
Margin Emiten Semen Membaik, Fitch: Waspadai Oversupply!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
14 August 2019 13:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Margin yang berbalik membaik masih mendukung kinerja produsen semen domestik pada semester I-2019, tetapi sektor ini masih akan dibayangi risiko kelebihan pasokan (oversupply).
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings dalam risetnya Senin pekan ini (12/8/19) menilai margin emiten semen sudah membaik, setelah sebelumnya selama 6 tahun terakhir margin laba tersebut tergerus terutama karena oversupply produk dasar properti tersebut.
Fitch menilai perbaikan margin laba emiten semen terutama didorong turunnya harga batu bara sebagai bahan baku energi dan kenaikan rerata harga jual (average selling price/ASP).
"Kami meyakini menjaga ASP yang tinggi akan menjadi tantangan dalam jangka menengah karena penetapan harga [pricing] yang agresif dari produsen semen domestik yang dimiliki China dan kondisi oversupply yang masih terjadi, meskipun kondisi harga masih akan didukung konsolidasi industri yang baru terjadi," ujar Salman Alamsyah, Associate Director PT Fitch Ratings Indonesia dalam risetnya.
Margin kotor dari dua produsen semen utama yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) naik masing-masing menjadi 32% dan 31% pada semester I-2019 dari 29% dan 26% pada periode yang sama tahun lalu.
Angka margin SMGR masih mengecualikan hasil akuisisi perusahaan terhadap produsen terbesar ketiga domestik yaitu PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang namanya sudah diganti menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Pembalikan arah itu, lanjut Salman dan tim, didukung turunnya harga batu bara yang memiliki porsi 15%-20% dari total beban produsen semen.
Cerminan penurunan harga komoditas hitam tersebut dapat dilihat pada turunnya harga batu bara acuan Indonesia US$ 71,92 per ton pada Juli 2019 dari US$ 104,65 per ton pada Juli 2018.
Fitch Ratings meyakini pembalikan arah margin laba emiten juga didukung oleh perbaikan ASP yang dialami SMGR yang naik 2% antar kuartal (QoQ0 pada Juni 2019.
Konsolidasi yang terjadi pada semester I-2019, dengan dicaploknya SMCB oleh Semen Indonesia, dapat mendorong posisi pricing untuk Semen Indonesia dan Indocement, karena kedua perusahaan sudah menjadi penguasa 80% volume produksi semen domestik (dari 2018 65%).
Meskipun demikian, produsen semen domestik yang dimiliki asing masih menjual semen di bawah harga pasar untuk menggaet pangsa pasar dan melanjutkan situasi oversupply serta mengancam berlanjutnya kenaikan harga jual ke depannya yang tentu akan mengangkat margin perseroan secara signifikan.
Dari sisi volume, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melaporkan volume penjualan semen yang turun 2,2% YoY menjadi 29,4 juta ton karena permintaan yang melemah, terutama dari dua pulau utama yaitu Jawa (-2,8% YoY) dan Sumatra (-6,3%).
Fitch meyakini perlambatan tumbuhnya permintaan disebabkan sektor properti yang masih lesu, yang memiliki porsi sekitar 70% dari permintaan semen Indonesia.
Hal tersebut, ditambah aksi tunggu (wait-and-see) investor selama momen Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019, yang membuat beberapa proyek konstruksi dari pengembang tertunda, dan ditundanya peluncuran produk baru untuk mengantisipasi kondisi yang membaik pada semester II-2019. Hal Lebih jauh, libur panjang Lebaran juga membebani volume penjualan Juni 2019.
Fitch Ratings memprediksi volume penjualan akan naik pada semester II-2019, dimasukkannya faktor hasil Pilpres dan berlanjutnya pemerintahan Joko Widodo dan dengan janjinya untuk melanjutkan proyek infrastruktur.
Secara historis, volume penjualan semen pada paruh kedua tahun ini akan membaik karena aktivitas konstruksi yang mneingkat dan hari libur yang lebih sedikit.
"Kami meyakini prospek membaiknya sentimen konsumen pasca-Pilpres dapat membuat pengembang properti lebih aktif meluncurkan proyek barunya pada semester II-2019."
Faktor lain yang dapat mendongkrak sentimen positif terhadap sektor semen dan properti adalah pemangkasan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) oleh Bank Indonesia yang dapat menggenjot pembelian properti yang memanfaatkan kredit.
Penjualan properti dengan kredit tersebut yang dapat memperbaiki arus kas pengembang properti dan membantu mendanai pembangunan selanjutnya.
Meskipun demikian, Fitch Ratings menilai pertumbuhan semen domestik 2019 tidak dapat mencapai 5% seperti yang terjadi pada 2018 karena kinerja semester I-2019 yang lambat.
Salman dan tim meyakini kondisi oversupply akan bertahan dalam jangka menengah; tingkat utilisasi kemungkinan akan tetap berada di antara antara 64% dan 66% pada 2019 dengan pertumbuhan domestik 2%-5%, dengan kapasitas total yang diproyeksi Semen Indonesia 110 juta ton.
Meskipun demikian, industri semen akan membutuhkan 5 tahun berturut turut pada pertumbuhan 5% YoY, dengan asumsi tidak adanya penambahan kapasitas secara signifikan, untuk mencapai utilisasi 80%, yang dipertimbangkan menjadi level bagi sebuah pabrik untuk membuahkan keuntungan.
ASI juga melaporkan bahwa ada kemungkinan tambahan kapasitas 7,5 juta ton dari tiga pabrik baru dalam waktu dekat, yang dinilai Fitch Ratings akan semakin menekan industri ke depannya jika pertumbuhan permintaan semen tidak juga naik. Pasar ekspor, yang menjadi alternatif untuk mengatasi oversupply, juga mengalami stagnansi pada semester I-2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak, Juli lalu sektor industri dasar jawara di BEI.
[Gambas:Video CNBC]
(irv/tas) Next Article Kelebihan Suplai, Ini Cara SMGR Bersiasat
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings dalam risetnya Senin pekan ini (12/8/19) menilai margin emiten semen sudah membaik, setelah sebelumnya selama 6 tahun terakhir margin laba tersebut tergerus terutama karena oversupply produk dasar properti tersebut.
Fitch menilai perbaikan margin laba emiten semen terutama didorong turunnya harga batu bara sebagai bahan baku energi dan kenaikan rerata harga jual (average selling price/ASP).
"Kami meyakini menjaga ASP yang tinggi akan menjadi tantangan dalam jangka menengah karena penetapan harga [pricing] yang agresif dari produsen semen domestik yang dimiliki China dan kondisi oversupply yang masih terjadi, meskipun kondisi harga masih akan didukung konsolidasi industri yang baru terjadi," ujar Salman Alamsyah, Associate Director PT Fitch Ratings Indonesia dalam risetnya.
![]() |
Angka margin SMGR masih mengecualikan hasil akuisisi perusahaan terhadap produsen terbesar ketiga domestik yaitu PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang namanya sudah diganti menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Pembalikan arah itu, lanjut Salman dan tim, didukung turunnya harga batu bara yang memiliki porsi 15%-20% dari total beban produsen semen.
Cerminan penurunan harga komoditas hitam tersebut dapat dilihat pada turunnya harga batu bara acuan Indonesia US$ 71,92 per ton pada Juli 2019 dari US$ 104,65 per ton pada Juli 2018.
Fitch Ratings meyakini pembalikan arah margin laba emiten juga didukung oleh perbaikan ASP yang dialami SMGR yang naik 2% antar kuartal (QoQ0 pada Juni 2019.
Konsolidasi yang terjadi pada semester I-2019, dengan dicaploknya SMCB oleh Semen Indonesia, dapat mendorong posisi pricing untuk Semen Indonesia dan Indocement, karena kedua perusahaan sudah menjadi penguasa 80% volume produksi semen domestik (dari 2018 65%).
Meskipun demikian, produsen semen domestik yang dimiliki asing masih menjual semen di bawah harga pasar untuk menggaet pangsa pasar dan melanjutkan situasi oversupply serta mengancam berlanjutnya kenaikan harga jual ke depannya yang tentu akan mengangkat margin perseroan secara signifikan.
Dari sisi volume, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melaporkan volume penjualan semen yang turun 2,2% YoY menjadi 29,4 juta ton karena permintaan yang melemah, terutama dari dua pulau utama yaitu Jawa (-2,8% YoY) dan Sumatra (-6,3%).
Fitch meyakini perlambatan tumbuhnya permintaan disebabkan sektor properti yang masih lesu, yang memiliki porsi sekitar 70% dari permintaan semen Indonesia.
Hal tersebut, ditambah aksi tunggu (wait-and-see) investor selama momen Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019, yang membuat beberapa proyek konstruksi dari pengembang tertunda, dan ditundanya peluncuran produk baru untuk mengantisipasi kondisi yang membaik pada semester II-2019. Hal Lebih jauh, libur panjang Lebaran juga membebani volume penjualan Juni 2019.
Fitch Ratings memprediksi volume penjualan akan naik pada semester II-2019, dimasukkannya faktor hasil Pilpres dan berlanjutnya pemerintahan Joko Widodo dan dengan janjinya untuk melanjutkan proyek infrastruktur.
Secara historis, volume penjualan semen pada paruh kedua tahun ini akan membaik karena aktivitas konstruksi yang mneingkat dan hari libur yang lebih sedikit.
"Kami meyakini prospek membaiknya sentimen konsumen pasca-Pilpres dapat membuat pengembang properti lebih aktif meluncurkan proyek barunya pada semester II-2019."
Faktor lain yang dapat mendongkrak sentimen positif terhadap sektor semen dan properti adalah pemangkasan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) oleh Bank Indonesia yang dapat menggenjot pembelian properti yang memanfaatkan kredit.
Penjualan properti dengan kredit tersebut yang dapat memperbaiki arus kas pengembang properti dan membantu mendanai pembangunan selanjutnya.
Meskipun demikian, Fitch Ratings menilai pertumbuhan semen domestik 2019 tidak dapat mencapai 5% seperti yang terjadi pada 2018 karena kinerja semester I-2019 yang lambat.
![]() |
Meskipun demikian, industri semen akan membutuhkan 5 tahun berturut turut pada pertumbuhan 5% YoY, dengan asumsi tidak adanya penambahan kapasitas secara signifikan, untuk mencapai utilisasi 80%, yang dipertimbangkan menjadi level bagi sebuah pabrik untuk membuahkan keuntungan.
ASI juga melaporkan bahwa ada kemungkinan tambahan kapasitas 7,5 juta ton dari tiga pabrik baru dalam waktu dekat, yang dinilai Fitch Ratings akan semakin menekan industri ke depannya jika pertumbuhan permintaan semen tidak juga naik. Pasar ekspor, yang menjadi alternatif untuk mengatasi oversupply, juga mengalami stagnansi pada semester I-2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak, Juli lalu sektor industri dasar jawara di BEI.
[Gambas:Video CNBC]
(irv/tas) Next Article Kelebihan Suplai, Ini Cara SMGR Bersiasat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular