Pasar Kripto Rentan Bergoyang, Ini Penyebabnya

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
19 July 2022 17:25
Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Pierre Borthiry on Unsplash)
Foto: Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Pierre Borthiry on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis kripto membuat banyak perusahaan kripto mengalami berbagai masalah hingga menyebabkan kehancuran di lingkungan perusahaan kripto tersebut.

Aset digital yang sangat berisiko ini memang tengah menjadi daya tarik banyak orang karena sifatnya yang berbeda dari aset konvensional.

Di tahun 2021 saja, mata uang kripto kian menggila dengan pecah rekor tertinggi barunya, seperti yang diperlihatkan oleh dua kripto 'blue chip' yakni Bitcoin dan Ethereum. Tanpa nilai fundamental, para pengguna menciptakan nilai 'adikodrati' mata uang digital, sehingga membuatnya bersinar.

Meski sempat diminati oleh banyak investor, terutama kalangan milienial hingga harganya melesat jauh pada tahun lalu. Tetapi karena aset kripto dinilai berisiko, maka potensi kehancurannya juga cukup besar.

Setelah pada tahun lalu Bitcoin dan Ethereum mencetak rekor all time high (ATH) dua kali, kini keduanya terjatuh cukup jauh dari harga ATH-nya.

Bahkan, kapitalisasi keduanya yang sempat mencapai lebih dari US$ 1 triliun (Bitcoin) dan US$ 560 miliar (Ethereum), kini kedunya tidak lebih dari US$ 500 miliar, di mana kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini mencapai US$ 418 miliar, sedangkan Ethereum sebesar US$ 185 miliar.

Kehadiran aset kripto seolah menampar pejabat pemerintah, bank sentral dan bahkan ekonom wahid tingkat dunia yang sebelumnya menilai mata uang kripto adalah aset yang lahir dari dan untuk spekulasi, dan tidak memiliki nilai fundamental di dalamnya.

Contohnya saja Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, yang pernah menyebut bahwa aset ini berbahaya karena sangat tidak efisien dijadikan alat bertransaksi tetapi menjadi ajang spekulasi tingkat tinggi.

Seruan yang sama juga dikeluarkan bos bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell dengan menyebut Bitcoin dkk itu sebagai "kendaraan spekulasi."

Bahkan, ekonom Nouriel Roubini yang merupakan profesor ekonomi di Stern School of Business, New York University, dengan lugas menyebutkan bahwa Bitcoin adalah "gelembung yang diciptakan sendiri."

"Secara fundamental, Bitcoin bukanlah mata uang. Itu bukan unit akun, juga bukan alat pembayaran terukur, dan bukan penyimpan nilai (store of value) yang stabil," kata ekonom berjulukan Dr. Doom tersebut.

Dalam penelitian ilmiah berjudul "Speculative Bubbles in Bitcoin Markets? An Empirical Investigation into The Fundamental Value of Bitcoin"(2015), peneliti Sheffield University Cheah Eng-Tuck dan John Fry menemukan kesimpulan bahwa nilai fundamental Bitcoin adalah "nol."

Namun apa yang menjadi penyebab kripto sangat rentan tergoyah? Berikut ini alasannya.

1. Tidak memiliki Fundamental

Untuk mendapatkan jawabannya, kita perlu menelusuri dan membandingkan sifat alamiah mata uang kripto dengan aset yang dianggap sejenis, yakni emas dan mata uang kertas.

Emas memiliki nilai intrinsik. Ia juga bisa dijadikan alat penyimpan nilai sehingga seluruh dunia menerima dan mengoleksinya sebagai aset investasi. Ketika orang membeli emas, dia tahu betul bahwa siapapun bakal mengakui dan menerima bahwa yang dia beli adalah logam bernilai.

Logam mulia ini juga pernah diakui sebagai alat tukar dan alat pembayaran di peradaban lampau berbagai negara. Kini, fungsi tersebut telah digantikan oleh uang kertas (fiat money) yang, seperti halnya mata uang kripto, sebenarnya tidak memiliki nilai intrinsik.

Lalu sama-sama tak bernilai intrinsik, kenapa mata uang kertas diterima sebagai alat pembayaran sedangkan mata uang kripto diragukan dan "dinyinyiri" terus oleh tokoh pemerintahan dan ekonom seluruh dunia?

Berbeda dari emas, uang kertas memang tidak memiliki nilai intrinsik karena hanya dibuat sekian detik di mesin cetak. Namun ia bernilai, dipercaya sebagai alat tukar, alat pembayaran, dan alat penyimpan nilai karena keberadaan negara. Negara yang membuatnya bernilai.

Kertas yang ditandatangani oleh pejabat negara tersebut menyimpan nilai 'adikodrati', berupa kemampuan untuk ditukarkan dengan barang dan jasa secara langsung-meski semua orang mengetahui yang dipindahtangankan itu kodratnya hanyalah sepotong kertas.

Sederhananya, nilai fundamental uang kertas muncul ketika dia bisa dipertukarkan (alias menjadi alat tukar) dan diterima sebagai alat pembayaran yang sah. Poinnya terletak pada: penentu ada/tidaknya nilai fundamental sebagai alat tukar. Bukan pada benda yang dipertukarkan itu.

Dalam hal ini, mata uang kripto berada satu kasta di bawah uang kertas. Jangankan punya nilai intrinsik, bentuk fisik saja ia tak ada. Dia hanya memiliki wujud maya (digital) yang bisa dibuktikan, terekam, dan nyaris muskil dimanipulasi, berkat kecanggihan teknologi blockhain.

Muncul sejak tahun 2009, Bitcoin dkk memang tidak lantas bisa dipakai bertransaksi di dunia nyata. Namun di dunia maya, sejak tahun 2011 Bitcoin telah dipakai sebagai alat tukar dan alat pembayaran oleh sesama pelaku jual-beli di pasar gelap (black market), yakni Silk Road.

Aplikasi darknet (internet gelap yang tak bisa diakses dengan protokol biasa) ini dikembangkan oleh Ross Ulbricht. Ketika Ross ditangkap pihak berwenang setelah orang-orang bertransaksi narkoba di Silk Road, mereka menemukan Bitcoin yang bernilai nyaris US$ 1 miliar di jaringan tersebut.

Diakui ataupun tidak, Ross adalah sumbu yang mengaitkan alasan keberadaan (raison d'étre) Bitcoin dengan Silk Road. Milenial, yang baru berusia 29 tahun ketika merilis Silk Road tersebut, adalah penganut mazhab ekonomi libertarian yang menolak sentralisme fiskal dan moneter di ekonomi.

Menurut dia, masyarakat harus diberi ruang untuk menentukan peredaran barang dan jasa dalam sistem yang setara dan otonom. Kaum libertarian menolak sentralisasi kebijakan dan peredaran mata uang-sesuatu yang menurut Nouriel, dalam tulisan berjudul "The Big Blockhain Lie" (2018), sebagai gerakan libertarian anarkis.

Namun kini mata uang kripto kian populer setelah beberapa konglomerat menerimanya sebagai alat pembayaran, seperti misalnya Elon Musk-yang gemar pompom kripto dan kemarin perusahaannya meraup Rp 1,5 triliun dari trading Bitcoin.

Bahkan, beberapa negara sudah mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, seperti di El Salvador yang telah mengesahkan Bitcoin dan dapat disandingkan dengan fiat money yang berlaku di El Salvador.

2. Siapa saja bisa buat kripto

Salah satu risiko dari aset kripto yakni karena semua orang bisa membuatnya, asal orang tersebut paham dengan sistem dasar blockchain dan sistem dasar terkait kripto lainnya.

Lapisan pendiri kripto tidak hanya mereka yang memiliki kekayaan atau bahkan ingin menjadikannya sebagai tandingan fiat money. Pembuatan kripto juga hanya berdasarkan 'iseng' atau kondisi tren yang sedang hype saat itu.

Salah satu contoh kripto yang dibuat karena adanya hype yakni koin digital (token) Squid Game, di mana developer membuatnya atas tren film serial Netflix yang berjudul sama.

Namun, token tersebut hanya bertahan tidak lebih dari sebulan saja, di mana ada skandal yang dihadapinya. Developer token berkode SQUID tersebut pun kabur setelah harganya melesat cukup tinggi.

Di Indonesia sendiri, para artis juga sempat membuat kripto agar tak ketinggalan tren yang sedang naik daun saat itu.

Beberapa artis RI maupun keluarganya yang membuat kripto seperti contoh Leslar Coin yang dibuat oleh pasangan artis Lesty Kejora dan Rizky Billar, I-COIN yang dibuat oleh anak Ustadz Yusuf Mansur, token ASIX yang dibuat oleh pasangan artis Anang dan Ashanty bersama CEO IDM Token MC Basyar, dan lain-lainnya.

Dengan banyak orang yang secara 'gampang' membuat kripto, maka kapabilitasnya cenderung diragukan. Apalagi, aset kripto yang sifatnya cenderung desentralized atau tidak diawasi ketat oleh regulator, maka semua orang bisa saja membuatnya.

Bahayanya adalah jika orang tersebut membuat atas dasar 'iseng' atau ingin mencari 'cuan' dengan cara yang cepat dan tentunya salah.

3. Mudah digerakkan oleh orang yang punya pengaruh besar

Kripto juga dapat mudah digerakan oleh pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar. Contohnya saja Elon Musk.

Setiap kali Elon Musk membuat pernyataan di Twitter-nya seputar Bitcoin atau aset kripto lainnya, cuitan tersebut dapat memicu gejolak keuangan.

Tak jarang, harga Bitcoin atau kripto lainnya mudah bergerak karena 'ulah' Elon Musk. Akhir Januari lalu, ia mengganti isi keterangan profil Twitter miliknya dengan pernyataan "Saya adalah suporter Bitcoin". Alhasil, nilai Bitcoin naik 20% tak lama setelah ia memperbarui profil Twitternya.

Pengaruh Elon Musk tidak terbatas hanya pada Bitcoin semata. Sebelumnya, aset kripto lain bernama Dogecoin juga ikut melambung harganya setelah pemilik Tesla itu membuat gempar dunia media sosial.

Ia mencuit bahwa Dogecoin merupakan aset digital favoritnya. Pernyataan tersebut membuat harga Dogecoin sempat meningkat drastis lebih dari 100%.

Tercatat, pada Januari 2020 harga Dogecoin berkisar di angka Rp 28 per koinnya. Dan setelah pernyataan dari Elon Musk tersebut harganya melambung tinggi hingga menyentuh Rp 190 lebih.

Bahkan, Dogecoin yang sempat merosot pun dikaitkan dengan ulah Musk. Para komunitas kripto sempat berekspektasi adanya lonjakan minat terhadap Dogecoin setelah penampilan Elon Musk di Saturday Night Live pada Mei 2021, harga Dogecoin justru malah turun hingga 34%.

Para penggemar Dogecoin secara serentak membuka Twitter dan streaming langsung melalui kanal YouTube yang dikhususkan untuk menonton acara tersebut. Di saat yang sama, mereka juga melacak pergerakan Dogecoin. Sayangnya terjadi penurunan harga Dogecoin yang terus-menerus hingga lebih dari 30%.

Selain Dogecoin, adapula token yang juga bergambar anjing Shiba Inu, yakni token Shiba Inu (SHIB), di mana Musk juga sempat mempengaruhinya.

Pada Oktober 2021, Harga SHIB naik hampir 91% selama 24 jam. Memecoin tersebut mengalami peningkatan besar setelah tweet Musk, bahkan meroket lebih dari 240 persen dalam 7 hari terakhir. Elon Musk hanya mengunggah gambar hewan peliharaannya Floki, anak anjing Shiba Inu, di atas mobil Tesla.

Berdasarkan paparan fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa tweet Elon Musk cenderung berdampak pada pergerakan harga aset kripto. Namun, perlu untuk diingat jika membeli dan menjual aset kripto hanya berdasarkan pada tweet investor lain (walaupun seorang miliarder) bukanlah keputusan investasi yang rasional.

4. Mudah terpengaruh dengan kondisi makroekonomi global

Salah satu penyebab kejatuhan kripto pada tahun ini adalah kondisi makroekonomi global yang masih belum membaik.

Makroekonomi adalah gambaran besar atas kondisi ekonomi, yang tercermin dari sejumlah indikator, antara lain inflasi, tingkat pengangguran, dan sebagainya, serta bagaimana pengaruh hubungan tersebut pada kondisi ekonomi secara luas.

Selain itu, ada juga beberapa contoh peristiwa penting dalam lingkup ekonomi makro, seperti peperangan, kondisi geopolitik yang tidak stabil, dan pandemi.

Keterkaitan antara kejadian-kejadian tersebut bisa berdampak pada situasi ekonomi, dan menjadi faktor yang memengaruhi harga Bitcoin dan kripto lainnya.

Kondisi makroekonomi yang kurang mendukung seperti inflasi di AS dan global yang terus meninggi, sikap agresif bank sentral Negara Barat yang menaikan suku bunga acuannya, masih terjadinya gangguan rantai pasokan, dan perang Rusia-Ukraina yang masih terjadi membuat pasar kripto mengalami kejatuhan pada periode Mei hingga kini.

Saat suku bunga rendah dan pinjaman uang jadi lebih murah, investor cenderung tertarik untuk mengambil investasi yang berisiko tinggi, termasuk Bitcoin.

Sebaliknya, saat suku bunga naik, investor lebih memilih untuk pindah ke instrumen investasi yang lebih rendah risikonya. Itu lah mengapa, harga Bitcoin cenderung turun saat ada kenaikan suku bunga di suatu negara.

Di sisi lain, saat situasi ekonomi makro berimbas buruk pada ekonomi suatu negara dan menyebabkan devaluasi mata uang fiat, Bitcoin berpotensi jadi alternatif mata uang tersebut.

Contohnya adalah El Salvador, yang pernah mengalami inflasi tinggi, hingga menghancurkan daya beli mata uang lokal. Pemerintah El Salvador justru melihat adopsi Bitcoin secara positif, dan jadi alternatif untuk bangkit dari kondisi ekonomi yang lesu.

5. Ingin berlomba-lomba sebagai market maker kripto

Berhubungan dengan poin kedua dan ketiga, banyak pihak terutama yang sudah membuat token kripto dan cenderung sukses, sedikit lupa dengan tujuan utamanya yakni bersanding dengan fiat money.

Mereka para pendiri kripto yang sukses membawa token buatannya menjadi terkenal dan harganya yang cukup tinggi seakan tidak lagi mengingat niat baiknya membentuk token tersebut dan mereka cenderung hanya untuk mencari 'cuan' di tengah hype kripto.

Sebagai contoh yang terjadi di Terra, di mana sang developer membuat dua tokennya yakni Terra Luna dan TerraUSD agar dapat menjadi token yang saling terkait untuk memenuhi ambisinya sebagai stablecoin algoritma terbaik.

Bahkan, ambisi developer Terra yakni yakni Do Kwon tergolong sudah berhasil, di mana harga token Luna (kini Luna Classic atau LUNC) sempat melampung cukup tinggi menyentuh kisaran US$ 110 per keping pada awal April lalu. Adapun harga awal LUNA berada di kisaran US$ 1.

Namun, kesuksesan Do Kwon dan Terra hanya sementara saja. Pada awal Mei lalu, harganya ambruk hingga ke bawah US$ 1, bahkan sangat jauh dari US$ 1.

Sedangkan stablecoin satu-satunya di ekosistem Terra yakni TerraUSD atau UST (kini TerraClassicUSD-USTC) tak mampu mempertahankan pasaknya di US$ 1.

Terra memiliki ambisi sebagai platform yang menciptakan stablecoin yang dikaitkan dengan uang resmi yang diterbitkan oleh bank sentral.

Tujuannya untuk mendukung sistem pembayaran global dengan settlement yang cepat dan terjangkau seperti contohnya Alipay di blockchain. Pengembang menawarkan target satu koin senilai US$ 1.

LUNA memiliki peran yang vital untuk menstabilkan harga dari stablecoin yang ada di ekosistem Terra dan mengurangi volatilitas pasar. Ketika UST turun sedikit maka LUNA akan dijual atau dibakar (dihancurkan) untuk menstabilkan harga.

UST merupakan stablecoin algoritmik. Alih-alih memiliki uang tunai dan aset riil lainnya yang disimpan sebagai cadangan untuk mendukung token, proyek ini menggunakan campuran kode yang komplek dan LUNA untuk menstabilkan harga.

Kejatuhan LUNA dan UST pun membuat banyak perusahaan kripto terpuruk karena mereka memiliki eksposur token keduanya dan juga melayani transaksi nasabah yang menggunakan LUNA dan UST, baik penyimpanan maupun kredit.

Tak hanya Terra saja, banyak pihak kripto, baik perusahaan atau individu yang juga memiliki pemikiran yang sama yakni menjadi market maker kripto, tetapi tak sedikit mereka akhirnya hanya mencari 'lahan basah' dari tren investasi kripto.

Dengan banyak pihak yang seperti itu, tentunya aset kripto memang sangat berisiko, apalagi saat ini aturan yang mengatur pihak-pihak tersebut pun belum ada.

Oleh karena itu, banyak pihak yang sudah cukup berpengalaman di dunia keuangan dan ekonomi seakan cukup terganggu dengan kehadiran kripto ini.

Selain karena kripto dapat mengancam posisi mereka sebagai pihak yang dapat mengendalikan moneter suatu negara, pasar kripto juga dapat melahirkan banyak pihak yang menyimpang dan tentunya ingin mendapatkan 'cuan' dengan cara yang instan dan tidak benar.

Namun, pasar kripto bisa dapat menjadi aset masa depan, jika ada aturan atau regulasinya yang mengatur, sehingga tidak semua orang dapat membuat kripto hanya dengan alasan 'iseng' atau tanpa berpengalaman.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular