Jakarta, CNBC Indonesia - Memiliki valuasi besar dan menguasai pasar tak jadi jaminan startup akan sukses. Startup berbagi sepeda (bike-hailing) asal China Ofo dan Mobike menjadi contohnya. Kedua startup besar yang kemudian kolaps.
Lima tahun lalu Ofo dan Mobike merupakan startup yang menguasai pasar bike hailing China dan agresif ekspansi ke luar negeri. Kedua banyak disebut membentuk duopoli karena menguasai 95% pasar China.
Kedua mempopulerkan bisnis peminjaman sepeda yang terhubung dengan GPS yang disewa melalui aplikasi. Sepeda ini tak perlu dikembangkan ke tempat parkir peminjaman. Sepeda bisa ditinggalkan di mana saja dan akan dipakai penyewa berikutnya.
Model bisnis ini memikat hati investor. Banyak investor besar berlomba masuk ke Ofo dan Mobike. Sebut saja Tencent Holding dan Foxxcon (produsen iPhone) yang jadi investor Mobike. Adapun Xiaomi, Didi Chuxing dan Alibaba Group yang masuk ke Ofo.
Dengan cepat kedua memiliki valuasi di atas US$1 miliar atau menyandang status unicorn. Pada 2018 Cruchbase memperkirakan mereka telah mengumpulkan dana investor US$4,5 miliar. Dengan cepat pula mereka beroperasi di lebih dari 200 kota di 20 negara di seluruh dunia.
Namun kejayaan mereka segera sirna. Pada Senin (28/12/2020) Mobike resmi menghentikan operasi aplikasi seluler dan program mini WeChat, seperti dikutip dari South China Morning Post, Selasa (29/12/2020).
Sementara Ofo sudah menghentikan operasi sejak dua tahun lalu dan kini tampilan situs perusahaan berubah menjadi aplikasi belanja yang menawarkan kompensasi pada jutaan pengguna yang dana depositnya belum dikembalikan perusahaan.
Lantas di mana kesalahan kedua startup raksasa China ini hingga akhirnya kolaps? Simak di halaman berikutnya.
Bisnis model Ofo dan Mobike ternyata sama saja. Dengan cepat kemudian mereka terlibat perang bakar uang untuk merebut pasar dan mengakuisisi pengguna pesaingnya. Apalagi mereka disokong suntikan modal besar-besaran dari investor kelas kakap.
Mereka menawarkan biaya sewa yang murah sekitar 200 yuan atau setara US$30 per akun. Bahkan beberapa pengguna dengan perilaku yang baik mendapatkan diskon sewa bahkan digratiskan.
Ternyata bakar uang investor dan tak ditemukannya model bisnis berkelanjutan yang bisa membuat startup menghasilkan keuntungan menjadi malapetaka. Kedua berbarengan mengalami kolaps atau bangkrut karena kehabisan uang untuk dibakar.
"Pada akhir itu hanya tentang membakar uang," ujar Li Bin, salah satu angel investor Mobike kepada All Weather TMT dalam sebuah wawancara pada 2018. "Pengguna merasa mereka dapat memanfaatkan [perang harga], tetapi semuanya datang dan pergi."
Investor Ofo dan Mobike sempat membahas kemungkinan merger kedua perusahaan tetapi gagal mencapai kesepakatan. Pendiri Ofo Dai Wei menolak menjual perusahaan dan struktur modal kedua startup yang rumit.
Pada akhirnya Ofo dibiarkan sendirian menuju kebangkrutan, sementara Mobike diakuisisi Hellobike dengan nilai US$2,7 miliar pada April 202, menurut laporan media lokal.
Bagi investor startup Finian Tan, model bisnis bike sharing selama ini adalah bisnis yang buruk meski lalu lintas penggunanya tinggi secara di atas kertas.
Bagaimana nasib aset sepeda yang dimiliki Ofo dan Mobike? Simak di halaman berikutnya.
Menurut data Kementerian Transportasi China, pada awal 2018, ada 23 juta sepeda dari 77 perusahaan di China di mana 95% dikendalikan Ofo dan Mobike. Bangkrutnya kedua startup ini menimbulkan masalah.
Menurut otoritas transporatasi kota, akibat kolapsnya dua startup bike sharing ini, setiap kota besar di China memiliki "kuburan sepeda". Ada ratusan ribu sepeda yang ditumpuk setelah operator bangkrut.
Hal ini menimbulkan masalah bagi masyarakat karena harus membayar pajak untuk membersihkan "kuburan sepeda" yang ditinggalkan itu.
"Sepeda yang disewakan tidak bisa digunakan kembali atau dijual seken. Daur ulang pada dasarnya jalan keluarnya," kata Zhu Qi, manajer di China Recycling Resources, seperti dikutip dari South China Morning Post, Selasa (6/10/2020).