Newsletter

Corona Sudah Bikin Merana, Eh AS-China Pake Ribut Segala!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2020 06:00
Infografis: Ini Daftar
CNBC Indonesia/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat sepanjang pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi pemerintah menunjukkan performa yang lumayan.

Sepekan kemarin, IHSG menguat 0,07% secara point-to-point. Andai pada akhir pekan tidak anjlok 1,21%, kinerja IHSG tentu bakal lebih baik lagi.

Meski penguatannya tipis, tetapi IHSG berhasil menjadi indeks saham terbaik ketiga di Asia. Berikut perkembangan indeks saham utama Asia sepanjang pekan lalu:

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,55% sepanjang pekan lalu. Dolar AS berhasil dilengserkan ke bawah Rp 14.600.

Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 19,5 basis poin (bps) dalam sepekan terakhir. Yield instrumen ini berhasil turun ke bawah 7% untuk kali pertama sejak Maret.

Pekan lalu, mood investor membaik akibat berita soal pengembangan vaksin virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Setidaknya ada tiga vaksin yang telah menjalani uji coba dan hasilnya positif.

Vaksin pertama adalah yang diproduksi oleh AstraZaneca bekerja sama dengan Oxford University. Hasil uji coba menunjukkan bahwa imun tubuh responden bekerja dengan baik tanpa efek samping yang signifikan.

Kedua adalah vaksin buatan CanSiono Biologics dan divisi riset militer China. Dari 508 orang relawan yang diuji coba, sebagian besar membuahkan hasil positif. Imun tubuh meningkat dan tidak ada efek samping yang berlebihan.

Ketiga adalah kolaborasi BioNTech dan Pfizer yang melakukan uji coba terhadap vaksin yang menggunakan Ribonucleic Acid (RNA). Vaksin mendorong sel untuk membuat protein yang menyerupai bentuk luar virus corona. Kemudian materi ini akan dianggap sebagai benda asing yang kemudian ditangkal oleh sistem imun sehingga akan ampuh untuk menghadapi virus yang sesungguhnya.

Indonesia pun menjadi salah satu negara 'kawah candradimuka' pengembangan vaksin penangkal virus yang berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Melalui cuitan di Twitter, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa Indonesia akan segera menggelar uji coba vaksin tahap ketiga. Jika berhasil, maka Bio Farma akan memproduksi vaksin dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun.

Akan tetapi, koreksi parah pada akhir pekan membuat reli berhari-hari menjadi buyar. Adalah friksi AS-China yang membuat pelaku pasar ramai-ramai melepas instrumen berisiko dan memilih bermain aman.

Washington memerintahkan Beijing untuk menutup konsulat jenderal mereka di Kota Houston, Negara Bagian Texas. Tidak mau kalah, China pun menyuruh AS menutup kantor konsulat jenderal di Chengdu, Provinsi Sichuan.

"Kementerian Luar Negeri China telah menginformasikan kepada Kedutaan Besar AS untuk menutup dan menghentikan operasional konsulat jenderal di Chengdu. Kementerian juga telah menyusun langkah-langkah untuk menghentikan seluruh operasional konsulat jenderal," sebut keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri China.

Dengan wabah virus corona yang masih 'menggila', dunia tentu tidak ingin ada tambahan masalah. Ketegangan hubungan AS-China bukannya membantu malah membuat situasi semakin runyam. Kian banyak masalah yang kudu diselesaikan, dunia tidak bisa fokus untuk mengatasi pandemi virus corona kalau AS-China terus gontok-gontokan.

"Mungkin ketegangan ini karena musim Pemilu di AS. Apa pun itu, semua orang berkepentingan agar masalah ini selesai. Ini tidak baik untuk kita, tidak bagus untuk semua," tegas Teresa Jacobsen, Direktur Pelaksana UBS Private Wealth Management yang berbasis di Connecticut, seperti dikutip dari Reuters.

Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama melemah sepanjang pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,76%, S&P 500 terkoreksi 0,28%, dan Nasdaq Composite ambles 1,33%.

Selain hubungan AS-China yang memburuk, investor juga kecewa dengan kinerja para emiten di bursa saham New York. Intel, misalnya, memperkirakan pendapatan pada kuartal III-2020 sebesar US$ 18,2 miliar. Turun dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 19,73 miliar.

Investor di Negeri Paman Sam juga mencemaskan pandemi virus corona yang sepertinya menjadi tidak terkendali. Per 25 Juli, jumlah pasien positif corona tercatat 4.099.310 orang. Bertambah 74.818 orang (1,86%) dibandingkan hari sebelumnya.

Secara nominal, tambahan 74.818 orang pasien baru dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak AS mencatatkan kasus perdana virus corona pada 21 Januari. Semenara laju pertumbuhan 1,86% menjadi yang tercepat sejak 19 Juli.

"Kita semua harus melakukan langkah mitigasi. Pakai masker, jauhi kerumunan. Mungkin kita belum akan melihat jumlah pasien baru mengalami penurunan karena ada jarak antar-pelaporan. Namun kita semua harus berupaya membalikkan gelombang ini," tutur Brett Giroir, Asisten Menteri Kesehatan AS, dalam wawancara bersama Foz News Network, sebagaimana dikutip oleh Reuters.

Lonjakan kasus coona di Negeri Adidaya mengancam kelangsungan pemulihan ekonomi. Ada tendensi sejumlah aktivitas yang awalnya dibuka bakal ditutup lagi.

Presiden AS Donald Trump sampai memutuskan batal hadir dalam gelaran konvensi capres Partai Republik di Florida pada Agustus mendatang. Maklum, Florida adalah salah satu hotspot kasus corona.

"Waktu pelaksanaan acara ini kurang pas. Tidak tepat karena apa yang terjadi akhir-akhir ini, ada lonjakan kasus di Florida. Belum waktunya membuat acara konvensi besar-besaran," kata Trump, seperti dikutip dari Reuters.

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan pagebluk virus corona.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 26 Juli adalah 15.785.641 orang. Bertambah 200.625 orang (1,31%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Sejak 16 Juli, belum pernah tambahan pasien baru di bawah 100.000 orang per hari. Bahkan pada 20 Juli ada tambahan pasien baru sebanyak 305.682 orang dalam sehari, rekor tertinggi sejak WHO melaporkan kasus corona pada 20 Januari.

Sementara di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat pasien positif corona per 26 Juli berjumlah 98.778 orang. Bertambah 1.492 orang atau 1,53% dibandingkan sehari sebelumnya.

Indonesia kini berada di peringkat 24 dalam hal negara dengan jumlah pasien positif corona terbanyak di dunia. Kalau setiap hari kasus corona bertambah di atas 100.000, maka jumlah pasien bisa menembus 100.000 orang dalam hitungan hari.

Presiden Jokowi belum lama ini menyebut bahwa puncak kasus corona baru terjadi pada Agustus-September. Oleh karena itu, sepertinya tambahan kasus dalam jumlah signifikan masih akan terlihat setidaknya sampai akhir bulan ini.

Pandemi virus corona menjadi masalah besar bagi perekonomian kala direspons dengan pengetatan pembatasan sosial (social distancing). Jika pemerintah merasa kasus corona sudah keterlaluan, maka bukan tidak mungkin Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan ditegakkan lagi.

PSBB, yang membuat aktivitas masyarakat sangat terbatas, menjadi 'eutanasia' alias suntik mati bagi perekonomian. Kalau masyarakat kembali kudu #dirumahaja, maka roda ekonomi tidak akan bergerak. Indonesia hampir pasti akan mengalami resesi, jika PSBB ketat lagi.

"Infeksi virus masih terjadi. Skenario di mana Indonesia mengalami resesi bisa terwujud jika terjadi lonjakan jumlah kasus yang menyebabkan pemerintah kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat pada kuartal III dan IV. Ekonomi sulit untuk pulih ke level pra-pandemi sebelum 2021," tulis laporan Bank Dunia.

Sentimen kedua yang harus terus dimonitor adalah friksi AS-China. Teranyar, konflik dua kekuatan ekonomi terbesar di Bumi ini terjadi dengan aksi saling tutup kantor konsulat jenderal.

Masih segar dalam ingatan apa yang terjadi terhadap perekonomian dunia kala AS-China berseteru. Perang dagang kedua negara tahun lalu membuat volume perdagangan dunia anjlok, karena AS dan China memegang peranan yang sangat penting bagi negara-negara lain.

Sepanjang 2019, volume perdagangan dunia yang tercermin dari Baltic Dry Index anjlok 23,87%. Pada 2018-2019, kala perang dagang AS-China sedang panas-panasnya, indeks ini ambrol 20,65%.

Kala itu, perang dagang AS-China sedang berkecamuk di mana kedua negara saling 'berbalas pantun' dengan pengenaan bea masuk.

Sepanjang perang dagang, AS mengenakan bea masuk kepada impor ribuan produk made in China senilai lebih dari US$ 360 miliar. China membalas dengan membebani impor produk made in the USA senilai lebih dari US$ 110 miliar.

Social distancing untuk meredam penyebaran virus corona sudah membikin permintaan dunia rontok. Kalau ditambah perang dagang AS-China, maka rantai pasok yang sudah rusak menjadi hancur berkeping-keping.

Awalnya, dunia berharap kala pandemi virus corona selesai maka semua masalah akan berakhir. Namun ternyata belum, karena sepanjang hubungan AS-China terus menegang maka risiko 'kebakaran' akan terus ada bak api dalam sekam.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Rilis notula rapat Bank Sentral Jepang (BoJ) periode Juli (06:50 WIB).
2. Rilis data laba industri China periode Juni (08:30 WIB).
3. Penandatanganan perjanjian kerja sama penempatan dana pemerintah pusat di Bank Pembangunan Daerah (09:00 WIB).
4. Pembagian dividen PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), PT Millenium Pharmacon International Tbk (SDPC), dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON).
5. Rilis data iklim bisnis Jerman periode Juli (15:00 WIB).
6. Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Juni (19:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Juni 2020 YoY)

1,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal I-2020)

-1,42% PDB

Neraca pembayaran (kuartal I-2020)

-US$ 8,54 miliar

Cadangan devisa (Juni 2020)

US$ 131,72 miliar

 

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular