
Dunia Perlu Waspada, Perlambatan Ekonomi Global Kian Nyata
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
12 February 2019 12:48

China, ekonomi terbesar kedua di dunia dan motor perdagangan internasional, hanya mampu tumbuh 6,6% tahun lalu. Ini adalah laju terlemahnya sejak 1990.
Perlambatan ekonomi China membuat was-was seluruh dunia. Sebab, ekonomi yang melambat berarti menurunnya permintaan berbagai komoditas dari negara itu. Akibatnya, negara-negara yang menjadi rekan dagangnya akan ikut terimbas.
Kondisi ini membuat pasar keuangan global digelayuti awan hitam.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde di Davos memperingatkan perlambatan ekonomi China bisa menimbulkan risiko besar jika penurunan terus terjadi dan semakin cepat.
"Jika perlambatan terlalu cepat, itu akan menjadi masalah nyata baik di dalam negeri dan mungkin pada basis yang lebih sistemik," ujarnya.
Lesunya China menular ke negara tetangga, Jepang. Perekonomian Jepang menyusut atau tumbuh negatif hingga 0,6% di kuartal ketiga tahun lalu, lebih dalam dari perkiraan awal, yaitu kontraksi sebesar 0,3%.
Padahal, di kuartal sebelumnya produk domestik bruto (PDB) negara tersebut masih mampu tumbuh 0,7%.
Para ekonom saat itu melihat hal ini sebagai kontraksi teknis sementara akibat berbagai bencana alam yang melanda negara itu dan indikator ekonomi terbaru memperlihatkan ekonomi akan tumbuh pada kuartal keempat.
Namun, potensi meruncingnya ketegangan perdagangan yang dipimpin Amerika Serikat (AS) menjadi risiko besar bagi ekonomi Jepang yang sangat mengandalkan ekspor.
Tak cuma Jepang, Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, juga terpukul perang dagang. Ekonomi Jerman tumbuh 1,5% pada tahun 2018, tingkat terlemah dalam lima tahun terakhir, menurut perkiraan awal dari Kantor Statistik Federal, pertengahan bulan lalu.
Untuk tahun 2019, Komisi Eropa memproyeksikan perekonomian Jerman hanya tumbuh 1,1%, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,8%.
IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan Jerman menjadi hanya 1,3% pada tahun ini, turun jauh dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,9%.
Melambatnya Jerman pada akhirnya menjadi alasan Komisi Eropa menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Uni Eropa. Komisi Eropa, yang merupakan lembaga eksekutif UE, kini memperkirakan zona mata uang tunggal itu akan tumbuh 1,3% di 2019 dari 1,9% yang diperkirakan di November.
Seolah belum cukup, Italia juga dilanda resesi setelah ekonominya terkontraksi dalam dua kuartal beruntun.
Ekonomi Italia terkontraksi 0,2% di kuartal keempat setelah turun 0,1% pada kuartal ketiga. Komisi Eropa pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza di 2019 menjadi 0,2%, anjlok dari 1% di 2018.
Bursa-bursa utama Eropa pun ramai-ramai terjun bebas setelah penurunan proyeksi pertumbuhan UE itu. Indeks FTSE 100 di London anjlok 1,11%, indeks DAX di Frankfurt amblas 2,67%, dan indeks CAC 40 di Paris rontok 1,84%.
Indeks Eropa Stoxx 600 ditutup turun tajam 1,36% dengan seluruh sektor dan bursa utama berada di zona negatif, Kamis (7/2/2019). (prm)
Perlambatan ekonomi China membuat was-was seluruh dunia. Sebab, ekonomi yang melambat berarti menurunnya permintaan berbagai komoditas dari negara itu. Akibatnya, negara-negara yang menjadi rekan dagangnya akan ikut terimbas.
Kondisi ini membuat pasar keuangan global digelayuti awan hitam.
"Jika perlambatan terlalu cepat, itu akan menjadi masalah nyata baik di dalam negeri dan mungkin pada basis yang lebih sistemik," ujarnya.
Lesunya China menular ke negara tetangga, Jepang. Perekonomian Jepang menyusut atau tumbuh negatif hingga 0,6% di kuartal ketiga tahun lalu, lebih dalam dari perkiraan awal, yaitu kontraksi sebesar 0,3%.
Padahal, di kuartal sebelumnya produk domestik bruto (PDB) negara tersebut masih mampu tumbuh 0,7%.
Para ekonom saat itu melihat hal ini sebagai kontraksi teknis sementara akibat berbagai bencana alam yang melanda negara itu dan indikator ekonomi terbaru memperlihatkan ekonomi akan tumbuh pada kuartal keempat.
Namun, potensi meruncingnya ketegangan perdagangan yang dipimpin Amerika Serikat (AS) menjadi risiko besar bagi ekonomi Jepang yang sangat mengandalkan ekspor.
![]() |
Tak cuma Jepang, Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, juga terpukul perang dagang. Ekonomi Jerman tumbuh 1,5% pada tahun 2018, tingkat terlemah dalam lima tahun terakhir, menurut perkiraan awal dari Kantor Statistik Federal, pertengahan bulan lalu.
Untuk tahun 2019, Komisi Eropa memproyeksikan perekonomian Jerman hanya tumbuh 1,1%, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,8%.
IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan Jerman menjadi hanya 1,3% pada tahun ini, turun jauh dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,9%.
Melambatnya Jerman pada akhirnya menjadi alasan Komisi Eropa menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Uni Eropa. Komisi Eropa, yang merupakan lembaga eksekutif UE, kini memperkirakan zona mata uang tunggal itu akan tumbuh 1,3% di 2019 dari 1,9% yang diperkirakan di November.
Seolah belum cukup, Italia juga dilanda resesi setelah ekonominya terkontraksi dalam dua kuartal beruntun.
Ekonomi Italia terkontraksi 0,2% di kuartal keempat setelah turun 0,1% pada kuartal ketiga. Komisi Eropa pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza di 2019 menjadi 0,2%, anjlok dari 1% di 2018.
Bursa-bursa utama Eropa pun ramai-ramai terjun bebas setelah penurunan proyeksi pertumbuhan UE itu. Indeks FTSE 100 di London anjlok 1,11%, indeks DAX di Frankfurt amblas 2,67%, dan indeks CAC 40 di Paris rontok 1,84%.
Indeks Eropa Stoxx 600 ditutup turun tajam 1,36% dengan seluruh sektor dan bursa utama berada di zona negatif, Kamis (7/2/2019). (prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular