BPKH: Akuisisi Hotel Baitul Asyi Bukan Satu-satunya Pilihan

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
14 March 2018 18:43
Rencana akuisisi pengelolaan hotel di tanah atas wakaf Baitul Asyi bukan berarti akan mengambil alih pengelolaan dari nazir tanah wakaf.
Foto: Dokumentasi Kementrian Agama
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan akuisisi pengelolaan hotel di tanah atas wakaf Baitul Asyi, di Arab Saudi bukan satu-satunya pilihan investasi langsung di tanah suci. 

"Jadi kalau kami tidak disetujui (akuisisi hotel di atas Baitul Asyi) ya tidak apa-apa, kami akan mencari tanah wakaf yang lain," ujar Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu ketika berkunjung ke Detik Network, Rabu (14/3/2018).

Menurut Anggito, BPKH akan bertemu dengan nazhir (pengelola) tanah wakaf Baitul Asyi yang saat ini dikelola oleh Mahkamah Syariah Arab Saudi, pada Senin 19 Maret 2018 pekan depan. Namun, BPKH juga akan bertemu dengan nazhir-nazhir tanah wakaf lain dalam rangka investasi wakaf produktif.

Lebih lanjut Anggito menjelaskan bahwa rencana akuisisi pengelolaan hotel di tanah wakaf Baitul Asyi, Mekkah tidak perlu menjadi polemik. Pada dasarnya, tutur dia, BPKH tidak akan mengambil alih pengelolaan tanah wakaf dari nazhir, melainkan mengakuisisi hotel yang selama ini dikelola oleh investor dan operator yang ditunjuk oleh nazhir.

"Baitul Asyi itu diwakafkan oleh Habib Bugak dengan ikrar sampai kiamat untuk dikelola dan pemanfaatannya untuk jamaah haji asal Aceh. Di atas Baitul Asyi itu berdiri hotel yang dibangun oleh investor swasta. Nah yang ingin kami akuisisi itu adalah pengelolaan hotel tersebut, bukan akuisisi tanah wakaf Baitul Asyi,"jelasnya.

Lebih rinci dia menjelaskan, investor swasta yang dimaksud memiliki perjanjian dengan nazhir pengelola Baitul Asyi dengan jangka waktu 25 tahun. Saat ini investor tersebut masih memiliki hak pengelolaan hotel selama 8 tahun lagi.

"Namun sebenarnya tidak perlu menunggu sampai 8 tahun selesai, kalau investor setuju kami akuisisi, maka  bisa langsung jalan," jelasnya.

Anggito menjelaskan dalam pengelolaan tanah wakaf Baitul Asyi, pada dasarnya jamaah haji asal Aceh hanya menerima sepertiga dari hasil usaha Baitul Asyi, sementara sisanya untuk investor dan nazhir. Hasil usaha itu, diberikan langsung di Mekkah bagi setiap jamaah haji asal Aceh dengan nilai sekitar 1.500 Riyal.

Meski demikian, beberapa hari ini muncul polemik mengenai rencana BPKH tersebut. Sebagian tokoh masyarakat Aceh menolak rencana BPKH untuk mengelola hotel di atas Baitul Asyi.

Baitul Asyi atau Rumah Aceh merupakan wakaf dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi sekitar 200 tahun lalu. Dalam wakaf yang diikrarkan sampai kiamat tersebut dinyatakan bahwa Baitul Asyi di dijadikan tempat tinggal jamaah haji asal Aceh yang datang ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan juga tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Mekah.

Bila tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Mekah untuk haji, maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar Jawi (Asia Tenggara). Bila tidak ada lagi pelajar asal Jawi maka  wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjidil Haram.

Namun, dalam perkembangnya di atas Baitul Asyi berdiri hotel dan manfaat dari tanah wakaf tersebut diserahkan secara tunai kepada jamaah haji Aceh.
(roy/roy) Next Article Kelola Dana Haji Rp 100 T, BPKH Jauhi Moral Hazard

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular