Kelebihan Produksi Masih Jadi Hantu Bagi Emiten Semen RI

Houtmand P Saragih & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
12 August 2019 16:56
Meskipun ada emiten yang berhasil membukukan imbal hasil yang cukup memuaskan pada paruh pertama 2019.
Foto: Para pekerja sedang mengangkut semen (dok. Semen Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kelebihan pasokan di industri semen Tanah Air masih akan menjadi risiko besar bagi industri. Meskipun ada emiten yang berhasil membukukan imbal hasil yang cukup memuaskan pada paruh pertama 2019.

Dalam laporan terbaru per 12 Agustus 2019, lembaga pemeringkat global Fitch, menulis bahwa pemulihan tingkat imbal hasil (marjin bersih) perusahaan di industri semen terdorong oleh rendahnya komponen biaya pokok produksi, yakni harga batu baru.


Fitch juga menganalisa bahwa harga semen yang mahal tidak akan bertahan dalam jangka waktu menengah karena penetapan harga yang agresif oleh produsen semen domestik China. Selain itu, kelebihan pasokan juga akan mendorong pelemahan harga jual.

Kelebihan Produksi Masih Jadi Hantu untuk Emiten SemenFoto: CNBC Indonesia/Dwi Ayunintyas

Secara umum tabel di atas menunjukkan bahwa 3 dari perusahaan semen membukukan pertumbuhan laba negatif, dan satu masih merugi. Akan tetapi salah satu pemain besar dalam industri semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) membukukan pertumbuhan laba bersih hingga 80,24% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Hingga akhir Juni 2019, INTP mengantongi keuntungan Rp 639,74 miliar dari sebelumnya pada semester I-2018 hanya sebesar Rp 356,67 miliar.


Sementara itu, meskipun laba bersih SMGR pada semester I-2019 anjlok 50,09%, akan tetapi marjin kotor perusahaan sebagai entitas mandiri sejatinya tumbuh positif. Marjin kotor SMGR tercatat naik menjadi 31% dari 26% di paruh pertama 2018, jika mengecualikan hasil perolehan dari mengakuisisi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB).

Fitch percaya bahwa perputaran marjin juga disokong oleh pemulihan harga penjualan, dimana pada kuartal II-2019 SMGR membukukan kenaikan rerata harga jual sebesar 2% jika dibandingkan kuartal I-2019.

Konsolidasi industri pada paruh pertama tahun ini, dengan SMGR yang sukses mengakuisisi SMCB, dapat meningkatkan daya tawar untuk penetapan harga. Pasalnya setelah akuisisi tersebut, jika pangsa pasar SMGR dan INTP digabung makan akan mengendalikan hampir 80% volume domestik.

Akan tetapi, Fitch menambahkan tetap ada persaingan dari produsen asing yang menjual di bawah harga pasar agar dapat memperluas pangsa pasar mereka.

Di lain pihak, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) juga melaporkan adanya penurunan volume penjualan semen domestik sebesar 2,2% YoY menjadi 29,4 juta ton dikarenakan penurunan permintaan dari pulau Jawa (-2,8% YoY) dan Sumatra (-6,3% YoY).


Volume penjualan turun karena rendahnya permintaan dari sektor properti mengambil sikap wait and see sambil menantikan hasil pemilihan umum presiden dan libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri.

Fitch memproyeksi bahwa pada paruh kedua tahun ini, volume penjualan semen akan meningkat seiring dengan terpilihnya kembali petahana Presiden Joko Widodo yang kembali fokus pada proyek pembangunan infrastruktur dan kawasan industri.

Selain itu, pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin juga dapat memacu pembelian kredit perumahan yang akan mendongkrak posisi kas para pengembang properti.

Meskipun demikian, kelebihan pasokan masih akan bertahan hingga jangka menengah, terutama karena akan ada tambahan kapasitas pasokan sebesar 7,5 juta ton dari 3 pabrik baru.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article 5 Bulan Turun, Juni Penjualan Semen Tumbuh Tipis 3,68%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular