Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Ada Apa?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
20 September 2023 09:32
Investors look at computer screens showing stock information at a brokerage house in Shanghai, China September 7, 2018. REUTERS/Aly Song
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali dibuka terkoreksi pada perdagangan Rabu (20/9/2023), ketika bank sentral China mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya dan investor bersiap menyambut keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,18%, Hang Seng Hong Koong melemah 0,32%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,39%, Straits Times Singapura turun tipis 0,06%, ASX 200 Australia terpangkas 0,34%, dan KOSPI juga turun tipis 0,08%.

Dari China, bank sentral (People's Bank of China/PBoC) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya (loan prime rate/LPR) pada hari ini.

LPR tenor 1 tahun tetap di level 3,45%. Sedangkan LPR tenor 5 tahun juga ditahan di level 4,2%. Hal ini sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya di mana PBoC akan menahan LPR kali ini.

Selain itu, PBoC juga akan memberikan stimulus untuk mendongkrak beberapa sektor usaha, terutama sektor properti di China, mengingat sektor ini sebagai penyumbang besar Produk Domestik Bruto (PDB) China yakni mencapai 30%.

PBoC bakal memangkas jumlah rasio cadangan perbankan atau reserve requirement ratio (RRR) kedua kalinya pada tahun ini.

PBoC diketahui akan menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bp menjadi 7,4%. Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat. Stimulus ini akan menambah likuduitas di pasar hingga US$ 69 miliar atau sekitar Rp 1.059 triliun.

Sementara itu dari Jepang, data perdagangan pada periode Agustus menunjukkan adanya pelemahan, di mana ekspor dan impor Jepang mengalami penurunan.

Ekspor Jepang pada periode Agustus 2023 turun menjadi minus 0,8% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Juli 2023 sebesar minus 0,3%. Sedangkan impor Jepang juga mengalami penurunan menjadi minus 17,8% pada bulan lalu, dari sebelumnya minus 13,6% pada Juli lalu.

Hal ini membuat neraca perdagangan Jepang pada Agustus lalu kembali mengalami defisit, di mana defisitnya membengkak menjadi 930,5 miliar yen.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang kembali melemah terjadi di tengah melemahnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,31%, S&P 500 terkoreksi 0,22%, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,23%.

Investor masih cenderung wait and see menanti kebijakan moneter terbaru dan kedepannya dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Pengumuman The Fed menjadi yang paling banyak ditunggu para pelaku pasar di dunia, mengingat besarnya pengaruh AS dalam perekonomian global.

Tak hanya mengumumkan suku bunga acuan, The Fed juga akan merilis Ringkasan Proyeksi Ekonominya, termasuk dot plotnya, yang akan memberikan gambaran sekilas tentang perkiraan lintasan suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi oleh Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC).

Pelaku pasar memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga ketika mengumumkan keputusannya. Hal ini dibuktikan dengan prediksi pasar dalam CME FedWatch Tool yang mencapai probabilitas 99%, nyaris 100%.

Selain itu, peluang The Fed menaikkan kembali suku bunga acuannya di pertemuan November hanya sebesar 29%. Apalagi, batas The Fed untuk menaikkan kembali suku bunga acuannya hanya sekali saja pada tahun ini.

Namun, prospek berakhirnya era suku bunga tinggi di The Fed masih belum jelas seiring melonjaknya kembali inflasi AS periode Agustus 2023.

Inflasi AS diperkirakan masih sulit turun ke depan karena lonjakan harga minyak. AS adalah konsumen terbesar minyak di dunia sehingga pergerakan harga minyak akan sangat berdampak kepada ekonomi AS.

Pada Selasa malam waktu Indonesia, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent kembali menguat. Harga minyak WTI melonjak 2,1% ke posisi US$ 93,4 per barel. Sedangkan harga minyak Brent melesat 1,31% menjadi US$ 95,67 per barel.

Harga minyak kembali melonjak, menandakan kenaikan sesi keempat berturut-turut karena lemahnya produksi minyak serpih AS, menambah kekhawatiran pasokan dari pengurangan produksi yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular