Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin ditutup cenderung stagnan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15,375/US$ di pasar spot, alias stagnan.
Saat rupiah stagnan di hadapan The Greenback, mayoritas mata uang Asia melemah. Kecuali baht Thailand dan dolar Hong Kong.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang kembali naik.
Pelaku pasar memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga ketika mengumumkan keputusannya. Hal ini dibuktikan dengan prediksi pasar dalam CME FedWatch Tool yang mencapai probabilitas 99%, atau hanya 1% yang memperkirakan The Fed menaikkan 25 basis poin (bp).
Beralih ke Indonesia, BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu dan Kamis pekan ini (20-21 September 2023). Saat ini, pasar berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya dan akan memperpanjang tren suku bunga di posisi 5,75% sejak Januari 2023.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini atau delapan bulan terakhir. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bp dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu kemarin, setelah The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,22% ke posisi 34.440,879, S&P 500 merosot 0,94% ke 4.402,2, dan Nasdaq Composite ambruk 1,53% menjadi 13.469,13.
Saham-saham teknologi terkoreksi parah, dengan saham informasi teknologi dan layanan komunikasi merupakan dua sektor dengan kinerja terburuk di S&P 500.
Saham Microsoft ambruk lebih dari 2%, sedangkan saham Nvidia dan Alphabet (Google) anjlok lebih dari 3%. Ketiganya menjadi 'beban' indeks Nasdaq.
Investor telah membeli saham-saham teknologi dan saham-saham pertumbuhan lainnya tahun ini dengan harapan bahwa The Fed sudah melakukan pengetatan kebijakan pada saat ini.
The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 5,25%-5,5%. Hal ini sudah sesuai dengan perkiraan pasar sebelumnya, di mana mereka memperkirakan The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya.
Namun, The Fed mengindikasikan bahwa satu kali kenaikan suku bunga lagi diperkirakan terjadi sebelum akhir tahun ini dalam proyeksi ekonominya. Hal ini sebenarnya sudah sesuai dengan pernyataan The Fed sebelumnya di mana ruang untuk kenaikan suku bunga tinggal sekali lagi di tahun ini.
"Kami berada dalam posisi untuk mengambil langkah hati-hati dalam menentukan sejauh mana penguatan kebijakan tambahan," kata Ketua The Fed, Jerome Powell.
Pasar kesulitan menemukan arah ketika Powell mengatakan dalam konferensi pers setelah pengumuman bahwa The Fed akan "melanjutkan dengan hati-hati" dalam menaikkan suku bunganya dan bahwa resesi masih mungkin terjadi.
Meski begitu, The Fed sudah mengisyaratkan akan mengakhiri kampanye kenaikan suku bunga setelah kenaikan tersebut dan mulai menurunkan suku bunga pada tahun depan, meskipun mempertahankan suku bunga pada tingkat yang lebih tinggi untuk tahun ini dibandingkan yang diisyaratkan pada Juni lalu.
Setelah diumumkannya hasil dari pertemuan dua hari The Fed, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali bangkit bahkan menyentuh rekor tertinggi sejak 2007.
Yield Treasury acuan (benchmark) tenor 10 tahun naik 3,2 basis poin (bp) menjadi 4,399%, menjadi level tertinggi sejak 2007. Kenaikan ini membuat pasar khawatir dengan dampak kenaikan suku bunga dan kemungkinan memberikan tekanan pada saham-saham teknologi.
Di lain sisi, harga minyak juga mulai melandai karena investor menimbang sikap The Fed ke depannya.
Per Kamis hari ini pukul 04:14 WIB, harga minyak mentah jenis Brent ambruk 1,23% ke posisi US$ 93,18 per barel, sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ambles 1,02% menjadi US$ 90,27 per barel.
Pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni keputusan suku bunga acuan The Fed.
Pada dini hari tadi, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 5,25%-5,5%. Hal ini sudah sesuai dengan perkiraan pasar sebelumnya, di mana mereka memperkirakan The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya.
Namun, pasar cenderung kecewa karena The Fed mengindikasikan akan tetap mempertahankan sikap hawkish-nya setidaknya hingga akhir tahun ini.
Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.
Dokumen dot plot The Fed menunjukkan suku bunga akan ada di kisaran 5,5-5,75% pada tahun ini. Artinya, ada indikasi jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp lagi hingga akhir tahun. Hal ini tentunya sesuai dengan pernyataan The Fed sebelumnya, di mana ruang bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga acuannya lagi di tahun ini hanya tersisa sekali saja.
"Indikator terkini menunjukkan jika aktivitas ekonomi masih solid. Penambahan tenaga kerja melandai dalam beberapa bulan terakhir tetapi tetap kuat. Tingkat pengangguran tetap rendah tetapi inflasi masih naik," tutur The Fed dalam keterangan resminya, dikutip dari situs resmi The Fed.
The Fed menjelaskan jika mereka akan memutuskan kebijakan ke depan secara hati-hati berdasarkan data yang berkembang serta mempertimbangkan outlook serta risikonya.
"Kami bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut jika diperlukan dan kami tetap menahan kebijakan pada level terbatas sampai kami percaya diri kalau inflasi memang terus bergerak melandai menuju sasaran kami," ujar Chairman The Fed Jerome Powell usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.
Pernyataan Powell ini sedikit mengecewakan pasar yang sudah berekspektasi jika The Fed akan memangkas suku bunga secara signifikan pada tahun depan.
Ekspektasi pasar sepertinya sulit tercapai melihat banyaknya pejabat The Fed yang ingin mempertahankan kebijakan ketat.
Selain memutuskan kebijakan suku bunga, rapat FOMC edisi September juga merevisi proyeksi sejumlah indikator ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi AS. The Fed merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi AS menjadi 2,1% pada tahun ini, naik dua kali lipat lebih dari 1% pada proyeksi Juni.
Ekonomi AS diperkirakan tumbuh 1,5% pada 2024, dari 1,1% pada proyeksi sebelumnya.
Tingkat pengangguran akan berada di kisaran 3,8% pada tahun ini, lebih rendah dibandingkan 4,1% pada proyeksi Juni. Pengangguran akan berada di angka 4,1% pada 2024, dari 4,5% pada proyeksi sebelumnya.
Personal Consumption Expenditures(PCE).akan berada di 3,3% pada tahun ini, lebih tinggi dibandingkan 3,2% pada proyeksi sebelumnya. Inflasi inti diperkirakan akan bergerak di 3,7% pada 2023, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 3,9%.
Proyeksi ekonomi yang lebih baik tersebut menandai jika The Fed melihat ekonomi masih kencang dan pasar tenaga keras masih panas. The Fed juga percaya diri jika mereka bisa menekan inflasi tanpa harus membuat ekonomi AS limbung.
Proyeksi ini membuat perusahaan dan rumah tangga harus bersiap untuk menghadapi kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan yang berimbas pada meningkatnya ongkos pinjaman.
Proyeksi The Fed menunjukkan suku bunga (The Fed Fund rate/FFR) akan akan mencapai puncaknya di angka 5,6% pada tahun ini. Suku bunga akan turun hingga 5,1% hingga 2024 dan 3,9% hingga 2025. Suku bunga sekitar 5,1% pada 2024 lebih tinggi dibandingkan pada proyeksi Juni yakni 4,6%.
Dokumen dot plot The Fed menunjukkan jika The Fed cenderung untuk menaikkan suku bunga sekali lagi pada tahun ini sebelum memangkas dua kali pada 2024 atau sekitar 50 bp. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan yang mereka indikasikan pada Juni lalu yakni sekitar 100 bps.
"Kami ingin melihat bukti yang meyakinkan jika kami sudah mencapai level yang tepat dan kami memang melihat kemajuan itu dan menyambut baik. Namun, seperti yang kalian tahu, kami ingin kemajuan yang lebih berarti sebelum kami sampai pada keputusan akhir," tutur Powell.
Sebanyak 12 pejabat The Fed memperkirakan adanya tambahan kenaikan pada tahun ini sementara tujuh anggota lainnya lebih kepada menahan suku bunga.
Tak ada satupun yang berekspektasi adanya pemangkasan suku bunga.
Selain The Fed, beberapa bank sentral termasuk di Indonesia juga akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada hari ini. Oleh karena itu, pada Kamis kali ini, 'Super Thursday' kembali terjadi.
Adapun bank sentral selain The Fed yang akan mengumumkan suku bunganya yakni bank sentral Brasil, Turki, Afrika Selatan, Inggris, Arab Saudi, dan Indonesia(BI).
Untuk bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), pasar memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bp menjadi 5,5%, berdasarkan konsensus pasar dalam Trading Economics.
Perkiraan pasar ini terjadi meski inflasi Inggris terpantau turun pada periode Agustus 2023. Sebelumnya kemarin, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Inggris secara tak terduga melandai menjadi 6,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus lalu, dari sebelumnya sebesar 6,8% pada Juli lalu.
Angka inflasi Inggris terbaru ini lebih rendah dari perkiraan pasar yang naik menjadi 7%, berdasarkan survei Reuters.
Khususnya CPI inti, yang tidak termasuk harga pangan, energi, alkohol dan tembakau yang berfluktuasi mencapai 6,2% (yoy) pada Agustus, turun dari sebelumnya 6,9% pada Juli lalu.
Karena turunnya inflasi Inggris ini, Goldman Sachs mengubah proyeksinya untuk keputusan suku bunga penting BoE hari ini dan kini memperkirakan bank sentral Negeri Big Ben tersebut akan mempertahankan suku bunga acuannya.
Adapun dari dalam negeri, BI juga akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) dua harinya pada siang hari ini. Saat ini, pasar berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya dan akan memperpanjang tren suku bunga di posisi 5,75% sejak Januari 2023.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia pun memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 11 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini atau delapan bulan terakhir. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
BI diperkirakan masih akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda melemah sekitar 0,97% sepanjang bulan ini. Mata uang Garuda tertekan karena gejolak eksternal mulai dari AS hingga China.
Gubernur BI, Perry Warjiyo pada konferensi pers hasil RDG edisi Agustus lalu menegaskan jika stabilitas rupiah kini menjadi fokus BI bukan lagi inflasi. Pasalnya, inflasi sudah jauh melandai dibandingkan puncaknya pada September 2022 lalu.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (yoy) pada September 2022 menjadi 3,27% (yoy) pada Agustus 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,18% (yoy) pada Agustus 2023. Padahal, BI sebelumnya memproyeksi inflasi baru akan bergerak di angka 3% pada September 2023.
Ekonomi Indonesia di luar dugaan juga mampu tumbuh 5,17% (yoy) pada kuartal II-2023. Ekonomi yang masih kencang ini membuktikan permintaan dalam negeri sudah pulih setelah diterjang pandemi.
Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, terminal rate The Fed tidak berubah sehingga hal ini seharusnya tidak membuat pasar mengalami overhang karena ketidakjelasan kenaikan Federal Fund Rate.
Namun, Andry menambahkan sikap Teh Fed yang masih akan hawkish membuat BI menunda pemangkasan suku bunga. Sebagai catatan, sejumlah ekonom semula memperkirakan BI akan mulai memangkas suku bunga pada kuartal I-2024.
"Pasar kemungkinan tidak mengalami overhang karena tingkat terminal rate The Fed cenderung tidak berubah dan juga karena ketidakjelasan kenaikan Federal Fund Rate. Namun disisi lain, dengan adanya potensi pemangkasan terbatas suku bunga The Fed tahun depan, maka pemangkasan suku bunga BI juga mungkin tidak sebesar yg diharapkan tahun depan," ujar Andry, kepada CNBC Indonesia.
Selain keputusan BI, agenda lain yang menarik ditunggu adalah Rapat paripurna DPR ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 dengan agenda pengambilan keputusan terkait RUU APBN 2024.
APBN tersebut akan menjadi guidance bagi pelaksanaan kerja pemerintah di tahun terakhir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (01:00 WIB),
- Proyeksi ekonomi FOMC bank sentral Amerika Serikat (01:00 WIB),
- Konferensi pers bank sentral Amerika Serikat (01:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Brazil (04:30 WIB)
- Rapat paripurna DPR ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 dengan agenda pengambilan keputusan terkait RUU APBN 2024 (09:30 WIB)
- Keputusan suku bunga Bank Indonesia (14:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Inggris (18:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Turki (18:00 WIB),
- Rilis data klaim pengangguran mingguan Amerika Serikat untuk periode pekan yang berakhir 17 September 2023 (19:30 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Afrika Selatan (20:00 WIB),
- Pidato Presiden bank sentral Eropa (21:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2023 YoY) | 5,17% |
Inflasi (Agustus 2023 YoY) | 3,27% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN Juli 2023) | 0,72% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q2-2023 YoY) | 0,5% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2023 YoY) | US$ -7,4 miliar |
Cadangan Devisa (Agustus 2023) | US$ 137,1 miliar |
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]