
Fenomena Semen Murah China Jadi Aduan ke KPPU
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
08 August 2019 16:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Federasi Serikat Pekerja Semen se-Indonesia bersama anggota DPR RI terpilih 2019-2024 Andre Rosiade mendatangi kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Kamis (8/8/2019). Mereka melaporkan dugaan predatory pricing atau banting harga yang dilakukan pabrik semen prinsipal merek China.
"Kami melaporkan dalam rangka menjaga industri strategis kita yang hancur gara-gara semen China," kata Andre usai melapor ke KPPU, dalam keterangan resminya, Kamis (8/8/2019).
Ia mengklaim saat ini kapasitas produksi pabrik semen mencapai 110 juta ton per tahun, sementara konsumsi semen hanya 75 juta ton per tahun. Produk semen pun menjadi kelebihan pasok. Menurutnya, dengan kapasitas berlebih mencapai 35 juta ton per tahun, Indonesia tidak perlu membangun pabrik semen baru sampai 2030.
Andre juga menyayangkan kebijakan impor yang diterbitkan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan pemberian izin pembangunan pabrik yang diberikan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di tengah kondisi semen yang sudah oversupply.
Kondisi ini kemudian yang membuat sejumlah pabrik semen lokal tidak mengoperasikan semua pabriknya. Dugaan predatory pricing semen prinsipal merek China terjadi, kata Andre, terlihat dari penjualan semen yang diharga lebih murah dari semen lokal di pasaran.
"Ini praktik sudah lazim dilakukan di semua negara, mereka jual murah dulu agar menghancurkan industri semen dalam negeri. Setelah bangkrut, mereka beli, habis itu, harga semen akan mereka kerek lagi. Baja sudah hancur, semen jangan sampai hancur," ucapnya.
Andre mengatakan, untuk satu sak semen ukuran 50 kg, semen prinsipal merk China menjualnya dengan harga Rp 42.000, sementara semen lokal jauh di atasnya dengan harga Rp 51.000.
Ia berharap KPPU untuk serius menyikapi dugaan predatory pricing tersebut sebab dikhawatirkan akan terjadi PHK massal pada 2020 mendatang.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama KPPU Deswin Nur mengatakan pihaknya akan mempelajari laporan dari serikat pekerja semen. KPPU sudah melakukan penelitian atas fenomena industri semen. Namun, untuk dugaan predatory pricing terkait produk semen dari prinsipal China, dibutuhkan pendalaman.
"Setelah ini kami akan pelajari dokumennya, kelengkapannya, fakta-faktanya, apakah sudah ada bukti awal," kata Deswin.
(hoi/hoi) Next Article Penjualan Semen Dihantui Merek China
"Kami melaporkan dalam rangka menjaga industri strategis kita yang hancur gara-gara semen China," kata Andre usai melapor ke KPPU, dalam keterangan resminya, Kamis (8/8/2019).
Ia mengklaim saat ini kapasitas produksi pabrik semen mencapai 110 juta ton per tahun, sementara konsumsi semen hanya 75 juta ton per tahun. Produk semen pun menjadi kelebihan pasok. Menurutnya, dengan kapasitas berlebih mencapai 35 juta ton per tahun, Indonesia tidak perlu membangun pabrik semen baru sampai 2030.
Andre juga menyayangkan kebijakan impor yang diterbitkan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan pemberian izin pembangunan pabrik yang diberikan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di tengah kondisi semen yang sudah oversupply.
Kondisi ini kemudian yang membuat sejumlah pabrik semen lokal tidak mengoperasikan semua pabriknya. Dugaan predatory pricing semen prinsipal merek China terjadi, kata Andre, terlihat dari penjualan semen yang diharga lebih murah dari semen lokal di pasaran.
"Ini praktik sudah lazim dilakukan di semua negara, mereka jual murah dulu agar menghancurkan industri semen dalam negeri. Setelah bangkrut, mereka beli, habis itu, harga semen akan mereka kerek lagi. Baja sudah hancur, semen jangan sampai hancur," ucapnya.
Andre mengatakan, untuk satu sak semen ukuran 50 kg, semen prinsipal merk China menjualnya dengan harga Rp 42.000, sementara semen lokal jauh di atasnya dengan harga Rp 51.000.
Ia berharap KPPU untuk serius menyikapi dugaan predatory pricing tersebut sebab dikhawatirkan akan terjadi PHK massal pada 2020 mendatang.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama KPPU Deswin Nur mengatakan pihaknya akan mempelajari laporan dari serikat pekerja semen. KPPU sudah melakukan penelitian atas fenomena industri semen. Namun, untuk dugaan predatory pricing terkait produk semen dari prinsipal China, dibutuhkan pendalaman.
"Setelah ini kami akan pelajari dokumennya, kelengkapannya, fakta-faktanya, apakah sudah ada bukti awal," kata Deswin.
(hoi/hoi) Next Article Penjualan Semen Dihantui Merek China
Most Popular