Perang Israel-Hamas: Durian Runtuh Atau Petaka Buat Pasar RI?

Bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup kompak menguat pada perdagangan Senin (9/10/2023) di tengah ketegangan geopolitik perang Israel-Hamas. Kekhawatiran pelaku pasar akhirnya mereda sehingga tekanan terhadap bursa pun menyusut.
Indeks Dow Jones menguat 0,59% atay 197,07 poin ke posisi 33.604,65. Indeks Nasdaq menanjak 0,39% atau 52,9 poin ke posisi 13.484,24 sementara indeks S&P 500 melonjak 0,63% atau 27,16 poin ke posisi 4.335,66.
Pelaku pasar sempat melakukan aksi panic buying pada awal perdagangan tetapi kemudian mereda. Pasar khawatir harga komoditas energi seperti minyak akan terbang setelah perang Israel vs Hamas meletus pada akhir pekan lalu.
"Saya pikir ini (pasar yang sempat melemah) adalah reaksi sesaat dan kaget dari pasar. Kekhawatiran itu kini sedikit mereda. Namun, perlu beberapa hari ke depan untuk memahami berapa besar dampak dari perang ini terhadap pasar," tutur Anna Rathbun, analis dari CBIZ Investment Advisory Services., dikutip dari CNBC International.
Konflik Israel-Palestina memanas pada hari Sabtu setelah kelompok militan Hamas melancarkan invasi, yang tampaknya mengejutkan Israel. Lebih dari 700 warga Israel tewas dalam apa yang disebut Hamas sebagai Operasi Banjir Al Aqsa, dan setidaknya 490 warga Palestina tewas dalam serangan balasan Israel di Jalur Gaza.
Sebagai informasi, Hamas adalah kelompok perlawanan Israel yang didukung oleh Iran dan telah memerintah Jalur Gaza sejak 2007.
Meningkatnya ketegangan geopolitik yang disebabkan oleh konflik tersebut dapat berdampak pada pasar energi, dan beberapa ahli memperkirakan akan terjadi "lonjakan mendadak" pada harga minyak.
Meningkatnya ketegangan juga dapat memicu volatilitas lebih lanjut di pasar yang membuat pelaku pasar khawatir akan inflasi yang terus berlanjut dan suku bunga yang lebih tinggi.
Melansir CNBC International, Minyak mentah berjangka WTI naik 4,35% pada Senin, diperdagangkan di atas $86,4 per barel.
Meskipun Israel dan Palestina bukanlah pemain utama dalam sektor energi global, kedua negara tersebut berlokasi di kawasan penting untuk produksi minyak yang dapat mempunyai implikasi lebih luas.
OPEC+, kartel minyak yang mencakup Rusia yang bukan anggota OPEC, akan tetap berhati-hati dalam setiap langkah untuk memperluas produksi minyak lebih lanjut dan mengubah rencana pengurangan, kata Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada CNBC pada hari Minggu.
Di sisi lain, tekanan bursa saham masih terjadi dari imbal hasil Treasury 10-tahun yang menyentuh 4,78% atau level tertinggi dalam 16 tahun.
(mza/mza)