Bursa Asia Dibuka Gak Kompak Lagi, Gegara Minim Sentimen?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
26 January 2024 08:40
A man looks at an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Friday, Jan. 4, 2019. Japanese markets have tumbled as they reopened after the New Year holidays, while other Asian indexes are mixed after a technology-led sell-off on Wall Street. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Jumat (26/1/2024), ketika data pertumbuhan ekonomi yang kuat di Amerika Serikat (AS) pada akhir 2023 dan adanya indikasi penurunan inflasi.

Per pukul 07:56 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang merosot 0,84%, sedangkan KOSPI Korea Selatan menguat 0,54%.

Sementara untuk pasar saham Australia pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Australia Day, sebagai hari untuk memperingati kedatangan pertama armada kapal Inggris.

Dari Jepang, anggota dewan bank sentral (Bank of Japan/BoJ) sepakat dengan perlunya memperdalam perdebatan mengenai waktu keluar dari kebijakan moneter ultra-longgarnya, dan kecepatan kenaikan suku bunga yang tepat setelahnya. Hal ini tertuang dalam risalah pertemuan BoJ edisi Desember 2023.

"Beberapa anggota mengatakan BoJ dapat mempertahankan kontrol kurva imbal hasil sebagai kerangka kerja yang longgar, bahkan setelah menarik suku bunga jangka pendek keluar dari wilayah negatif," terang risalah tersebut.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasik yang cenderung kembali beragam terjadi di tengah menguatnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Index (DJI) ditutup menguat 0,64%, S&P 500 bertambah 0,53%, dan Nasdaq Composite berakhir naik 0,18%.

Wall Street kembali bergairah setelah dirilisnya data awal dari pertumbuhan ekonomi AS pada akhir 2023.

Data produk domestik bruto (PDB) menunjukkan ekonomi AS tumbuh sebesar 3,3% pada kuartal IV-2023. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ekspektasi 2% dari para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones, yang menggarisbawahi berlanjutnya ketahanan ekonomi meskipun ada kenaikan suku bunga dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Sementara untuk data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) mencatat kenaikan triwulanan sebesar 2% ketika tidak termasuk makanan dan energi, yang merupakan ukuran inti yang disukai The Fed ketika menilai inflasi. Inflasi umum hanya meningkat 1,7%.

"Itu adalah gabungan data yang sangat sehat," kata Kevin Gordon, ahli strategi investasi senior di Charles Schwab. "Itu mendekati nirwana bagi The Fed dalam mencari pertumbuhan non-inflasi."

Namun, data tenaga kerja AS terbaru menunjukkan kebalikan dari data ekonomi terbaru AS, di mana Jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran meningkat 25.000 menjadi 214.000 pada pekan yang berakhir tanggal 20 Januari.

Angka ini meningkat secara signifikan dari level terendah dalam 16 bulan yang dicapai pada minggu sebelumnya dan melampaui ekspektasi pasar sebesar 200.000.

Sementara itu, klaim yang berlanjut meningkat sebesar 27.000 menjadi 1.833.000, sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 1.828.000 yang menunjukkan bahwa para penganggur membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan pekerjaan.

Data tersebut kontras dengan serangkaian angka ketenagakerjaan yang dirilis pada bulan Desember dan awal Januari, menantang pandangan bahwa pasar tenaga kerja akan tetap kuat secara historis setelah kampanye pengetatan yang dilakukan oleh The Fed.

Sementara itu, aksi jual di Tesla cenderung membebani pasar. Saham anjlok lebih dari 12% setelah pembuat kendaraan listrik itu membukukan hasil kuartal keempat yang mengecewakan dan memperingatkan pertumbuhan volume kendaraan yang lebih rendah untuk tahun 2024.

Di sisi lain, IBM melonjak lebih dari 9% setelah perusahaan teknologi itu membukukan laba yang disesuaikan dan pendapatan yang mengalahkan prediksi analis.

Lebih dari seperlima perusahaan S&P 500 telah melaporkan keuangan pada musim pendapatan ini, menurut FactSet. Hampir 74% di antaranya telah melampaui ekspektasi Wall Street, menurut data perusahaan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular