Menengok Kondisi Kas Negara di Tengah Ledakan Kasus Covid

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
22 June 2021 09:37
Infografis: Simak! Tarif Baru Pajak Perusahaan & Orang Kaya Berlaku 2022
Foto: Infografis/Simak! Tarif Baru Pajak Perusahaan & Orang Kaya Berlaku 2022/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 219 triliun per Mei 2021.

Realisasi defisit tersebut melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 179,6 triliun. Juga lebih besar dibandingkan defisit APBN pada April 2021 yang mencapai Rp 138,1 triliun atau setara dengan 0,83% dari PDB.

"Sampai dengan Mei 2021 defisit APBN Rp 219 triliun atau 1,32% dari PDB," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Selasa (22/6/2021).

Defisit itu dikarenakan jumlah belanja jauh lebih tinggi dari penerimaan negara. Di mana, realisasi penerimaan negara pada Mei 2021 sebesar Rp 726,5 triliun. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 558,9 triliun dan PNBP sebesar Rp 167,6 triliun.

Kemudian dari sisi belanja, sebesar Rp 945,7 triliun. Angka tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 647,6 triliun, termasuk di dalamnya adalah belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 369,8 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 287,9 triliun.

Belanja negara juga termasuk di dalamnya adalah Transfer Daerah dan Dana Desa yang sebesar Rp 298 triliun, terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 275,7 triliun dan dana desa sebesar Rp 22,3 triliun.

"Belanja negara tumbuh 12,05%, utamanya didorong oleh belanja barang untuk mendukung pemulihan, antara lain biaya perawatan pasien covid-19 dan BOS, dan percepatan belanja modal padat karya, antara lain jalan, irigasi, dan jaringan," jelas Sri Mulyani.

Adapun SILPA Mei 2021 sebesar Rp 90 triliun, yang diklaim Sri Mulyani lebih efisien dibandingkan Mei 2020 yang sebesar Rp 178,5 triliun.

Kemudian, realisasi pembiayaan juga bengkak menjadi Rp 309 triliun. Pemerintah membutuhkan pembiayaan untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi di Amerika Serikat (AS).

"Pembiayaan sudah lebih tinggi, yakni Rp 309 triliun karena memang kami melakukan pembiayaan front loading, antisipasi suku bunga dan inflasi yang terjadi di AS," ujarnya.

Realisasi penerimaan pajak per Mei 2021 sebesar Rp 459,6 triliun atau naik 3,4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 444,6 triliun. Realisasi penerimaan pajak tersebut telah mencapai 37,4% dari target APBN 2021 yang sebesar Rp 1.229,6 triliun.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan bahwa pertumbuhan positif pada penerimaan pajak menunjukan adanya pemulihan ekonomi akibat tekanan pandemi covid-19.

"Karena kita ingat saat ini adalah proses pemulihan dan pemulihan pajak ini harus berjalan alamiah sedikit demi sedikit bersamaan dengan insentif yang terus kita berikan ke perekonomian," ujarnya.

Penerimaan pajak tersebut berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 5,31%. Yang diklaim oleh Sri mulyani sejalan dengan PMI manufaktur Indonesia yang terus meningkat beberapa bulan terakhir.

Kemudian penerimaan pajak dari industri perdagangan meningkat 5,02% Pajak dari sektor informasi dan komunikasi juga meningkat 1,31%.

Kendati demikian, ada beberapa sektor yang penerimaan pajaknya masih minus. Salah satunya adalah jasa keuangan dan asuransi yang minus sebesar 3,63%.

Kemudian, penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat minus lebih dari 10%, transportasi dan pergudangan minus 1,36%, pertambangan minus 9%, dan jasa perusahaan minus 4,95%.

Realisasi pengelolaan investasi pemerintah hingga Mei tercatat Rp 25,6 triliun atau sudah mencapai 13,67% dari pagu anggaran pengelolaan investasi pemerintah sebesar Rp 187,18 triliun. Realisasi tersebut meningkat hingga 300% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang realisasinya hanya Rp 6,4 triliun.

"Investasi pemerintah tumbuh dan bermanfaat langsung kepada masyarakat, investasi pemerintah, pelaksanaan Below the line pembiayaan investasi pemerintah mencapai Rp 25,6 triliun dibandingkan tahun lalu Rp 6,4 triliun, kenaikannya hampir 3 kali lipat atau 289 persen," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan bahwa investasi pemerintah membantu pemulihan ekonomi nasional, sehingga investasi dilakukan dengan mempertimbangkan performa penerima investasi dan urgensi penggunaan dana.

Dengan rincian BLU LMAN sebesar Rp 5,6 triliun, BLU PPDPP sebesar Rp 8 Triliun, PEN daerah mencapai Rp 10 triliun dan BLU LDKPI sebesar Rp 2 triliun.

Secara rinci, investasi kepada Badan Layanan Umum (BLU) lembaga manajemen aset negara (LMAN) untuk pendanaan pengadaan lahan menjadi enabler dimulainya pembangunan 97 proyek strategis nasional di berbagai sektor. Dengan nilai pengadaan lahan sebesar Rp 78,166 triliun untuk 159.839 bidang seluas 182.974.804 m2 periode 2016 hingga 2021.

Selanjutnya untuk penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) melalui PPDPP tahun anggaran 2010 hingga 2021 sebesar Rp 64,12 triliun untuk pembiayaan 843.231 unit rumah.

Sementara untuk pinjaman PEN ke daerah digunakan untuk membiayai berbagai sektor antara lain, Jalan, Jembatan, SDA, Pendidikan, Kesehatan, Jalan Umum dan lainnya.

Terakhir untuk pemberian hibah melalui LDKPI untuk penanganan covid-19 penanganan bencana dan peningkatan kerja sama negara sahabat dalam rangka pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Indonesia.

"LDKPI dalam rangka hibah pemberian dana bagi bantuan bencana untuk covid-19 termasuk kemarin kami berikan untuk beberapa negara yang hadapi kondisi covid yang luar biasa berat," tuturnya.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melihat kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang semakin stabil.

Dengan demikian secara perlahan pemerintah bisa mengurangi ketergantungan pembiayaan dari Bank Indonesia (BI).

"Kontribusi pembiayaan dari penerbitan SBN yang pembelian dari BI Rp 116,26 triliun dan tentu kondisi pasar surat berharga makin stabil dan baik dan ketergantungan dari BI akan bertahap bisa diturunkan," jelas Sri Mulyani.

Pasalnya, kata Sri Mulyani, dalam situasi di mana inflasi Amerika Serikat (AS) melonjak di atas 5% dan pernyataan dari The Fed yang menggambarkan adanya penyesuaian kebijakan moneter, SBN Indonesia masih bertahan cukup baik.

Bahkan, ia mengaku spread antara SBN valas tenor 10 tahun dengan US Treasury mengalami penurunan yang menunjukkan adanya confidence terhadap kualitas SBN valas dan risiko SBN valas Indonesia.

Sementara untuk SBN berdenominasi rupiah, pemerintah juga tetap menjaga kualitas SBN dengan melakukan perbaikan terhadap pengelolaan APBN dan perekonomian agar kepercayaan investor tetap terjaga.

Secara keseluruhan, total pembiayaan anggaran hingga akhir Mei 2021 mencapai Rp 309,3 triliun atau 30,7% terhadap APBN. Khusus untuk penerbitan SBN tercatat sebesar Rp 348 triliun.

Besarnya pembiayaan bertujuan untuk menopang kebutuhan pembiayaan non utang, termasuk investasi dan menutup defisit APBN yang tahun ini dipatok 5,7% terhadap PDB. Lebarnya defisit karena pemerintah harus mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

"Pembiayaan utang mencapai 96% dari target semester I," jelasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular