
Internasional
Lawan Sanksi Trump, Kesepakatan Nuklir Iran Jalan Terus
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
25 September 2018 17:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Pihak-pihak yang masih bertahan dalamĀ kesepakatan nuklir Iran pada hari Senin (24/9/2018) setuju untuk tetap melanjutkan perdagangan dengan Teheran. Meskipun begitu, terdapat pandangan skeptis mengenai keberhasilan upaya ini karena sanksi Amerika Serikat (AS) untuk menekan penjualan minyak Iran akan berlaku di bulan November.
Presiden AS Donald Trump pada bulan Mei memutuskan untuk keluar dari pakta nuklir dan kembali mengenakan sanksi ekonomi ke Iran, termasuk sanksi yang memaksa konsumen berhenti membeli minyak dari Iran. Untuk diketahui, Iran adalah salah satu penghasil minyak terbesar di dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC).
Dalam sebuah pernyataan seusai rapat, Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Iran berkata mereka bertekad untuk mengembangkanĀ mekanisme pembayaran guna melanjutkan perdagangan dengan Iran. Gagasan itu disambut dengan skeptis oleh para diplomat yang menganggapnya tidak mungkin terjadi.
"Menyadari urgensi dan perlunya hasil nyata, para peserta menyambut usulan praktis untuk mempertahankan dan mengembangkan saluran pembayaran, terutama inisiatif Special Purpose Vehicle (SPV) guna memfasilitasi pembayaran terkait ekspor Iran, termasuk minyak," kata grup tersebut dalam pernyataan bersama, dilansir dari Reuters.
Beberapa diplomat Eropa berkata gagasan SPV ada untuk menciptakan sistem barter, mirip dengan sistem yang digunakan oleh Uni Soviet semasa Perang Dingin. Sistem itu mengganti minyak Iran dengan barang-barang Eropa tanpa uang sepeserpun.
Gagasan itu dikemukakan guna menggagalkan sanksi-sanksi AS yang akan dijatuhkan pada bulan November. Dengan sanksi itu, Washington bisa mengeluarkan semua bank yang memfasilitasi transaksi minyak dengan Iran dari sistem keuangan AS.
Saat berbicara dengan para jurnalis setelah rapat, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini berkata keputusan untuk membentuk sarana tersebut sudah diambil dan para pakar teknis akan bertemu kembali guna membahas rinciannya.
"Dalam ketentuan praktis, ini artinya negara anggota UE akan membentuk entitas legal untuk memfasilitasi transaksi keuangan sah dengan Iran dan ini akan memungkinkan perusahaan-perusahaan Eropa melanjutkan perdagangan dengan Iran, sesuai dengan hukum Uni Eropa dan bisa terbuka untuk mitra lain di dunia," katanya.
Meskipun begitu, banyak diplomat dan analis yang skeptis saran itu pada akhirnya bisa menggagalkan sanksi AS. Sebab, AS bisa mengubah hukum sanksinya demi melarang transaksi barter semacam itu.
"Kuncinya adalah tetap membuka segala kemungkinan sehingga kita bisa mengirim sinyal kepada warga Iran bahwa pintu tidak tertutup," kata seorang diplomat senior Prancis.
Sejauh ini, UE gagal merancang kerangka kerja hukum yang bisa dilakukan untuk melindungi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS, kata diplomat itu.
Menyoroti betapa sulitnya UE menghadirkan solusi konkret, bank milik negara asal Prancis yaitu Bpifrance pada hari Senin membatalkan rencananya untuk membentuk mekanisme keuangan guna membantu perusahaan-perusahaan Prancis berdagang dengan Iran.
Inti dari kesepakatan nuklir tahun 2015, yang dinegosiasikan selama dua tahun oleh pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama, adalah Iran harus membatasi program nuklirnya supaya bisa memperoleh kelonggaran sanksi yang telah melumpuhkan perekonomiannya.
Trump menganggap kesepakatan itu cacat karena tidak memasukkan pembatasan program misil balistik Iran ataupun dukungannya terhadap Suriah, Yaman, Lebanon, dan Irak.
Kembalinya sanksi AS menyebabkan nilai tukar Iran terdepresiasi. Nilai tukar rial telah melemah hampir dua per tiga dari nilainya di tahun ini dan menyentuh rekor terendah terhadap dolar sepanjang bulan ini.
(prm) Next Article Ditekan AS, Iran Ancam Akan Bangun Lagi Reaktor Nuklir
Presiden AS Donald Trump pada bulan Mei memutuskan untuk keluar dari pakta nuklir dan kembali mengenakan sanksi ekonomi ke Iran, termasuk sanksi yang memaksa konsumen berhenti membeli minyak dari Iran. Untuk diketahui, Iran adalah salah satu penghasil minyak terbesar di dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC).
Dalam sebuah pernyataan seusai rapat, Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Iran berkata mereka bertekad untuk mengembangkanĀ mekanisme pembayaran guna melanjutkan perdagangan dengan Iran. Gagasan itu disambut dengan skeptis oleh para diplomat yang menganggapnya tidak mungkin terjadi.
Beberapa diplomat Eropa berkata gagasan SPV ada untuk menciptakan sistem barter, mirip dengan sistem yang digunakan oleh Uni Soviet semasa Perang Dingin. Sistem itu mengganti minyak Iran dengan barang-barang Eropa tanpa uang sepeserpun.
![]() |
Saat berbicara dengan para jurnalis setelah rapat, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini berkata keputusan untuk membentuk sarana tersebut sudah diambil dan para pakar teknis akan bertemu kembali guna membahas rinciannya.
"Dalam ketentuan praktis, ini artinya negara anggota UE akan membentuk entitas legal untuk memfasilitasi transaksi keuangan sah dengan Iran dan ini akan memungkinkan perusahaan-perusahaan Eropa melanjutkan perdagangan dengan Iran, sesuai dengan hukum Uni Eropa dan bisa terbuka untuk mitra lain di dunia," katanya.
Meskipun begitu, banyak diplomat dan analis yang skeptis saran itu pada akhirnya bisa menggagalkan sanksi AS. Sebab, AS bisa mengubah hukum sanksinya demi melarang transaksi barter semacam itu.
"Kuncinya adalah tetap membuka segala kemungkinan sehingga kita bisa mengirim sinyal kepada warga Iran bahwa pintu tidak tertutup," kata seorang diplomat senior Prancis.
Sejauh ini, UE gagal merancang kerangka kerja hukum yang bisa dilakukan untuk melindungi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS, kata diplomat itu.
Menyoroti betapa sulitnya UE menghadirkan solusi konkret, bank milik negara asal Prancis yaitu Bpifrance pada hari Senin membatalkan rencananya untuk membentuk mekanisme keuangan guna membantu perusahaan-perusahaan Prancis berdagang dengan Iran.
Inti dari kesepakatan nuklir tahun 2015, yang dinegosiasikan selama dua tahun oleh pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama, adalah Iran harus membatasi program nuklirnya supaya bisa memperoleh kelonggaran sanksi yang telah melumpuhkan perekonomiannya.
Trump menganggap kesepakatan itu cacat karena tidak memasukkan pembatasan program misil balistik Iran ataupun dukungannya terhadap Suriah, Yaman, Lebanon, dan Irak.
Kembalinya sanksi AS menyebabkan nilai tukar Iran terdepresiasi. Nilai tukar rial telah melemah hampir dua per tiga dari nilainya di tahun ini dan menyentuh rekor terendah terhadap dolar sepanjang bulan ini.
(prm) Next Article Ditekan AS, Iran Ancam Akan Bangun Lagi Reaktor Nuklir
Most Popular