
Startup
Bersaing di Ritel, Alibaba dan Tencent Bakar Duit Rp 135 T
Roy Franedya, CNBC Indonesia
19 February 2018 17:28

Jakarta, CNBC Indonesia — Persaingan dua raksasa teknologi untuk memperebutkan pasar ritel di China kian sengit. Alibaba Grup Holding Ltd dan Tencent Holding Ltd, dua raksasa teknologi yang jika valuasinya digabungkan mencapai US$1 triliun (Rp 13.500 triliun) memaksa konsumen untuk memilih dompet digital yang digunakan dalam berbelanja.
Persaingan dalam bisnis ritel di mulai sejak awal tahun lalu. Baik Alibaba dan Tencent menghabiskan dana lebih dari US$10 miliar (Rp 135 triliun) transaksi ritel. Dana ini digunakan untuk memberikan diskon dan menjangkau konsumen baik secara online maupun toko konvensional.
Persaingan yang agresif ini tak lepas dari tumpukan uang tunai yang dimiliki kedua raksasa teknologi ini. Kedua berusaha memenangi hati konsumen dalam berbagai sisi mulai jadi operator toko dalam pembayaran, logistik, media sosial dan layanan big data.
Hasilnya: Semakin sedikit peritel yang memilih tidak bergabung dengan salah satu dari kedua perusahaan teknologi ini.
“Semua pengecer konvensional sangat khawatir. Mereka harusnya memiliki keberpihakan. Mereka khawatir mereka akan di makan hidup-hidup pada masa mendatang,” ujar Jason Yu, General Manager Kantar Worldpanel, perusahaan riset pasar, seperti dikutip dari Reuters, Senin (19/2/2018).
Alibaba Grup memiliki kekuatan pada bisnis toko online (e-commerce) dan terafiliasi dengan Ant Financial pemimpin alat pembayaran mobile, Alipay. Sedangkan Tencent kuat di media sosial, pembayaran digital dan gim. Tencent juga punya sangaat di JD.Com perusahaan e-commerce terbesar kedua di China.
Tencent dan JD.Com memiliki afiliasi bisnis yang kuat secara global. Baru-baru ini mereka baru saja mengumumkan investasi potensial pada perusahaan ritel Prancis Carrefour SA. Raksasa ritel asal Amerika Serikat (AS) Walmart telah jadi pemegang saham JD.Com.
Tencent membeli saham di Yonghui Superstore Co Ltd, peritel fesyen milik Vipshop Holding Ltd. Lainnya, Heilan Home operator mal Wanda Commercial yang berhasil melakukan kerjasama strategis dengan Bubugao.
Persaingan pada sistem pembayaran
Alibaba juga cukup agresif. Alibaba tercatat memiliki investasi di Suning.com, Intime Retail, Sanjiang Shopping Club, Lianhua Supermarket, Wanda Film dan Easyhome perusahaan penyedian kebutuhan isi rumah seperti IKEA.
Kunci utama pertempuran ini adalah pasar pembayaran mobile yang mencapai US$13 triliun di China dimana Alibaba dan Tencent saling berhadap-hadapan. Alibaba mengandalkan Alipay yang induknya Ant Financial berencana melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) bulan ini.
Tencent memiliki aplikasi chat untuk pembayaran, Weixin, yang sangat populer dan terus berkembang. Kedua perusahaan juga mendorong bisnis cloud computing dan data.
“Saya pikir untuk pembayaran (mendorong ritel) hampir menjadi pintu gerbang dan menjadi bagian yang sangat penting. Ini merupakan pot yang jadi miliki Alibaba dan JD.Com yang bahkan Tencent ingin masuk. Ini merupakan sebagian besar bisnis dimana mereka bisa benar-benar tumbuh di masa depan,” ujar Jason Yu.
Saat ini toko konvensional masih menyumbang sekitar 85% penjualan eceran di China. Ini menjadi daya tarik besar bagi raksasa teknologi dalam akses ke sistem pembayaran, jaringan logistik dan layanan lainnya.
Alibaba menginvestasikan US$486 juta bulan ini di sebuah perusahaan big data yang fokus pada ritel, dengan mengatakan bahwa kesepakatan tersebut berarti akan lebih baik "membantu peritel batu bata dan mortir (konvensional) sukses di era digital."
(roy/roy) Next Article Startup AI Ini Kumpulkan Dana Rp 8,1 T, Dipimpin Alibaba
Persaingan dalam bisnis ritel di mulai sejak awal tahun lalu. Baik Alibaba dan Tencent menghabiskan dana lebih dari US$10 miliar (Rp 135 triliun) transaksi ritel. Dana ini digunakan untuk memberikan diskon dan menjangkau konsumen baik secara online maupun toko konvensional.
Persaingan yang agresif ini tak lepas dari tumpukan uang tunai yang dimiliki kedua raksasa teknologi ini. Kedua berusaha memenangi hati konsumen dalam berbagai sisi mulai jadi operator toko dalam pembayaran, logistik, media sosial dan layanan big data.
Alibaba Grup memiliki kekuatan pada bisnis toko online (e-commerce) dan terafiliasi dengan Ant Financial pemimpin alat pembayaran mobile, Alipay. Sedangkan Tencent kuat di media sosial, pembayaran digital dan gim. Tencent juga punya sangaat di JD.Com perusahaan e-commerce terbesar kedua di China.
Tencent dan JD.Com memiliki afiliasi bisnis yang kuat secara global. Baru-baru ini mereka baru saja mengumumkan investasi potensial pada perusahaan ritel Prancis Carrefour SA. Raksasa ritel asal Amerika Serikat (AS) Walmart telah jadi pemegang saham JD.Com.
Tencent membeli saham di Yonghui Superstore Co Ltd, peritel fesyen milik Vipshop Holding Ltd. Lainnya, Heilan Home operator mal Wanda Commercial yang berhasil melakukan kerjasama strategis dengan Bubugao.
Persaingan pada sistem pembayaran
Alibaba juga cukup agresif. Alibaba tercatat memiliki investasi di Suning.com, Intime Retail, Sanjiang Shopping Club, Lianhua Supermarket, Wanda Film dan Easyhome perusahaan penyedian kebutuhan isi rumah seperti IKEA.
Kunci utama pertempuran ini adalah pasar pembayaran mobile yang mencapai US$13 triliun di China dimana Alibaba dan Tencent saling berhadap-hadapan. Alibaba mengandalkan Alipay yang induknya Ant Financial berencana melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) bulan ini.
Tencent memiliki aplikasi chat untuk pembayaran, Weixin, yang sangat populer dan terus berkembang. Kedua perusahaan juga mendorong bisnis cloud computing dan data.
“Saya pikir untuk pembayaran (mendorong ritel) hampir menjadi pintu gerbang dan menjadi bagian yang sangat penting. Ini merupakan pot yang jadi miliki Alibaba dan JD.Com yang bahkan Tencent ingin masuk. Ini merupakan sebagian besar bisnis dimana mereka bisa benar-benar tumbuh di masa depan,” ujar Jason Yu.
Saat ini toko konvensional masih menyumbang sekitar 85% penjualan eceran di China. Ini menjadi daya tarik besar bagi raksasa teknologi dalam akses ke sistem pembayaran, jaringan logistik dan layanan lainnya.
Alibaba menginvestasikan US$486 juta bulan ini di sebuah perusahaan big data yang fokus pada ritel, dengan mengatakan bahwa kesepakatan tersebut berarti akan lebih baik "membantu peritel batu bata dan mortir (konvensional) sukses di era digital."
(roy/roy) Next Article Startup AI Ini Kumpulkan Dana Rp 8,1 T, Dipimpin Alibaba
Most Popular