
Newsletter
Air Sedang Tenang, tapi Bukan Berarti Ombak Tak Akan Datang
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 March 2020 06:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bangkit pada perdagangan kemarin. Setelah beberapa hari merah, akhirnya investor bisa melihat warna hijau.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat signifikan 1,64%. Ini adalah penguatan perdana dalam empat hari perdagangan terakhir. Sebelumnya, IHSG melemah tiga hari beruntun dan pelemahannya sangat dalam yaitu 9,08%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,31% kala penutupan perdagangan pasar spot. Seperti halnya IHSG, rupiah juga mencatat penguatan pertama dalam empat hari terakhir. Dalam tiga hari perdagangan sebelumnya, rupiah terdepresiasi 1,95%.
Dari dalam negeri, sepertinya penguatan IHSG dan rupiah lebih disebabkan oleh technical rebound. Harga aset yang sudah murah karena koreksi sangat dalam membuat investor tergoda. Aksi borong terjadi sehingga IHSG dan rupiah mampu bergerak ke utara.
Dari sisi eksternal, pelaku pasar mengapresiasi upaya sejumlah negara untuk mengatasi dampak ekonomi dari virus corona. Otoritas fiskal mulai menebar harapan dengan pemberian berbagai insentif.
Di AS, Presiden Donald Trump sudah meneken anggaran US$ 8,3 miliar untuk memerangi virus corona. Salah satu program dalam stimulus tersebut adalah pengembangan vaksin. Pemerintah AS juga akan mengajukan proposal pemotongan tarif pajak kepada Kongres.
Kemudian di China, pemerintahan Presiden Xi Jinping juga telah menganggarkan CNY 110,5 miliar untuk memerangi virus corona. Lalu di Jepang, pemerintah menyisihkan dana JPY 1,6 triliun untuk pembiayaan kepada usaha kecil-menengah.
Masih dari Asia, pemerintah Korea Selatan menyediakan anggaran KRW 11,7 triliun untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, pemeliharaan anak, dan pasar tradisional. Untuk membiayai program ini, Seoul menerbitkan obligasi tambahan senilai KRW 10,3 triliun.
Italia, tempat penyebaran virus corona terbesar setelah China, juga dikabarkan siap dengan stimulus fiskal. Kebijakan ini ditempuh meski defisit anggaran membengkak dari target 2,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,5% PDB.
Harapan terhadap berbagai stimulus tersebut membuat pelaku pasar kembali bergairah. Aset-aset berisiko di negara berkembang kembali menjadi buruan, termasuk di Indonesia.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat signifikan 1,64%. Ini adalah penguatan perdana dalam empat hari perdagangan terakhir. Sebelumnya, IHSG melemah tiga hari beruntun dan pelemahannya sangat dalam yaitu 9,08%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,31% kala penutupan perdagangan pasar spot. Seperti halnya IHSG, rupiah juga mencatat penguatan pertama dalam empat hari terakhir. Dalam tiga hari perdagangan sebelumnya, rupiah terdepresiasi 1,95%.
Dari dalam negeri, sepertinya penguatan IHSG dan rupiah lebih disebabkan oleh technical rebound. Harga aset yang sudah murah karena koreksi sangat dalam membuat investor tergoda. Aksi borong terjadi sehingga IHSG dan rupiah mampu bergerak ke utara.
Dari sisi eksternal, pelaku pasar mengapresiasi upaya sejumlah negara untuk mengatasi dampak ekonomi dari virus corona. Otoritas fiskal mulai menebar harapan dengan pemberian berbagai insentif.
Di AS, Presiden Donald Trump sudah meneken anggaran US$ 8,3 miliar untuk memerangi virus corona. Salah satu program dalam stimulus tersebut adalah pengembangan vaksin. Pemerintah AS juga akan mengajukan proposal pemotongan tarif pajak kepada Kongres.
Kemudian di China, pemerintahan Presiden Xi Jinping juga telah menganggarkan CNY 110,5 miliar untuk memerangi virus corona. Lalu di Jepang, pemerintah menyisihkan dana JPY 1,6 triliun untuk pembiayaan kepada usaha kecil-menengah.
Masih dari Asia, pemerintah Korea Selatan menyediakan anggaran KRW 11,7 triliun untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, pemeliharaan anak, dan pasar tradisional. Untuk membiayai program ini, Seoul menerbitkan obligasi tambahan senilai KRW 10,3 triliun.
Italia, tempat penyebaran virus corona terbesar setelah China, juga dikabarkan siap dengan stimulus fiskal. Kebijakan ini ditempuh meski defisit anggaran membengkak dari target 2,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,5% PDB.
Harapan terhadap berbagai stimulus tersebut membuat pelaku pasar kembali bergairah. Aset-aset berisiko di negara berkembang kembali menjadi buruan, termasuk di Indonesia.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular