Grab Cs Pakai Tarif Batas Bawah, Diskon Ojol tak Berlaku

Roy Franedya, CNBC Indonesia
14 June 2019 07:19
Grab Cs Pakai Tarif Batas Bawah, Diskon Ojol tak Berlaku
Foto: Penentuan tarif Ojek Online (CNBC Indonesia/Tias Budianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk membatalkan rencana pembuatan aturan yang melarang diskon tarif ojek online. Alasannya, Kemenhub tidak memiliki kewenangan mengatur diskon ojek online.

Meski begitu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan aplikator dalam hal ini Grab dan Gojek tidak boleh melanggar tarif batas atas dan tarif batas bawah yang sudah ditentukan.

Grab Cs Pakai Tarif Batas Bawah, Diskon Ojol tak BerlakuFoto: Infografis/Tarif Ojek Online/Arie Pratama

Tarif ojek online sendiri disusun dari dua komponen, yakni tarif langsung ditentukan Kemenhub dan merupakan jatah para pengemudi (driver) serta tarif tidak langsung yang ditentukan sendiri oleh aplikator dan besarannya maksimal 20% dari total biaya.

Ojek online juga memiliki biaya jasa minimal yang ditentukan langsung oleh Kemenhub. Besarannya adalah Rp 7.000 - Rp 10.000 untuk 4 Km pertama. Besaran tarif ojek online harus disesuaikan dengan zonasi.


Ketika ditanya apakah boleh memberikan diskon ke penumpang sehingga tarif yang didapatkan di bawah batas bawah, Budi Setiyadi menyatakan tidak boleh.

"Tak berarti enggak boleh dong," ujar Budi Setiyadi di kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (13/6/2019).

Contohnya, tarif batas bawah Rp 2.000/km kemudian ada diskon bila menggunakan dompet digital tertentu sebesar Rp 500/Km. Diskon ini tidak bisa digunakan karena bila digunakan maka tarif yang dibayar pelanggan Rp1.500/km lebih rendah dari tarif batas bawah yang telah ditentukan Kemenhub.

Simak video tentang tak jadinya Kemenhub aturan yang larang diskon ojek online di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


Lanjut ke halaman berikutnya >>>


Sebelumnya, Kemenhub mewacanakan untuk melarang diskon tarif ojek online. Rencananya akan ada aturan khusus yang akan melarang diskon tarif ojek online dan diterbitkan paling lambat akhir Juni 2019.

Ketika itu Budi Setiyadi beralasan Kemenhub perlu melarang praktik diskon tarif ojek online demi melindungi industri dan konsumen. Pasalnya, diskon tarif ojek online ini berpotensi mematikan pesaing.



Saat ini hanya ada dua aplikator yang mendominasi pasar ride hailing (berbagi tumpangan), yakni Grab dan Gojek. Jika salah satu mati, maka tercipta monopoli. Mitra driver dan penumpang menjadi tidak memiliki pilihan dan aplikator bisa seenaknya membuat kebijakan.

"Kalau sistemnya predatory pricing tidak bagus. Aplikator memang ada keinginan jor-joran beri diskon hingga mematikan aplikator yang lain tetapi tidak boleh dalam persaingan usaha seperti itu," ujar Budi Setiyadi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Selasa (11/6/2019).

Grab Cs Pakai Tarif Batas Bawah, Diskon Ojol Tak BerlakuFoto: Penentuan tarif Ojek Online (CNBC Indonesia/Tias Budianto)

"Kan tidak boleh di satu negara jadi satu saja aplikator. Kasihan masyarakat sudah pakai satu jadi okay-okay saja [tarif tinggi]. Jadi [perlu] menjaga persaingan."

Namun setelah berkomunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) diketahui masalah praktik diskon tarif bukan wewenang Kemenhub.



"Secara umum regulasi yang sudah kita buat memang tidak mengatur masalah diskon. Dalam regulasi saya hanya sebagai pelaksana yang mengatur masalah transportasi. [Diskon tarif ojek online] bukan ranah saya. Itu ranahnya yang lain," ujar Budi Setiyadi di kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (13/6/2019).

Budi Setiyadi menambahkan Kemenhub sebagai regulator transportasi harus mengamankan bisnis transportasi yang ada termasuk transportasi online. 



"Artinya kita harapkan baik angkutan perkotaan yang ada termasuk dua aplikator [transportasi online] ini harus ada sustainable (keberlanjutan)," terang Budi Setiyadi.

"Tapi kalau ada yang tidak bagus dalam hal persaingan usaha nanti KPPU akan turun."



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular