesuai nilai fundamentalnya. 

Pelaku pasar juga akan lebih tenang jika BI punya 'peluru' yang cukup untuk mengawal rupiah. Nilai tukar yang stabil dengan volatilitas rendah adalah idaman pelaku pasar, dan itu bisa diwujudkan dengan cadangan devisa yang memadai. 

Sentimen positif yang berserakan baik di dalam maupun luar negeri kemungkinan akan membawa pasar keuangan Indonesia kembali bergerak ke utara alias menguat. Kalau tidak ada yang aneh-aneh (misalnya profit taking atau hasil dialog AS-China tidak sesuai harapan), maka sepertinya IHSG, rupiah, dan pasar SBN akan kembali perkasa. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Kerja menjadi pembicara dalam seminar Outlook Ekonomi 2019 (08:00 WIB).
  • Rilis data IKK Jepang periode Desember 2018 (12:00 WIB).
  • Rilis pembacaan final IKK Zona Euro periode Desember 2018 (17:00 WIB).
  • Rilis data neraca perdagangan AS periode November 2018 (20:30 WIB).
 
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu (WIB)
PT Sentra Food Indonesia (FOOD)IPO09:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5,17%
Inflasi (Desember 2018 YoY)3,13%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2018)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q III-2018)-3,37% PDB
Neraca pembayaran (Q III-2018)-US$ 4,39 miliar
Cadangan devisa (Desember 2018)US$ 120,7 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular