
Harga Minyak Bisa Turun Kalau Trump Berhenti Mengetwit!
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 September 2018 19:15

Jakarta, CNBC Indonesia- Kebiasaan bercuit di twitter Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump adalah penyebab naiknya harga minyak, dan pemimpin AS itu harus berhenti memposting di media sosial itu agar harga minyak turun, kata salah satu pejabat Iran.
"Pemerintah Trump mendorong politik ke dalam OPEC (Organisasi Negara Pengekspor Minyak), dan bermaksud memecah belah anggota dan mengamankan kepentingan mereka sendiri dengan meminta menurunkan harga dan banyak lagi," kata Hossein Kazempour, perwakilan OPEC Iran, kepada Steve Sedgwick dari CNBC di Joint Ministerial Monitoring Committee (JMMC) di Aljazair pada hari Minggu (23/9/2018).
OPEC, bersama dengan sekelompok produsen yang dipimpin Rusia, membatasi produksi pada Januari 2017 sebagai tanggapan atas melimpahnya suplai dan penurunan parah harga minyak, yang membuat perusahaan-perusahaan energi AS merugi dan juga membuat keresahan di negara-negara pengekspor meningkat.
Trump telah mengkritik kartel produsen beberapa kali atas apa yang dia klaim sebagai pemicu inflasi harga minyak yang disengaja. Presiden AS menyebut hal itu "monopoli" dan mendesak untuk "menurunkan harga sekarang juga". OPEC membantah klaim Trump, dengan alasan bahwa tujuan utamanya adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan pasar.
"Saya pikir apa yang mereka lakukan sebenarnya (mengarah ke) harga yang lebih tinggi karena fundamentalnya bahkan tidak menjamin tingkat harga ini," kata Kazempour, seperti dilansir dari CNBC International.
"Jika mereka diam, harga akan lebih murah, saya yakin tentang itu," tambahnya. "Saya katakan padanya (Trump), diamlah, jangan men-tweet, dan kemudian harga akan turun."
OPEC mendapat tekanan untuk meningkatkan output di tengah penurunan pasokan yang tajam di antara beberapa eksportir terbesarnya. Salah satunya adalah Venezuela, yang telah menghadapi penurunan tajam dalam produksi di tengah krisis ekonomi yang semakin parah dan ancaman sanksi AS.
Selain itu ada Iran, yang telah menjadi sasaran sanksi baru AS yang menargetkan industri minyaknya sejak Trump memutuskan untuk menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.
Satu set sanksi telah diberlakukan pada negara Timur Tengah itu dan yang sanksi lainnya akan berlaku pada bulan November. Departemen Luar Negeri AS telah memperingatkan perusahaan yang membeli minyak mentah Iran untuk mengakhiri pembelian pada awal November.
Kazempour mengatakan dia melihat tekanan politik Washington yang meningkat terhadap Iran dan OPEC sebagai "sesuatu yang tidak dapat diterima".
"Saya pikir pertama-tama mereka tidak berusaha untuk menghancurkan Iran, mereka mencoba untuk mengubah perilaku Iran pada isu-isu yang tidak terkait dengan minyak," kata Kazempour.
"Memanfaatkan minyak melawan kemauan politik anggota OPEC, dan juga individu, san merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima. Bukan hanya oleh Iran, tetapi juga oleh negara lain."
(gus) Next Article Harga Minyak Koreksi, tapi Masih di Level Tertinggi Setahun
"Pemerintah Trump mendorong politik ke dalam OPEC (Organisasi Negara Pengekspor Minyak), dan bermaksud memecah belah anggota dan mengamankan kepentingan mereka sendiri dengan meminta menurunkan harga dan banyak lagi," kata Hossein Kazempour, perwakilan OPEC Iran, kepada Steve Sedgwick dari CNBC di Joint Ministerial Monitoring Committee (JMMC) di Aljazair pada hari Minggu (23/9/2018).
OPEC, bersama dengan sekelompok produsen yang dipimpin Rusia, membatasi produksi pada Januari 2017 sebagai tanggapan atas melimpahnya suplai dan penurunan parah harga minyak, yang membuat perusahaan-perusahaan energi AS merugi dan juga membuat keresahan di negara-negara pengekspor meningkat.
Trump telah mengkritik kartel produsen beberapa kali atas apa yang dia klaim sebagai pemicu inflasi harga minyak yang disengaja. Presiden AS menyebut hal itu "monopoli" dan mendesak untuk "menurunkan harga sekarang juga". OPEC membantah klaim Trump, dengan alasan bahwa tujuan utamanya adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan pasar.
"Saya pikir apa yang mereka lakukan sebenarnya (mengarah ke) harga yang lebih tinggi karena fundamentalnya bahkan tidak menjamin tingkat harga ini," kata Kazempour, seperti dilansir dari CNBC International.
"Jika mereka diam, harga akan lebih murah, saya yakin tentang itu," tambahnya. "Saya katakan padanya (Trump), diamlah, jangan men-tweet, dan kemudian harga akan turun."
OPEC mendapat tekanan untuk meningkatkan output di tengah penurunan pasokan yang tajam di antara beberapa eksportir terbesarnya. Salah satunya adalah Venezuela, yang telah menghadapi penurunan tajam dalam produksi di tengah krisis ekonomi yang semakin parah dan ancaman sanksi AS.
Selain itu ada Iran, yang telah menjadi sasaran sanksi baru AS yang menargetkan industri minyaknya sejak Trump memutuskan untuk menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.
Satu set sanksi telah diberlakukan pada negara Timur Tengah itu dan yang sanksi lainnya akan berlaku pada bulan November. Departemen Luar Negeri AS telah memperingatkan perusahaan yang membeli minyak mentah Iran untuk mengakhiri pembelian pada awal November.
Kazempour mengatakan dia melihat tekanan politik Washington yang meningkat terhadap Iran dan OPEC sebagai "sesuatu yang tidak dapat diterima".
"Saya pikir pertama-tama mereka tidak berusaha untuk menghancurkan Iran, mereka mencoba untuk mengubah perilaku Iran pada isu-isu yang tidak terkait dengan minyak," kata Kazempour.
"Memanfaatkan minyak melawan kemauan politik anggota OPEC, dan juga individu, san merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima. Bukan hanya oleh Iran, tetapi juga oleh negara lain."
(gus) Next Article Harga Minyak Koreksi, tapi Masih di Level Tertinggi Setahun
Most Popular