
Miris! Sugih Energy Disuspensi BEI, Karyawan Tersisa 2 Orang
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
01 July 2019 15:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu lagi emiten pertambangan minyak dan gas bumi (migas) yang dibekukan sementara transaksi perdagangan sahamnya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten tersebut yakni PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
Perdagangan saham perusahaan terkena suspensi mulai Senin 1 Juli ini karena perseroan belum menyerahkan laporan keuangan tahunan 2018, sekaligus telat melakukan pembayaran denda. Sugih tergabung dengan 10 emiten lainnya yang juga disuspensi (enam emiten menjalankan perpanjangan suspensi).
Jika melihat laporan keuangan kuartal III-2018 dan hasil paparan publik pada 3 Januari silam, perusahaan memang sedang dirundung masalah menyangkut kelanjutan prospek eksplorasi dan produksi onshore di area kilang Selat Panjang, Riau.
Cerita bermula ketika anak perusahaan SUGI, PT Petronusa Bumibakti (PNB) dengan International Mineral Resources Inc (IMR) mendirikan ventura bersama bernama Petroselat Ltd.
Perusahaan ini kemudian dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemasoknya.
Petroselat Ltd adalah ventura bersama yang dibentuk untuk menjadi operator untuk Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) wilayah kerja onshore Selat Panjang dari SKK Migas.
Kondisi operator yang pailit itu membuktikan bahwa para kontraktor PSC tidak menyediakan kebutuhan finansial untuk melaksanakan kegiatan operasional dan tidak melaksanakan kewajiban sesuai PSC.
Kemudian pada 26 Juli 2018, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memberikan arahan lisan kepada kepala SKK Migas untuk mengakhiri perjanjian. Alhasil berdasar arahan tersebut, SKK Migas mengakhiri PSC wilayah Selat Panjang dengan perusahaan dan IMR.
SUGI kemudian mencoba melakukan korespondensi dengan ESDM dan SKK Migas untuk meminta perpanjangan penyelesaian kepailitan Petroselat.
Perusahaan juga melakukan perjanjian dengan kreditor senilai US$ 29 juta untuk membantu pembayaran seluruh kewajiban terkait wilayah kerja Selat Panjang.
Akan tetapi, proses ini terkendala karena Direktur Utama Sugih Energy Abhaya Bhushan Chatterjee yang merupakan warga negara India ternyata tidak mengantongi izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA). Padahal Abhaya adalah penghubung dengan para kreditor yang dimaksud.
Kondisi perusahaan yang mengkhawatirkan juga terlihat dari jumlah karyawan perusahaan yang awalnya mencapai 49 orang di akhir tahun 2017, hanya tersisa dua orang per kuartal ke III-2018.
Perusahaan juga memiliki beban keuangan berat yang menekan kinerja keuangan perusahaan, sehingga harus terpaksa merugi pada 9 bulan pertama tahun lalu.
Beban keuangan perusahaan tercatat sebesar US$ 6,62 juta dengan laba operasional senilai US$ 5,11 juta. Alhasil perusahaan harus tekor dengan menderita rugi mencapai US$ 1,37 juta.
Hingga September 2018, pemegang saham Sugih Energy yakni Goldenhill Energy Fund 12%, Dana Pensiun Pertamina 8%, Credit Suisse AG SC Trust 6%, Interventures Capital Pte Ltd 7%, dan publik 67%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Apa Kabar Sugih Energy yang Karyawannya Tinggal 8 Orang?
Perdagangan saham perusahaan terkena suspensi mulai Senin 1 Juli ini karena perseroan belum menyerahkan laporan keuangan tahunan 2018, sekaligus telat melakukan pembayaran denda. Sugih tergabung dengan 10 emiten lainnya yang juga disuspensi (enam emiten menjalankan perpanjangan suspensi).
Jika melihat laporan keuangan kuartal III-2018 dan hasil paparan publik pada 3 Januari silam, perusahaan memang sedang dirundung masalah menyangkut kelanjutan prospek eksplorasi dan produksi onshore di area kilang Selat Panjang, Riau.
Perusahaan ini kemudian dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemasoknya.
Petroselat Ltd adalah ventura bersama yang dibentuk untuk menjadi operator untuk Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) wilayah kerja onshore Selat Panjang dari SKK Migas.
Kondisi operator yang pailit itu membuktikan bahwa para kontraktor PSC tidak menyediakan kebutuhan finansial untuk melaksanakan kegiatan operasional dan tidak melaksanakan kewajiban sesuai PSC.
Kemudian pada 26 Juli 2018, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memberikan arahan lisan kepada kepala SKK Migas untuk mengakhiri perjanjian. Alhasil berdasar arahan tersebut, SKK Migas mengakhiri PSC wilayah Selat Panjang dengan perusahaan dan IMR.
SUGI kemudian mencoba melakukan korespondensi dengan ESDM dan SKK Migas untuk meminta perpanjangan penyelesaian kepailitan Petroselat.
Perusahaan juga melakukan perjanjian dengan kreditor senilai US$ 29 juta untuk membantu pembayaran seluruh kewajiban terkait wilayah kerja Selat Panjang.
Akan tetapi, proses ini terkendala karena Direktur Utama Sugih Energy Abhaya Bhushan Chatterjee yang merupakan warga negara India ternyata tidak mengantongi izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA). Padahal Abhaya adalah penghubung dengan para kreditor yang dimaksud.
Kondisi perusahaan yang mengkhawatirkan juga terlihat dari jumlah karyawan perusahaan yang awalnya mencapai 49 orang di akhir tahun 2017, hanya tersisa dua orang per kuartal ke III-2018.
Perusahaan juga memiliki beban keuangan berat yang menekan kinerja keuangan perusahaan, sehingga harus terpaksa merugi pada 9 bulan pertama tahun lalu.
Beban keuangan perusahaan tercatat sebesar US$ 6,62 juta dengan laba operasional senilai US$ 5,11 juta. Alhasil perusahaan harus tekor dengan menderita rugi mencapai US$ 1,37 juta.
Hingga September 2018, pemegang saham Sugih Energy yakni Goldenhill Energy Fund 12%, Dana Pensiun Pertamina 8%, Credit Suisse AG SC Trust 6%, Interventures Capital Pte Ltd 7%, dan publik 67%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Apa Kabar Sugih Energy yang Karyawannya Tinggal 8 Orang?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular