
Awal Pekan yang Cukup Manis untuk IHSG
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 January 2019 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali pekan ini dengan cukup manis, yakni penguatan sebesar 0,2% ke level 6.287,22.
Performa IHSG senada dengan indeks saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 2,44%, indeks Shanghai naik 0,72%, indeks Hang Seng naik 0,82%, indeks Strait Times naik 1,25%, dan indeks Kospi naik 1,34%.
Faktor eksternal yang begitu kondusif membuat investor gencar memburu insturmen berisiko seperti saham. Pada hari ini dan besok (8/1/2019), perundingan tingkat wakil menteri terkait dengan isu-isu perdagangan antara AS dan China digelar di Beijing.
Kementerian Luar Negeri China pada hari ini mengatakan bahwa kedua belah pihak telah mengekspresikan keinginan untuk bekerja sama dalam mengimplementasikan kesepakatan yang telah dicapai antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.
Dalam pertemuan ini, Wakil Perdana Menteri China Liu He yang merupakan tokoh penting dalam negosiasi dagang antar kedua negara ikut hadir. Pelaku pasar lantas menaruh harapan besar bahwa negosiasi ini akan membawa kedua negara satu langkah lebih dekat kepada damai dagang secara permanen.
Maklum, perang dagang yang selama ini berkecamuk antar keduanya terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing, walaupun China nampak menderita kerugian yang lebih besar.
Hal ini terlihat oleh rilis data ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut. Manufacturing PMI periode Desember 2018 versi Caixin diumumkan di level 49,7, turun dari capaian bulan November yang sebesar 50,2. Capaian ini juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,1, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sebagai informasi, data tersebut menggambarkan tingkat aktivitas manufaktur di China dan angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kontraksi pada bulan Desember merupakan yang pertama dalam 19 bulan, seperti dilansir dari CNBC International.
Selain karena perundingan dagang AS-China, pelaku pasar dibuat berbunga-bunga menyusul stance The Federal Reserve selaku bank sentral AS yang nampak telah goyah.
Sepanjang tahun 2018, pasar saham dunia dibuat tertekan oleh kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali (100 bps) yang dieksekusi The Fed.
Pada pertemuannya bulan lalu, The Fed memproyeksikan akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun 2019.
Namun, menjelang akhir pekan Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa bank sentral siap untuk mengubah arah kebijakannya secara signifikan.
"Kami akan sabar memantau perkembangan perekonomian. Kami selalu siap untuk mengubah stance kebijakan dan mengubahnya secara signifikan," ungkap Powell di depan forum American Economic Association pada hari Jumat (4/1/2019), dikutip dari Reuters.
Dengan perekonomian AS yang sudah menunjukkan sinyal-sinyal perlambatan, normalisasi yang tak kelewat agresif tentu menjadi salah satu hal yang diinginkan pelaku pasar saham.
Performa IHSG senada dengan indeks saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 2,44%, indeks Shanghai naik 0,72%, indeks Hang Seng naik 0,82%, indeks Strait Times naik 1,25%, dan indeks Kospi naik 1,34%.
Faktor eksternal yang begitu kondusif membuat investor gencar memburu insturmen berisiko seperti saham. Pada hari ini dan besok (8/1/2019), perundingan tingkat wakil menteri terkait dengan isu-isu perdagangan antara AS dan China digelar di Beijing.
Dalam pertemuan ini, Wakil Perdana Menteri China Liu He yang merupakan tokoh penting dalam negosiasi dagang antar kedua negara ikut hadir. Pelaku pasar lantas menaruh harapan besar bahwa negosiasi ini akan membawa kedua negara satu langkah lebih dekat kepada damai dagang secara permanen.
Maklum, perang dagang yang selama ini berkecamuk antar keduanya terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing, walaupun China nampak menderita kerugian yang lebih besar.
Hal ini terlihat oleh rilis data ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut. Manufacturing PMI periode Desember 2018 versi Caixin diumumkan di level 49,7, turun dari capaian bulan November yang sebesar 50,2. Capaian ini juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,1, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sebagai informasi, data tersebut menggambarkan tingkat aktivitas manufaktur di China dan angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kontraksi pada bulan Desember merupakan yang pertama dalam 19 bulan, seperti dilansir dari CNBC International.
Selain karena perundingan dagang AS-China, pelaku pasar dibuat berbunga-bunga menyusul stance The Federal Reserve selaku bank sentral AS yang nampak telah goyah.
Sepanjang tahun 2018, pasar saham dunia dibuat tertekan oleh kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali (100 bps) yang dieksekusi The Fed.
Pada pertemuannya bulan lalu, The Fed memproyeksikan akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun 2019.
Namun, menjelang akhir pekan Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa bank sentral siap untuk mengubah arah kebijakannya secara signifikan.
"Kami akan sabar memantau perkembangan perekonomian. Kami selalu siap untuk mengubah stance kebijakan dan mengubahnya secara signifikan," ungkap Powell di depan forum American Economic Association pada hari Jumat (4/1/2019), dikutip dari Reuters.
Dengan perekonomian AS yang sudah menunjukkan sinyal-sinyal perlambatan, normalisasi yang tak kelewat agresif tentu menjadi salah satu hal yang diinginkan pelaku pasar saham.
Next Page
Sektor Jasa Keuangan Pimpin Laju IHSG
Pages
Most Popular