Bank Dunia Pangkas Proyeksi PDB RI, IHSG Tetap Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 July 2019 18:03
Bank Dunia Pangkas Proyeksi PDB RI, IHSG Tetap Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Memulai perdagangan dengan apresiasi sebesar 0,35% ke level 6.381,18, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak sekalipun merasakan pahitnya zona merah pada perdagangan Senin ini (1/7/2019).

Per akhir sesi dua, IHSG ditutup menguat 0,33% ke level 6.379,69.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,93%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (+7,78%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,9%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+5,88%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+3,38%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei menguat 2,13%, indeks Shanghai melesat 2,22%, indeks Straits Times menguat 1,53%.

Perdagangan di bursa saham Hong Kong diliburkan guna memperingati special administrative region establishment day.

Mendinginnya hubungan antara AS dengan China sukses memantik aksi beli secara besar-besaran di bursa saham Benua Kuning. Setelah berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Osaka, Jepang, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.


Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Lebih lanjut, Trump menyebut bahwa China akan membeli produk-produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar.

"Kami menahan diri dari (mengenakan) bea masuk dan mereka akan membeli produk pertanian (asal AS)," tutur Trump, dilansir dari CNBC International.

Walaupun belum dikonfirmasi pihak China, jika apa yang disebutkan Trump tersebut benar adanya, maka hal ini tentu akan mengerek laju perekonomian AS.

Selama ini, produk agrikultur memang menjadi incaran pemerintah China dalam upayanya melawan balik serangan-serangan AS. Pada tanggal 1 Juni, pemerintah China resmi mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam, dan kalkun. Bea masuk baru yang berlaku adalah 20% dan 25%, dari yang sebelumnya 5% dan 10%.

Kala perekonomian AS dan China menggeliat, tentu laju perekonomian global akan terkerek naik, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

Tak hanya mesra dengan China, AS juga menunjukkan kemesraan dengan Korea Utara. Selepas gelaran KTT G20 berakhir, Trump bertolak ke Korea Selatan.

Menjelang kunjungannya tersebut, Trump mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan Pimpinan Korea Utara, Kim Jong Un. Hal ini diungkapkan melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump.

Walau Proyeksi PDB Dipangkas Bank Dunia, IHSG Tetap HijauFoto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)

Secara mengejutkan, Kim bersedia untuk menemuinya. Kemarin (30/6/2019) waktu setempat, Trump menemui Kim di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Selatan dengan Korea Utara. Usai berjabat tangan dan sedikit berbincang dengan Kim, Trump kemudian diajaknya untuk melewati perbatasan, menjadikannya presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara kala sedang menjabat.

Pertemuan kali ini menjadi yang ketiga antara Trump dengan Kim pasca pertemuan kedua di Vietnam beberapa waktu yang lalu berakhir dengan buruk. Kala itu, AS dan Korea Utara bersitegang lantaran tak mencapai titik temu terkait dengan denuklirisasi Korea Utara.

Saat bertemu Kim kemarin, Trump mengundang orang nomor satu di Korea Utara itu untuk bertandang ke AS, tepatnya ke Gedung Putih.

"Kapanpun dia mau melakukannya. Saya pikir kami ingin membawa ini ke tingkat selanjutnya, mari kita lihat apa yang akan terjadi," kata Trump seperti dilansir dari detikcom, Minggu (30/6/2019).

Trump mengatakan bahwa pasca pertemuannya dengan Kim, delegasi AS dan Korea Utara akan melakukan pertemuan lanjutan dalam dua atau tiga minggu ke depan guna membicarakan program nuklir milik Pyongyang.

Kala AS dan Korea Utara jauh dari yang namanya peperangan, tentu hasrat investor untuk masuk ke instrumen yang relatif berisiko membuncah sehingga wajar jika pasar saham tanah air membukukan apresiasi pada hari ini.

LANJUT KE HALAMAN 2>>

Dari dalam negeri, sentimen positif bagi bursa saham tanah air datang dari rilis angka inflasi. Sekitar sejam menjelang akhir perdagangan sesi satu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Juni 2019.

Hasilnya, inflasi secara bulanan diumumkan di level 0,55%, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang sebesar 0,46% dan inflasi tahunan berada di level 3,28%. Kemudian, inflasi inti tercatat sebesar 3,25% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 3,12%.

Inflasi inti yang berada di atas ekspektasi mengindikasikan perbaikan daya beli masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran inflasi inti sudah mengeluarkan komponen yang bergejolak yakni harga pangan dan energi.

Selama ini, konsumsi rumah tangga memegang peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, pos tersebut membentuk lebih dari 50% perekonomian Indonesia.

Walau Proyeksi PDB Dipangkas Bank Dunia, IHSG Tetap HijauFoto: Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi Juni 2019 hingga perkembangan pariwisata dan transportasi Mei 2019 di Gedung 3, Kantor Pusat BPS. (CNBC Indonesia/Lidya Kembaren)

Pada tahun 2018, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Indonesia adalah sebesar 55,7%, menjadikannya pos dengan kontribusi terbesar. Di posisi dua, ada investasi yang berkontribusi sebesar 32,3%. Di posisi tiga, ada ekspor (barang dan jasa) yang berkontribusi sebesar 21%.


Kala konsumsi rumah tangga kuat, besar harapan bahwa perekonomian Indonesia akan bisa dipacu untuk tumbuh di level yang relatif tinggi. Hal ini tentu merupakan kabar baik bagi pasar saham.


LANJUT KE HALAMAN 3>>


Sayang, penguatan IHSG dibatasi oleh diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia (World Bank).

Pada hari ini, lembaga yang berbasis di Washington, AS tersebut memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019, dari yang semula 5,2% menjadi 5,1%.

Dalam publikasinya, Bank Dunia menjelaskan beberapa faktor yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang melemah di tahun 2019.

Walau Proyeksi PDB Dipangkas Bank Dunia, IHSG Tetap HijauFoto: World Bank (REUTERS/Yuri Gripas)

Bank Dunia mencatat harga komoditas logam dasar telah turun sepanjang dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I-2019, indeks harga logam dasar turun 12% year-on-year (YoY), sementara pada kuartal sebelumnya juga amblas hingga 9% YoY.

Selain itu, ada pula harga batu bara Australia yang turun setelah pemerintah China memperketat impornya sejak Februari 2019. China yang merupakan konsumen terbesar batu bara dunia sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga global.

Alhasil, Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pun juga ikut turun. Berdasarkan catatan Bank Dunia, rata-rata HBA sepanjang kuartal I-2019 turun hingga 7% YoY.


Nasib serupa juga terjadi pada komoditas ekspor agrikultur. Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah hingga 17% YoY di kuartal I-2019, melanjutkan pelemahan 23% YoY di kuartal sebelumnya. Pelemahan harga CPO masih terus terjadi meskipun pemerintah telah meningkatkan konsumsi minyak sawit domestik dengan program B20.

Anjloknya harga-harga komoditas tersebut membuat nilai ekspor terkontraksi. Padahal berdasarkan jumlahnya, ekspor batu bara dan minyak sawit sepanjang kuartal I-2019 naik masing-masing sebesar 10,5% YoY dan 9,8% YoY. Namun karena harga yang melemah, pertumbuhan nilai ekspor keduanya tercatat negatif sekitar 10% YoY.

Dampak dari penurunan harga komoditas adalah nilai investasi yang juga melambat. Pasalnya, imbal hasil investasi yang dihasilkan kala harga-harga komoditas anjlok menjadi tak maksimal. Catatan Bank Dunia memperlihatkan pertumbuhan investasi kuartal I-2019 hanya sebesar 5% YoY atau turun dari posisi kuartal IV-2018 sebesar 6% YoY.

Selain karena pelemahan harga komoditas, perlambatan investasi juga disebabkan oleh dua hal lain yaitu gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan perlambatan belanja infrastruktur pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular