Internasional

Korut: Denuklirisasi Bukan Karena Sanksi yang Dijatuhkan AS

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
07 May 2018 14:54
Korut: Denuklirisasi Bukan Karena Sanksi yang Dijatuhkan AS
Foto: Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters
Seoul, CNBC Indonesia - Korea Utara (Korut) menolak pernyataan yang menyatakan niat denuklirisasi buah hasil dari sanksi yang digagas Amerika Serikat (AS). Bahkan pemimpin Korut memperingatkan AS untuk tidak menyesatkan opini publik.
 
Korut mendapat serangkaian sanksi PBB dan AS dalam beberapa tahun terakhir dalam upaya untuk mengendalikan program nuklir dan rudalnya, dilansir dari CNBC International.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersumpah melakukan 'denuklirisasi menyeluruh' di semenanjung Korea dalam KTT antar-Korea yang pertama dilakukan pada 27 April 2018, setelah beberapa kali gagal membuat pertemuan dalam satu dekade terakhir.

Kantor berita resmi Korut, KCNA mengatakan Washington "menyesatkan opini publik" dengan mengklaim janji denuklirisasi adalah hasil dari sanksi dan tekanan AS dan PBB.
 
AS tidak boleh "dengan sengaja memprovokasi" Korut dengan mengangkat masalah hak asasi manusia, kata KCNA, mengutip seorang juru bicara kementerian luar negeri.
 
"Tindakan ini tidak dapat ditafsirkan selain dari upaya berbahaya untuk merusak suasana dialog yang hampir tidak dimenangkan dan membawa situasi kembali ke titik awal," kata juru bicara itu seperti dikutip.
 
Tidak akan ada kondisi yang kondusif untuk menyelesaikan masalah denuklirisasi jika Washington salah menghitung "niat cinta damai" Korea Utara sebagai tanda kelemahan dan terus mengejar tekanan dan ancaman militer, kata KCNA.
 

Presiden AS Donald Trump, yang berencana untuk bertemu Kim selama beberapa minggu ke depan, mengatakan akan mempertahankan sanksi dan tekanan pada Korea Utara dan "tidak mengulangi kesalahan dari pemerintahan sebelumnya" dan mengatakan sikap kerasnya telah menyebabkan terobosan.
 
Trump menjelaskan kepada konvensi tahunan National Rifle Association di Dallas pada hari Jumat (3/5/2018) bahwa dia telah menurunkan retorikanya sebagai antisipasi pembicaraan setelah menyebut Kim sebagai "Little Rocket Man" tahun lalu dan mengancamnya dengan "api dan kemarahan".

Moon Jae-in mengatakan Trump berhak mendapat Hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya untuk mengakhiri kebuntuan dengan Korut.
 
Gedung Putih mengatakan penasehat keamanan nasional Trump, John Bolton, bertemu dengan mitranya dari Korea Selatan (Korsel), Chung Eui-yong, pada hari Jumat dan keduanya mengatakan tidak ada rencana untuk mengubah bentuk pertahanan bilateral AS-Korea Selatan.
 
Korut dan Korsel secara teknis masih berperang karena konflik 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Korea Selatan mengatakan pasukan AS harus tetap di daerah itu bahkan setelah perjanjian damai disepakati untuk menggantikan gencatan senjata.
 
Amerika Serikat menempatkan 28.500 pasukan di Korea Selatan, yang merupakan warisan perang.


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular