Ini Kronologis Notes Jababeka yang Terancam Gagal Bayar
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
18 July 2019 14:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Kisruh mengenai isu potensi gagal bayar (default) surat utang milik anak usaha PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) hingga kini belum tuntas.
Manajemen baru di bawah kepemimpinan Sugiharto, tegas membantah adanya klausul acting in concert (upaya pengambilalihan pengendali) karena tidak dapat dibuktikan, sementara manajemen lama menilai ada upaya acting in concert karena dua pemegang saham mengusulkan perubahan pengurus yakni dirut dan komisaris.
Manajemen baru Jababeka justru membantah isu yang mengemuka soal potensi gagal bayar atas utang senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$). Notes atau surat utang itu diterbitkan anak usaha Jababeka di Belanda, Jababeka International BV (JIBV).
Sebetulnya, bagaimana kronologi penerbitan notes senilai US$ 300 juta itu bermula?
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan perseroan di laman Bursa Efek Indonesia, awalnya pada 5 Oktober 2018, JIBV menerbitkan Guaranteed Senior Notes sebesar US$ 189.150.000, di mana US$ 20.617.000 merupakan notes baru dan tambahan sebesar US$ 168.533.000.
Selanjutnya, pada 19 Oktober 2016, JIBV mengajukan penukaran Guaranteed Senior Notes due 2019 dengan Guaranteed Senior Notes due 2023.
JIBV menukarkan Guaranteed Senior Notes due 2019 sebesar US$ 168.533.000 dengan Guaranteed Senior Notes due 2023. Guaranteed Senior Notes due 2019 diterbitkan oleh JIBV pada tanggal 24 September 2014.
Setelah itu, pada 15 November 2017, JIBV menerbitkan Guaranteed Senior Notes due 2023 sebesar US$ 110.850.000 dengan harga jual 104,50%.
Notes ini merupakan terbitan lanjutan dari penerbitan Guaranteed Senior Notes 2023 sebesar US$ 189.150.000 yang dirilis pada 5 Oktober 2016 dan 19 Oktober 2016. Further Notes atau surat utang lanjutan ini akan jatuh tempo pada tahun 2023.
"Dengan demikian total Guaranteed Senior Notes due 2023 secara keseluruhan menjadi US$ 300 juta dengan jatuh tempo pada tahun 2023," tulis manajemen, Senin (15/7/2019).
Direktur Utama Jababeka yang baru, Sugiharto, mengatakan pada saat penerbitan tersebut ada tiga perusahaan penjamin emisi efek atau underwriter yang ditetapkan yakni UBS, Credit Suisse, dan JPMorgan.
"Notes itu diterbitkan mengacu pada aturan penerbitan notes di Amerika Serikat [US Law]," kata Sugiharto, kepada CNBC Indonesia, Senin (16/7/2019).
Penerbitan Guaranteed Senior Notes due 2023 ini akan membatasi perusahaan dan entitas anak Jababeka dalam hal penambahan utang dan menerbitkan saham preferen, menjual aset, hingga perubahan pemegang saham pengendali. Poin ketiga inilah yang menjadi alasan awal terjadi pernyataan manajemen lama bahwa Jababeka berpotensi gagal bayar surat utang tersebut.
Sugiharto menegaskan, dirinya sudah menjadi direktur utama perseroan yang sah dan memegang kendali perusahaan pengelola kawasan industri di Cikarang, Jawa Barat ini dalam RUPST pada 26 Juni. Disebut sah karena sudah dilakukan voting, di mana 52,12% suara menyetujui pengangkatan dirinya sebagai direktur utama.
"Saya sudah mendapat tiga legal opinion sebagai direktur utama Jababeka yang sah, acting in concert tidak bisa dibuktikan," ungkap mantan Menteri Negara BUMN periode 2004-2007 ini.
Seperti diketahui, RUPST pada 26 Juni lalu ditetapkannya Sugiharto sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris Jababeka. Perubahan pengurus ini diusulkan oleh PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB) sebagai pemegang saham KIJA masing-masing sebesar 6,387% dan 10,841% per 26 Juni, saat RUPST berlangsung.
Manajemen Jababeka menjelaskan, salah satu alasan usulan pengangkatan Sugiharto ialah untuk memperkuat perseroan dengan pertimbangan bahwa harga saham Jababeka tidak mengalami kenaikan, under value dan tidak ada dividen tunai dalam kurun waktu beberapa tahun.
BEI selidiki proses perubahan pengurus Jababeka.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Laba Jababeka di 2019 Capai Rp 119 M, Saham Terjerembab 54%
Manajemen baru di bawah kepemimpinan Sugiharto, tegas membantah adanya klausul acting in concert (upaya pengambilalihan pengendali) karena tidak dapat dibuktikan, sementara manajemen lama menilai ada upaya acting in concert karena dua pemegang saham mengusulkan perubahan pengurus yakni dirut dan komisaris.
Manajemen baru Jababeka justru membantah isu yang mengemuka soal potensi gagal bayar atas utang senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$). Notes atau surat utang itu diterbitkan anak usaha Jababeka di Belanda, Jababeka International BV (JIBV).
Sebetulnya, bagaimana kronologi penerbitan notes senilai US$ 300 juta itu bermula?
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan perseroan di laman Bursa Efek Indonesia, awalnya pada 5 Oktober 2018, JIBV menerbitkan Guaranteed Senior Notes sebesar US$ 189.150.000, di mana US$ 20.617.000 merupakan notes baru dan tambahan sebesar US$ 168.533.000.
Selanjutnya, pada 19 Oktober 2016, JIBV mengajukan penukaran Guaranteed Senior Notes due 2019 dengan Guaranteed Senior Notes due 2023.
JIBV menukarkan Guaranteed Senior Notes due 2019 sebesar US$ 168.533.000 dengan Guaranteed Senior Notes due 2023. Guaranteed Senior Notes due 2019 diterbitkan oleh JIBV pada tanggal 24 September 2014.
Setelah itu, pada 15 November 2017, JIBV menerbitkan Guaranteed Senior Notes due 2023 sebesar US$ 110.850.000 dengan harga jual 104,50%.
Notes ini merupakan terbitan lanjutan dari penerbitan Guaranteed Senior Notes 2023 sebesar US$ 189.150.000 yang dirilis pada 5 Oktober 2016 dan 19 Oktober 2016. Further Notes atau surat utang lanjutan ini akan jatuh tempo pada tahun 2023.
"Dengan demikian total Guaranteed Senior Notes due 2023 secara keseluruhan menjadi US$ 300 juta dengan jatuh tempo pada tahun 2023," tulis manajemen, Senin (15/7/2019).
Direktur Utama Jababeka yang baru, Sugiharto, mengatakan pada saat penerbitan tersebut ada tiga perusahaan penjamin emisi efek atau underwriter yang ditetapkan yakni UBS, Credit Suisse, dan JPMorgan.
"Notes itu diterbitkan mengacu pada aturan penerbitan notes di Amerika Serikat [US Law]," kata Sugiharto, kepada CNBC Indonesia, Senin (16/7/2019).
Penerbitan Guaranteed Senior Notes due 2023 ini akan membatasi perusahaan dan entitas anak Jababeka dalam hal penambahan utang dan menerbitkan saham preferen, menjual aset, hingga perubahan pemegang saham pengendali. Poin ketiga inilah yang menjadi alasan awal terjadi pernyataan manajemen lama bahwa Jababeka berpotensi gagal bayar surat utang tersebut.
Sugiharto menegaskan, dirinya sudah menjadi direktur utama perseroan yang sah dan memegang kendali perusahaan pengelola kawasan industri di Cikarang, Jawa Barat ini dalam RUPST pada 26 Juni. Disebut sah karena sudah dilakukan voting, di mana 52,12% suara menyetujui pengangkatan dirinya sebagai direktur utama.
"Saya sudah mendapat tiga legal opinion sebagai direktur utama Jababeka yang sah, acting in concert tidak bisa dibuktikan," ungkap mantan Menteri Negara BUMN periode 2004-2007 ini.
Manajemen Jababeka menjelaskan, salah satu alasan usulan pengangkatan Sugiharto ialah untuk memperkuat perseroan dengan pertimbangan bahwa harga saham Jababeka tidak mengalami kenaikan, under value dan tidak ada dividen tunai dalam kurun waktu beberapa tahun.
BEI selidiki proses perubahan pengurus Jababeka.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Laba Jababeka di 2019 Capai Rp 119 M, Saham Terjerembab 54%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular