Internasional

Awas Iran Ngamuk, AS Jatuhkan Sanksi Baru

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
08 December 2021 07:43
A gas flare on an oil production platform in the Soroush oil fields is seen alongside an Iranian flag in the Persian Gulf, Iran, July 25, 2005. REUTERS/Raheb Homavandi
Foto: Iran (REUTERS/Raheb Homavandi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) kembali menjatuhkan sanksi ke Iran. Sekitar selusin pejabat dan entitas dihukum karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius, Selasa (7/12/2021).

Ini dilakukan di tengah kembali dimulainya pembicaraan nuklir Iran dengan negara-negara dunia, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 di Wina, Austria. Perjanjian yang membatasi pengembangan nuklir Iran ini hendak dihidupkan kembali setelah mantan Donald Trump menarik AS tahun 2018 dan kembali memberlakukan sanksi ke Iran.



Sanksi diumumkan oleh Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri. AS menyebut ada penindasan terhadap pengunjuk rasa dan aktivis politik di mana mereka dipenjara dalam kondisi brutal.

"Amerika Serikat berkomitmen untuk mempromosikan demokrasi dan akuntabilitas bagi mereka yang melanggar HAM di seluruh dunia," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Rabu (8/12/2021).

"Amerika Serikat akan menggunakan berbagai alatnya untuk menyoroti dan mengganggu pelanggaran hak asasi manusia ini."

Secara rinci, sanksi diberikan ke penanganan protes tahun 2009 dan 2019. Salah satu yang dijatuhi hukuman adalah Hassan Karami, komandan khusus Pasukan Penegak Hukum Iran (LEF).

Bukan cuma Iran, AS juga memberi sanksi ke pejabat Suriah. Mereka masuk dalam daftar hitam karena peran dalam represi politik, serangan gas kimia.

"Para pejabat senior dan organisasi yang terkait dengan mereka telah memenjarakan ratusan ribu warga Suriah yang secara damai menyerukan perubahan. Selain itu, setidaknya 14.000 tahanan di Suriah diduga tewas akibat penyiksaan," kata Departemen Keuangan.

Sanksi juga diberikan ke kepala intelijen militer Uganda Mayor Jenderal Abel Kandiho. Ia dianggap telah melakukan pelecehan ekstrem terhadap orang yang ditangkap akibat kebangsaan atau keyakinan politik mereka.

"Orang-orang yang ditangkap oleh biro Kandiho menjadi sasaran pemukulan yang mengerikan dan tindakan mengerikan lainnya oleh pejabat (intelijen militer), termasuk pelecehan seksual dan penyetruman listrik, yang sering mengakibatkan cedera jangka panjang yang signifikan dan bahkan kematian," kata Departemen Keuangan lagi.

AS sendiri akan menyelenggarakan KTT Demokrasi ahir pekan ini. Namun hanya sejumlah negara saja yang diundang.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Iran & Venezuala 'Bersatu' Soal Minyak, Hadapi Sanksi AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular