
Amerika Bikin Kecewa Lagi, Mampukah BI Buat RI Tetap Pesta?

Selain The Fed, beberapa bank sentral termasuk di Indonesia juga akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada hari ini. Oleh karena itu, pada Kamis kali ini, 'Super Thursday' kembali terjadi.
Adapun bank sentral selain The Fed yang akan mengumumkan suku bunganya yakni bank sentral Brasil, Turki, Afrika Selatan, Inggris, Arab Saudi, dan Indonesia(BI).
Untuk bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), pasar memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bp menjadi 5,5%, berdasarkan konsensus pasar dalam Trading Economics.
Perkiraan pasar ini terjadi meski inflasi Inggris terpantau turun pada periode Agustus 2023. Sebelumnya kemarin, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Inggris secara tak terduga melandai menjadi 6,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus lalu, dari sebelumnya sebesar 6,8% pada Juli lalu.
Angka inflasi Inggris terbaru ini lebih rendah dari perkiraan pasar yang naik menjadi 7%, berdasarkan survei Reuters.
Khususnya CPI inti, yang tidak termasuk harga pangan, energi, alkohol dan tembakau yang berfluktuasi mencapai 6,2% (yoy) pada Agustus, turun dari sebelumnya 6,9% pada Juli lalu.
Karena turunnya inflasi Inggris ini, Goldman Sachs mengubah proyeksinya untuk keputusan suku bunga penting BoE hari ini dan kini memperkirakan bank sentral Negeri Big Ben tersebut akan mempertahankan suku bunga acuannya.
Adapun dari dalam negeri, BI juga akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) dua harinya pada siang hari ini. Saat ini, pasar berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya dan akan memperpanjang tren suku bunga di posisi 5,75% sejak Januari 2023.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia pun memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 11 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini atau delapan bulan terakhir. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
BI diperkirakan masih akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda melemah sekitar 0,97% sepanjang bulan ini. Mata uang Garuda tertekan karena gejolak eksternal mulai dari AS hingga China.
Gubernur BI, Perry Warjiyo pada konferensi pers hasil RDG edisi Agustus lalu menegaskan jika stabilitas rupiah kini menjadi fokus BI bukan lagi inflasi. Pasalnya, inflasi sudah jauh melandai dibandingkan puncaknya pada September 2022 lalu.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (yoy) pada September 2022 menjadi 3,27% (yoy) pada Agustus 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,18% (yoy) pada Agustus 2023. Padahal, BI sebelumnya memproyeksi inflasi baru akan bergerak di angka 3% pada September 2023.
Ekonomi Indonesia di luar dugaan juga mampu tumbuh 5,17% (yoy) pada kuartal II-2023. Ekonomi yang masih kencang ini membuktikan permintaan dalam negeri sudah pulih setelah diterjang pandemi.
Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, terminal rate The Fed tidak berubah sehingga hal ini seharusnya tidak membuat pasar mengalami overhang karena ketidakjelasan kenaikan Federal Fund Rate.
Namun, Andry menambahkan sikap Teh Fed yang masih akan hawkish membuat BI menunda pemangkasan suku bunga. Sebagai catatan, sejumlah ekonom semula memperkirakan BI akan mulai memangkas suku bunga pada kuartal I-2024.
"Pasar kemungkinan tidak mengalami overhang karena tingkat terminal rate The Fed cenderung tidak berubah dan juga karena ketidakjelasan kenaikan Federal Fund Rate. Namun disisi lain, dengan adanya potensi pemangkasan terbatas suku bunga The Fed tahun depan, maka pemangkasan suku bunga BI juga mungkin tidak sebesar yg diharapkan tahun depan," ujar Andry, kepada CNBC Indonesia.
Selain keputusan BI, agenda lain yang menarik ditunggu adalah Rapat paripurna DPR ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 dengan agenda pengambilan keputusan terkait RUU APBN 2024.
APBN tersebut akan menjadi guidance bagi pelaksanaan kerja pemerintah di tahun terakhir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
(chd/chd)