
BoE Siapkan Suku Bunga Negatif, Poundsterling Loyo
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 May 2020 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling (GBP) menguat tipis melawan rupiah pada perdagangan Selasa (12/5/2020), tetapi masih di dekat level terendah dalam 7 pekan terakhir.
Pernyataan Wakil Gubernur Bank of England (BoE), bank sentral Inggris, yang kemungkinan akan menerapkan suku bunga negatif membuat poundsterling loyo.
Pada pukul 16:40 WIB, GBP 1 setara Rp 18.342,58, poundsterling menguat 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Awal pekan kemarin, poundsterling melemah ke Rp 18.238,77/GBP yang merupakan level terlemah sejak 20 Maret.
Wakil Gubernur BoE, Ben Broadbent, mengatakan ada kemungkinan suku bunga negatif akan diterapkan saat rapat dewan gubernur selanjutnya.
"Para komite pembuat kebijakan (Monetary Policy Committee/MPC) siap melakukan apapun yang diperlukan karena risiko kemerosotan ekonomi masih ada," kata Broadbent sebagaimana dilansir CNBC International.
"Ya, sangat mungkin pelonggaran moneter (suku bunga negatif) diperlukan saat itu," ujarnya.
Di tahun ini, BoE sudah memangkas suku bunga sebanyak 2 kali hingga ke rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menambah likuiditas di pasar yang berisiko mengetat akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Selain memangkas suku bunga, BoE juga menggelontorkan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) senilai 200 miliar poundsterling, sehingga total QE menjadi 645 miliar poundsterling.
Kemungkinan diterapkannya suku bunga negatif membuat poundsterling loyo, tetapi sayangnya rupiah juga sedang tertekan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar akibat kemungkinan terjadinya "serangan" virus corona gelombang kedua.
China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya potensi penyebaran gelombang kedua. Dalam dua hari terakhir, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO menyebutkan kasus baru di China naik 0,02%.
Meski sangat tipis, tetapi itu adalah laju tercepat sejak 29 April. Artinya, ada tanda kasus baru virus corona mulai meningkat lagi. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan karatina wilayah (lockdown) di Kota Shulan, Provinsi Jilin. Ini dilakukan agar virus tidak semakin menyebar.
Di Kota Wuhan, ground zero penyebaran virus corona, sudah ada satu kluster penyebaran baru setelah lockdown dicabut sebulan lalu. Ada lima pasien baru yang tinggal di sebuah pemukiman.
Kemudian di Korea Selatan, Korea Centers for Disease Control and Prevention mencatat jumlah pasien positif corona per 11 Mei adalah 10.909 orang. Naik 0,32% dibandingkan posisi per hari sebelumnya.
Seperti halnya di China, pertumbuhan kasus di Negeri Ginseng memang relatif rendah. Namun kenaikan 0,32% menjadi yang tertinggi sejak 9 April. Akibatnya sentimen pelaku pasar global kembali memburuk, dan rupiah menjadi tertekan.
Pernyataan Wakil Gubernur Bank of England (BoE), bank sentral Inggris, yang kemungkinan akan menerapkan suku bunga negatif membuat poundsterling loyo.
Pada pukul 16:40 WIB, GBP 1 setara Rp 18.342,58, poundsterling menguat 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Awal pekan kemarin, poundsterling melemah ke Rp 18.238,77/GBP yang merupakan level terlemah sejak 20 Maret.
Wakil Gubernur BoE, Ben Broadbent, mengatakan ada kemungkinan suku bunga negatif akan diterapkan saat rapat dewan gubernur selanjutnya.
"Para komite pembuat kebijakan (Monetary Policy Committee/MPC) siap melakukan apapun yang diperlukan karena risiko kemerosotan ekonomi masih ada," kata Broadbent sebagaimana dilansir CNBC International.
"Ya, sangat mungkin pelonggaran moneter (suku bunga negatif) diperlukan saat itu," ujarnya.
Di tahun ini, BoE sudah memangkas suku bunga sebanyak 2 kali hingga ke rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menambah likuiditas di pasar yang berisiko mengetat akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Selain memangkas suku bunga, BoE juga menggelontorkan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) senilai 200 miliar poundsterling, sehingga total QE menjadi 645 miliar poundsterling.
Kemungkinan diterapkannya suku bunga negatif membuat poundsterling loyo, tetapi sayangnya rupiah juga sedang tertekan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar akibat kemungkinan terjadinya "serangan" virus corona gelombang kedua.
China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya potensi penyebaran gelombang kedua. Dalam dua hari terakhir, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO menyebutkan kasus baru di China naik 0,02%.
Meski sangat tipis, tetapi itu adalah laju tercepat sejak 29 April. Artinya, ada tanda kasus baru virus corona mulai meningkat lagi. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan karatina wilayah (lockdown) di Kota Shulan, Provinsi Jilin. Ini dilakukan agar virus tidak semakin menyebar.
Di Kota Wuhan, ground zero penyebaran virus corona, sudah ada satu kluster penyebaran baru setelah lockdown dicabut sebulan lalu. Ada lima pasien baru yang tinggal di sebuah pemukiman.
Kemudian di Korea Selatan, Korea Centers for Disease Control and Prevention mencatat jumlah pasien positif corona per 11 Mei adalah 10.909 orang. Naik 0,32% dibandingkan posisi per hari sebelumnya.
Seperti halnya di China, pertumbuhan kasus di Negeri Ginseng memang relatif rendah. Namun kenaikan 0,32% menjadi yang tertinggi sejak 9 April. Akibatnya sentimen pelaku pasar global kembali memburuk, dan rupiah menjadi tertekan.
Next Page
Analisis Teknikal GBP/USD
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular