
Pertama Kali Sejak 2014, Harga Minyak Tembus US$80/barel!
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 September 2018 14:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 tercatat naik 2,02% ke level US$80,39/barel hingga pukul 14.35 WIB, pada perdagangan hari Senin (24/9/2018).
Dengan pergerakan itu, harga brent yang menjadi acuan di Eropa akhirnya menembus level US$80/barel, pertama kalinya sejak November 2014.
Pada pertengahan Mei 2018 lalu, sebenarnya harga minyak brent juga sempat menembus US$80/barel pada perdagangan intra-day, meski pada akhirnya malah bergerak turun pada penutupan. Jika level saat ini bertahan hingga penutupan, maka level psikologis US$80/barel akhirnya berhasil dilampaui.
Faktor yang mendorong penguatan harga sang emas hitam pada awal pekan ini datang dari pelaku pasar yang masih mengkhawatirkan pasokan minyak yang seret menjelang berlakunya sanksi AS terhadap Iran.
Sanksi AS kepada Negeri Persia akan menyasar sektor perminyakan pada awal November mendatang. JP Morgan mengekspektasikan sanksi bagi Teheran dapat mengakibatkan hilangnya pasokan minyak global sebesar 1,5 juta barel/hari.
Sementara itu, perusahaan perdagangan komoditas Trafigura dan Mercuria menyatakan pada hari ini bahwa harga brent bahkan mampu melambung hingga US$90/barel pada Hari Natal tahun ini, dan bahkan menembus US$100/barel pada awal tahun depan, pasca berlakunya sanksi pada Negeri Persia.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), bersama-sama dengan mitra produsen minyak non-OPEC (termasuk Rusia), saat ini sedang mendiskusikan kemungkinan kenaikan produksi sebesar 500.000 barel/hari untuk mengompensasi disrupsi pasokan dari Teheran.
Meski demikian, sejauh ini diskusi tersebut belum menemui titik final, sehingga kekhawatiran investor terkait seretnya pasokan dari Timur Tengah pun masih ada di permukaan. Sentimen ini lantas mampu mengerek harga minyak cukup signifikan hari ini.
Terlebih, seretnya pasokan juga mulai terindikasi di AS. Dalam sepekan hingga tanggal 14 September, cadangan minyak Negeri Paman Sam turun 2,1 juta barel menjadi 394,1 juta barel. Cadangan minyak AS mencapai titik terendah sejak Februari 2015.
Sementara itu, level produksi minyak mentah Negeri Adidaya masih stabil di rekor 11 juta barel/hari. Akan tetapi, aktivitas pengeboran minyak AS saat ini menunjukkan adanya perlambatan produksi dalam beberapa waktu ke depan.
Penurunan cadangan minyak AS akhirnya juga dikhawatirkan mempengaruhi pasokan di pasar. Sementara permintaan masih cukup tinggi mengingat ekonomi AS diperkirakan tumbuh di kisaran 4% pada kuartal III-2018. Hal ini lantas menjadi energi tambahan bagi penguatan harga minyak di awal pekan ini.
(RHG/gus) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Dengan pergerakan itu, harga brent yang menjadi acuan di Eropa akhirnya menembus level US$80/barel, pertama kalinya sejak November 2014.
Faktor yang mendorong penguatan harga sang emas hitam pada awal pekan ini datang dari pelaku pasar yang masih mengkhawatirkan pasokan minyak yang seret menjelang berlakunya sanksi AS terhadap Iran.
Sanksi AS kepada Negeri Persia akan menyasar sektor perminyakan pada awal November mendatang. JP Morgan mengekspektasikan sanksi bagi Teheran dapat mengakibatkan hilangnya pasokan minyak global sebesar 1,5 juta barel/hari.
Sementara itu, perusahaan perdagangan komoditas Trafigura dan Mercuria menyatakan pada hari ini bahwa harga brent bahkan mampu melambung hingga US$90/barel pada Hari Natal tahun ini, dan bahkan menembus US$100/barel pada awal tahun depan, pasca berlakunya sanksi pada Negeri Persia.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), bersama-sama dengan mitra produsen minyak non-OPEC (termasuk Rusia), saat ini sedang mendiskusikan kemungkinan kenaikan produksi sebesar 500.000 barel/hari untuk mengompensasi disrupsi pasokan dari Teheran.
Meski demikian, sejauh ini diskusi tersebut belum menemui titik final, sehingga kekhawatiran investor terkait seretnya pasokan dari Timur Tengah pun masih ada di permukaan. Sentimen ini lantas mampu mengerek harga minyak cukup signifikan hari ini.
Terlebih, seretnya pasokan juga mulai terindikasi di AS. Dalam sepekan hingga tanggal 14 September, cadangan minyak Negeri Paman Sam turun 2,1 juta barel menjadi 394,1 juta barel. Cadangan minyak AS mencapai titik terendah sejak Februari 2015.
Sementara itu, level produksi minyak mentah Negeri Adidaya masih stabil di rekor 11 juta barel/hari. Akan tetapi, aktivitas pengeboran minyak AS saat ini menunjukkan adanya perlambatan produksi dalam beberapa waktu ke depan.
Penurunan cadangan minyak AS akhirnya juga dikhawatirkan mempengaruhi pasokan di pasar. Sementara permintaan masih cukup tinggi mengingat ekonomi AS diperkirakan tumbuh di kisaran 4% pada kuartal III-2018. Hal ini lantas menjadi energi tambahan bagi penguatan harga minyak di awal pekan ini.
(RHG/gus) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular