Internasional

Kayak Orang Pacaran, AS-China Bisa 'Balikan' Lagi Tapi...

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 July 2020 16:20
U.S. President Donald Trump poses for a photo with China's President Xi Jinping before their bilateral meeting during the G20 leaders summit in Osaka, Japan, June 29, 2019. REUTERS/Kevin Lamarque
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Al Gore meyakini bahwa hubungan AS dengan China bisa kembali ke jalurnya jika Presiden Donald Trump kalah pada pemilihan umum November mendatang.

Hal itu disampaikannya dalam sesi tanya jawab dengan CEO DBS Group, Piyush Gupta, dalam acara DBS Asian Insights Conference yang diselenggarakan pada Jumat (24/7/2020).

"Saya percaya bahwa terutama jika ada perubahan kepemimpinan di AS, itu beberapa bulan dari sekarang, bahwa hubungan AS-Cina mungkin dapat kembali ke jalurnya." jelas mantan wakil presiden dari era Presiden Bill Clinton itu.

"Ada perubahan di China juga, Anda tahu beberapa langkah yang baru saja dibuat di Hong Kong menggambarkan bahwa beberapa kekhawatiran yang dimiliki banyak orang di dunia tentang kebijakan China saat ini. Tetapi saya tetap yakin bahwa China berkomitmen pada apa yang disebutnya sebagai kebangkitan damai," tambahnya.

Lebih lanjut, Al Gore menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat di berbagai negara Asia, seperti China dan India, juga bisa menjadi pemicu meningkatnya ketegangan antara AS dengan China.

Namun demikian, Al Gore menyebut bahwa kedua ekonomi terbesar di dunia itu pasti akan mampu menyelesaikan masalahnya dengan jalan damai.

"Secara alami itu dapat menyebabkan risiko meningkatnya ketegangan antara China dan Amerika Serikat. Tapi saya yakin itu akan dikelola dengan damai dan baik." jelasnya.

Al Gore juga mengatakan bahwa apabila Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat menang melawan Trump pada pemilu mendatang, maka AS mungkin akan kembali ke perjanjian-perjanjian penting yang ditinggalkannya di bawah kepemimpinan Trump.

Salah satu perjanjian yang telah sering digembar-gemborkan akan ditinggalkan AS di era kepresidenan Trump adalah Perjanjian Paris (Paris Agreement). Pemerintahan Trump mengajukan dokumen untuk menarik AS dari Paris Agreement pada November 2019 lalu. Itu merupakan langkah formal pertama AS, setelah sesumbar akan meninggalkan perjanjian yang bertujuan menekan perubahan iklim itu.

Alasan AS meninggalkan perjanjian adalah terkait tujuan untuk mempermudah birokrasi untuk entitas bisnis AS. Pasalnya, perjanjian ini membuat perusahaan AS harus tunduk pada sejumlah aturan guna mengurangi pemanasan global.

"Ya, sangat pasti dan sebenarnya itu akan berubah bahkan jika tidak ada pemimpin baru. Sebagian besar orang yang tinggal di Amerika Serikat di negara-negara bagian seperti California, New York, Washington dan lainnya, yang telah membuat perjanjian untuk bergerak lebih cepat daripada yang disyaratkan Perjanjian Paris, dan ratusan kota AS sekarang berkomitmen menerapkan 100% energi terbarukan dan bergerak sangat cepat.

"Tetapi untuk menjawab pertanyaan Anda secara langsung, jika Joe Biden memenangkan pemilihan dan menjadi presiden ... maka kita akan melihat perubahan besar. Biden, dua minggu lalu, baru saja merilis sebuah rencana iklim yang sangat mengesankan dan komprehensif yang telah dipuji secara luas dan jika dia memiliki kesempatan untuk mengimplementasikannya, itu akan membuat perbedaan besar."


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Selamat Datang Perang Dingin AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular