Jakarta, CNBC Indonesia - Perhelatan internasional yang tengah digelar di Indonesia, Asian Games 2018, memberikan berkah tersendiri bagi pelaku usaha nasional menyusul tingginya aktivitas konsumsi (belanja) para pesertanya.
Maklum saja, pesta olahraga terbesar se-benua Asia yang rutin digelar empat tahun sekali ini berlangsung di Jakarta dan Palembang selama dua pekan lebih mulai 18 Agustus-2 September 2018. Ini sesuai dnegan mandat Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Asian Games Federation (AGF).
Event olahraga yang diikuti peserta dari 45 negara ini bertanding di 40 cabang olahraga. Namun, tentu saja yang hadir tidak hanya peserta olah raga saja, melainkan juga tim pendamping tiap negara dan juga keluarga pendukung.
Kementerian Pariwisata memproyeksikan devisa yang diraup dari hajatan ini bisa mencapai Rp 3 triliun atau senilai US$230 juta. Hitungan itu berasal dari 150.000 penonton dengan asumsi rata-rata pengeluaran US$1.200 per orang, yang berujung pada angka total US$180 juta.
Angka itu termasuk devisa dari pihak tim tiap negara (official) sebanyak 20.000 yang dikali US$2.500 senilai US$50 juta. Apalagi, 5% dari penonton dan 10% dari atlet, official, serta media peliput diprediksi berkunjung ke empat destinasi wisata di Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Efek bergulir tersebut sejauh ini belum masuk dalam hitungan resmi pemerintah, dan baru akan terpotret setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2018 pada awal Oktober nanti.
Namun, di luar hitungan di atas kertas, berikut ini serba-serbi polah-tingkah konsumsi dan belanja di kalangan pelaku atlet yang dikumpulkan oleh CNBC Indonesia dari observasi langsung dan informasi sumber di lapangan.
Tim nasional (timnas) sepakbola boleh saja berduka karena kalah dalam adu penalti melawan skuad Uni Emirat Arab (UEA) di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, pada Jumat (24/8/2018) kemarin.Namun, duka itu tentunya tidak berlangsung lama bagi beberapa pengusaha hotel dan mall.
Alasannya, tim sama yang menggilas timnas tersebut membagikan berkah dalam kunjungannya selama di Indonesia.Selama berlaga di Indonesia, tim beranggota 34 orang ini memilih untuk tidak memakai fasilitas hotel yang telah disiapkan panitia di Bandung dan Cikarang. Alasannya, mengutip salah satu panitia yang menolak disebutkan identitasnya: kamarnya terlalu kecil!
Foto: REUTERS/Darren Whiteside Pembukaan Asian Games 2018
Sedianya, di Bandung mereka menginap di hotel Ibis Trans, sedangkan di Cikarang panitia telah menyiapkan hotel Celecton Jababeka. Celecton adalah hotel bintang empat, sedangkan Ibis Trans tergolong bintang enam yang juga merupakan hotel Ibis terbesar se-Asia Tenggara.
Anda tahu berapa tarif per malam untuk menginap di kedua hotel tersebut? Menurut sebuah situs pemesanan kamar hotel online, hotel Ibis Trans mematok kisaran tarif dari Rp471.000 hingga Rp 646.000 per malam. Sementara itu, hotel Celecton mematok tarif antara Rp 350.000 hingga Rp 799.000 per malam.
“Namun, mereka menolak karena kamarnya dinilai terlalu kecil dan kemudian menyewa sendiri kamar di hotel Holiday Inn Jababeka dan Aryaduta Bandung,” ujar sumber CNBC Indonesia. “Lalu, mereka meminta hotel yang seharusnya mereka tempati untuk dipakai keluarga atau kolega mereka dan bahkan untuk panitia Asian Games asal Indonesia.”
Berapa tarif hotel Aryaduta Bandung? Angkanya dimulai dari Rp 1.075.000, atau nyaris sepertiga dari upah minimum provinsi (UMP) yang diterima kebanyakan kaum pekerja di Jakarta.
Karena mereka menyewa 25 kamar, maka grup Lippo selaku pengelola Aryaduta meraup lebih dari Rp 25 juta per malamnya, padahal mereka tidak menjadi hotel mitra panitia (official) Asian Games.
Untuk Holiday Inn, tarifnya dimulai dari Rp 860.000 hingga Rp 1,13 juta per malam. Karena mereka menginap tiga malam di sana, maka kurang lebih sekitar Rp 60 juta omzet diraup oleh pengelola hotel tersebut.
Kini setelah tim UEA menang, panitia menyiapkan hotel spesial untuk mereka yang tak bisa mereka tolak, yakni Aston Sentul yang bertarif Rp 2 juta per malam. Apakah perilaku belanja mereka terhenti begitu saja? Ternyata tidak.
Sebagai rasa terima kasih, mereka menraktir panitia Asian Games asal Indonesia untuk menginap di hotel yang sama sebanyak satu kamar besar yang ditempati empat orang.Kisah lain muncul dari tim China, yang sejauh ini memimpin perolehan medali emas dan tak terkejar oleh tim negara-negara lainnya. Mereka telah mengumpulkan 55 medali emas, 40 medali perak, dan 21 medali perunggu jauh meninggalkan Jepang yang di posisi kedua dengan 25 emas, 28 perak, dan 33 perunggu.
Namun siapa kira, prestasi besar tersebut ternyata juga diikuti dengan tingginya belanja tim dari Negeri Panda tersebut. Sumber CNBC Indonesia yang lain mengisahkan tingginya minat berbelanja dari negara berpopulasi terpadat di dunia tersebut.
“Pada hari pertama mereka menginap di hotel di Jakarta, barang bawaan mereka diangkut dengan satu mobil boks. Namun ketika mereka pindah hotel, panitia harus menyediakan dua mobil boks tambahan untuk barang-barang belanjaan mereka,” ujarnya.
Sebagaimana awam diketahui, para atlet pada umumnya memakai masa jeda untuk rehat dengan berjalan-jalan sembari berbelanja. Mereka pada umumnya menyasar mall sebagai sasaran tempat nongkrong selama istirahat menjelang malam hari.
“Kalau ingin mencari ke mana timnas UEA di malam hari, gampang saja. Tinggal jalan ke mall terdekat dari hotel mereka, pasti juga ketemu,” tutur panitia tersebut.
Kebiasaan belanja ini tentunya bukan hanya tertuju pada barang saja, melainkan juga jasa mulai dari penukaran uang, jasa kesehatan, hingga esek-esek.
Anggota tim UEA, misalnya, pernah meminta panitia menukarkan uang dolarnya ke panitia.Awalnya, panitia mengaku bisa memenuhi kebutuhan penukaran itu. Namun, mereka kaget dan angkat tangan karena ternyata nilainya sangat tinggi, mencapai puluhan juta. Sejak saat itu, panitia selalu mengantar mereka ke money changer jika ada kebutuhan penukaran uang.
“Dan bisa dipastikan, money changer langsung kelabakan karena mereka harus mengeluarkan uang minimal Rp 20 juta untuk sekali penukaran,” ujar sang sumber sembari tergelak.
Lalu, kita tentu ingat dengan “tragedi” atlet basket Jepang yang tertangkap basah memakai jasa prostitusi. Timnas Jepang terpaksa memulangkan mereka karena tindakan yang dianggap memalukan itu terjadi ketika kaos timnas Jepang belum mereka tanggalkan.
Kalau kaos timnas ditanggalkan, mungkin kisahnya akan berbeda dan mereka masih akan membela timnya dan kemungkinan juga masih "spending" di Indonesia.
Artinya, disukai atau tidak, jasa formal hingga nonformal mendapat berkah Asian Games. Bukan tidak mungkin, target devisa pemerintah dari ajang ini yakni senilai Rp 3 triliun bisa terlampaui meski belum tentu tercatat di data BPS karena sebagian di antaranya masuk ke sektor-sektor nonformal.