Alhasil suku bunga AS pun diproyeksikan masih cukup tinggi bahkan perangkat CME FedWatch mencatat The Fed berpotensi kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) antara November atau Desember 2023.
Bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup kompak menguat pada perdagangan Senin (9/10/2023) di tengah ketegangan geopolitik perang Israel-Hamas. Kekhawatiran pelaku pasar akhirnya mereda sehingga tekanan terhadap bursa pun menyusut.
Indeks Dow Jones menguat 0,59% atay 197,07 poin ke posisi 33.604,65. Indeks Nasdaq menanjak 0,39% atau 52,9 poin ke posisi 13.484,24 sementara indeks S&P 500 melonjak 0,63% atau 27,16 poin ke posisi 4.335,66.
Pelaku pasar sempat melakukan aksi panic buying pada awal perdagangan tetapi kemudian mereda. Pasar khawatir harga komoditas energi seperti minyak akan terbang setelah perang Israel vs Hamas meletus pada akhir pekan lalu.
"Saya pikir ini (pasar yang sempat melemah) adalah reaksi sesaat dan kaget dari pasar. Kekhawatiran itu kini sedikit mereda. Namun, perlu beberapa hari ke depan untuk memahami berapa besar dampak dari perang ini terhadap pasar," tutur Anna Rathbun, analis dari CBIZ Investment Advisory Services., dikutip dari CNBC International.
Konflik Israel-Palestina memanas pada hari Sabtu setelah kelompok militan Hamas melancarkan invasi, yang tampaknya mengejutkan Israel. Lebih dari 700 warga Israel tewas dalam apa yang disebut Hamas sebagai Operasi Banjir Al Aqsa, dan setidaknya 490 warga Palestina tewas dalam serangan balasan Israel di Jalur Gaza.
Sebagai informasi, Hamas adalah kelompok perlawanan Israel yang didukung oleh Iran dan telah memerintah Jalur Gaza sejak 2007.
Meningkatnya ketegangan geopolitik yang disebabkan oleh konflik tersebut dapat berdampak pada pasar energi, dan beberapa ahli memperkirakan akan terjadi "lonjakan mendadak" pada harga minyak.
Meningkatnya ketegangan juga dapat memicu volatilitas lebih lanjut di pasar yang membuat pelaku pasar khawatir akan inflasi yang terus berlanjut dan suku bunga yang lebih tinggi.
Melansir CNBC International, Minyak mentah berjangka WTI naik 4,35% pada Senin, diperdagangkan di atas $86,4 per barel.
Meskipun Israel dan Palestina bukanlah pemain utama dalam sektor energi global, kedua negara tersebut berlokasi di kawasan penting untuk produksi minyak yang dapat mempunyai implikasi lebih luas.
OPEC+, kartel minyak yang mencakup Rusia yang bukan anggota OPEC, akan tetap berhati-hati dalam setiap langkah untuk memperluas produksi minyak lebih lanjut dan mengubah rencana pengurangan, kata Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada CNBC pada hari Minggu.
Di sisi lain, tekanan bursa saham masih terjadi dari imbal hasil Treasury 10-tahun yang menyentuh 4,78% atau level tertinggi dalam 16 tahun.
Pelaku pasar diperkirakan masih akan mencermati dampak perang Israel vs Hamas pada perdagangan bursa, rupiah, dan SBN.
Pelaku pasar dikejutkan dengan aksi serangan mendadak yang dilakukan oleh Hamas pada akhir pekan lalu. Serangan ini mengancam pasokan energi Timur Tengah. Harga energi fosil melesat yang tercermin dari pergerakan harga minyak, gas alam, dan batu bara.
Perang sudah melambungkan harga komoditas energi, terutama, mengingat strategisnya kawasan Timur Tengah bagi perdahangan minyak. Harga minyak brent melesat 4,35% sementara WTI ditutup menguat 4,19% pada perdagangan kemarin.
Melansir Refinitiv, harga batu bara kontrak November melesat 3% menjadi US$146 per ton pada perdagangan Senin (9/10/2023). Begitu pula, harga gas alam Eropa terbang 16,1% menjadi 44,4 euro per MWh.
Harga minyak brent ditutup di posisi US$ 88,2 per barel atau terbang 4,28% sementara harga minyak WTI terbang 4,35% ke posisi US$ 86,38 per barel.
Pecahnya perang di dua negara berkonflik di Timur Tengah ini mengingatkan ancaman energi global, seperti yang terjadi setahun sebelumnya akibat perang Rusia-Ukraina. Fenomena ini berdampak, baik terhadap gangguan pasokan komoditas secara langsung maupun tidak langsung.
Berkaca dari fenomena yang terjadi pada perang Rusia-Ukraina, peperangan menyebabkan gangguan pasokan komoditas dengan melambatnya aktivitas produksi pertambangan, aksi penolakan hasil ekspor komoditas Rusia oleh sekutu Ukraina, dan serangan balasan penghentian aliran gas Rusia ke Eropa.
Kejadian serupa juga berpotensi terjadi di Israel. Sebelumnya, pertempuran Israel pada 2021 menyebabkan pemerintah Israel menginstruksikan Chevron untuk menutup sementara Blok Tamar. Israel yang kembali melakukan serangan memungkinkan adanya kebijakan penghentian produksi yang akan mengancam pasokan.
Risiko tersebut memungkinkan Israel kehilangan mayoritas pasokan gasnya, sehingga terdapat kemungkinan Israel kembali melakukan impor energi yang akan turut mendorong kenaikan harga.
Selain itu, Hamas yang mendapat dukungan dari Iran yang termasuk 10 negara penghasil minyak dan gas terbesar dunia berpotensi menyebabkan permasalahan pasokan. Bahkan, persoalan ini menyebabkan harga minyak diperkirakan akan dapat menembus level US$ 100 per barel.
"Mengingat ketatnya pasar minyak fisik pada kuartal keempat tahun 2023, pengurangan langsung ekspor minyak Iran berisiko mendorong kontrak berjangka brent di atas US$100/bbl dalam jangka pendek."
Kemungkinan adanya aksi pengurangan ekspor minyak juga dapat memanas, sehingga menyebabkan Amerika Serikat yang merupakan produsen minyak dan gas terbesar dunia dan sekutu Israel melakukan tindakan balasan.
Hal ini akan semakin mengacaukan rantai pasokan energi global, sehingga terdapat kemungkinan harga energi semakin melesat. Inflasi yang saat ini mulai mereda dapat kembali terjadi akibat peperangan ini.
Inflasi Amerika Serikat sempat menyentuh titik terendah pada Juni berada di 3%, namun Agustus ini kembali melonjak menjadi 3,7%. Inflasi yang relatif lebih terkendali ini seharusnya dapat menjadikan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) mengurangi agresivitasnya meningkatkan suku bunga.
Namun, potensi gangguan pasokan energi yang mendorong kenaikan harga dapat menyebabkan The Fed kembali hawkish untuk mengendalikan inflasi. Dan lagi, target inflasi AS yang berada di 2% tentunya akan menjadi semakin jauh untuk tercapai. Artinya, era suku bunga tinggi dapat menjadi lebih lama atau biasa disebut dengan "higher for longer".
The Fed yang kembali agresif dapat menyebabkan ekonomi dunia semakin melambat. Memang kebijakan tersebut dapat mengendalikan laju harga energi, namun dampak yang diberikan dapat mengancam perlambatan ekonomi seluruh dunia.
Perlambatan ekonomi AS sebagai pusat ekonomi dunia tentu akan memberi efek domino pada berbagai negara. Pasalnya, AS akan mengurangi aktivitas perdagangan, sehingga akan ada pengurangan transaksi ekspor-impor dari AS.
Selain itu, kebijakan kenaikan suku bunga akan membuat selisih suku bunga Indonesia dan AS semakin tipis menjadi 0-0,25 basis poin. Hal ini dapat menyebabkan tekanan rupiah semakin parah, jika Bank Sentral Indonesia (Bank Indonesia/BI) tidak ikut menaikkan suku bunganya.
Oleh sebab itu, kebijakan ini akan memungkinkan seluruh dunia mengikuti keputusan The Fed jika kembali hawkish, sehingga perekonomian global turun akan mengalami perlambatan.
Harga Komoditas Terbang, Berkah dan Musibah Bagi RI
Lonjakan harga komoditas akan memberi dampak ganda yang bertolak belakang bagi Indonesia. Kenaikan harga minyak yang sangat signifikan bisa membebani impor serta anggaran subsidi.
Impor yang membengkak tentu saja menjadi kabar buruk bagi rupiah yang tengah terkapar mengingat kenaikan impor berarti juga meningkatnya kebutuhan dolar.
Di pasar keuangan, perang juga akan menimbulkan ketidakpastian sehingga bisa membuat pasar tertekan.
Di sisi lain, kenaikan harga komoditas bisa menjadi durian runtuh bagi perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak dan batu bara akan menambah pendapatan negara. Kenaikan harga batu bara akan sangat menguntungkan mengingat Indonesia adalah eksportir terbesar batu bara. Dampak positif akan dirasakan mulai dari perusahaan, pendapatan negara, hingga jutaan masyarakat yang menggantungkan hidup dari komoditas batu bara.
Sebagai catatan, pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan negara sebesar Rp 410 triliun dari lonjakan harga komoditas tahun lalu setelah perang Rusia-Ukraina meledak.
Di pasar saham, lonjakan harga komoditas akan sangat menguntungkan bagi emiten berbasis komoditas energi seperti PT Medco Energi Internasional Tbk, PT Indika Energy Tbk (INDY), PT PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), hingga PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada September 2023 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap kuat, meski terkoreksi dibanding bulan sebelumnya.
Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2023 yang terjaga dalam zona optimis (>100) pada level 121,7. IKK September ini tetap berada pada zona optimis meskipun lebih rendah dibandingkan dengan 125,2 pada Agustus 2023.
"Tetap kuatnya keyakinan konsumen pada September 2023 didorong oleh tetap optimisnya keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap ekonomi ke depan," tulis BI dalam laporan Survei Konsumen yang dirilis hari ini, Senin (9/10/2023).
Pada September 2023, keyakinan konsumen terpantau tetap optimis pada seluruh kategori pengeluaran meskipun terjadi penurunan optimisme terutama pada responden dengan pengeluaran Rp 2,1-3 juta.
Secara triwulanan, BI juga melaporkan IKK triwulan III 2023 mengindikasikan optimisme konsumen tetap kuat dengan IKK sebesar 123,5, meski lebih rendah dibandingkan 127,2 pada triwulan II 2023.
"Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya IKE maupun IEK, yaitu untuk komponen ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini pada IKE, serta seluruh komponen IEK," ungkap BI.
Adapun, sejalan dengan laporan IKK, BI mencatat Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) September 2023 tercatat masing-masing sebesar 112,2 dan 131,3.
BI mengungkapkan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan ke depan terpantau tetap kuat. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) September 2023 yang berada di posisi 131,3.
Meskipun tidak setinggi 135,0 pada Agustus 2023, tetapi IEK September 2023 tetap kuat. Hal ini didorong oleh tetap kuatnya semua komponen pembentuknya.
Ekspektasi penghasilan tercatat dalam zona optimis sebesar 135,2, relatif stabil pada bulan sebelumnya.
Meski BI meyakinkan data tersebut masih cukup kuat, persoalan ini disinyalir menjadi faktor ambruknya sektor konsumen non siklikal. Data menunjukkan sektor ini terkoreksi 1,14% atau menjadi yang terburuk kedua setelah kesehatan.
Saham Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Unilever Indonesia (UNVR), Mayora Indah (MYOR), Ultra Jaya (ULTJ) rontok berjamaah pada perdagangan kemarin. Menurunnya IKK diperkirakan akan berdampak pada kinerja fundamental saham produk konsumsi non siklikal, sehingga harga sahamnya ikut terkoreksi.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Pidato Wakil Ketua Dewan Gubernur The Fed, Philip Nathan Jefferson (12.30 WIB)
Rilis data indeks produksi industri Arab Saudi periode Agustus 2023 (13.00 WIB)
Rilis data kedatangan turis Israel periode September 2023 (18:30 WIB)
Pidato Ketua Federal Reserve Bank of Atlanta Raphael W. Bostic (20.30 WIB)
Rilis data anggaran belanja Israel Periode September 2023
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Cum Date Dividen PT United Tractors Tbk (UNTR) & PT DIRE Simas Plaza Indonesia (XSPI)
Perdagangan Perdana saham dan waranIPO PT Lovina Beach Brewery (SRTK)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk (ZYRX) & PT Indopoly Swakarsa Industry Tbk (IPOL)
Paparan publik (Public Expose/PubEx) PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) & PT Ketrosden Triasmitra Tbk (KETR)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: