- Gonjang-ganjing perbankan di Amerika Serikat dan Eropa turut memberikan sentimen negatif ke Asia, termasuk IHSG.
- Pada perdagangan Senin waktu setempat, saham-saham perbankan di Amerika Serikat dan Eropa berbalik menguat tajam. Saham First Citizen BancShares Inc. bahkan terbang lebih dari 53%.
- Meski demikian analis menyebut masih banyak pelaku pasar enggan masuk ke emiten perbankan, sebab tekanan masih besar, begitu juga dengan risiko resesi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia berbalik arah Senin kemarin, setelah menguat tajam pada pekan lalu. Meski demikian, pelemahan yang terjadi bisa dikatakan sebagai koreksi yang wajar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,8% ke 6.708,93, setelah melesat 1,26% pada pekan lalu. Nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,57 triliun dengan melibatkan 23,25 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.
Tiga bank besar di Indonesia yang sahamnya merosot membebani IHSG. Saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) anjlok hingga 6,4%, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) turun 1,4% dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) minus 0,6%.
Meski IHSG melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 94 miliar di pasar reguler.
Rupiah tercatat melemah tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.155/US$. Sepanjang pekan lalu rupiah melesat 1,2% dan menyentuh level terkuat dalam satu setengah bulan terakhir.
Ada pun penyebab penguatan tajam pada pekan lalu yakni pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Pada Kamis (23/3/2023) dini hari waktu Indonesia, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% - 5%.
Dengan demikian dalam satu tahun terakhir The Fed total menaikkan suku bunga sebanyak 9 kali sebesar 475 basis poin. Ke depannya, bank sentral paling powerful di dunia ini melihat rilis data-data ekonomi terbaru akan menentukan akan suku bunga perlu dinaikkan lagi atau tidak.
"Komite pembuat kebijakan akan melihat informasi terbaru dan menilai implikasinya untuk menentukan kebijakan moneter," tulis pernyataan The Fed setelah mengumumkan kenaikan suku bunga.
Berbeda dengan IHSG dan rupiah, Surat Berharga Negara (SBN) justru menguat. Hanya SBN tenor 3 tahun yang melemah tipis, terlihat dari pergerakan imbal hasilnya (yield).
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield turun artinya harga sedang naik.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Saham Perbankan Terbang, S&P 500 Menguat Tiga Hari Beruntun
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street menguat tajam pada pembukaan perdagangan Senin (27/3/2023). Sektor perbankan yang mengalami tekanan belakangan ini berbalik menguat tajam.
Indeks Dow Jones memimpin penguatan sebesar 0,6% ke 32.432,08, disusul S&P 500 0,2% ke 3.977,53. Keduanya mampu mencatat penguatan tiga hari beruntun, tetapi sayangnya indeks Nasdaq melemah 0,3%.
Saham bank First Republic sempat terbang melesat hingga puluhan persen, sebelum berakhir menguat 11,8%. Saham PacWest juga naik 6%.
"Otoritas sekali lagi bekerja keras guna menyelesaikan masalah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Hal yang terpenting adalah otoritas di AS dan Eropa menunjukkan kemampuan yang cepat dan tegas dalam menangani dampak dari turbulensi baru-baru ini serta membendungnya sebelum memburuk. Kepercayaan pelaku pasar juga perlahan-lahan mulai pulih," kata Craig Erlam, analis pasar senior di Oanda, sebagaimana dikutip CNBC International.
Tekanan terhadap perbankan kecil sudah mulai mereda. Berdasarkan catatan CNBC International, penurunan deposit di bank kecil yang beralih ke bank besar sudah mulai menurun.
Selain itu, Lembaga simpan pinjam AS Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengumumkan First Citizens BancShare Inc akan membeli simpanan dan pinjaman Silicon Valley Bank (SVB). Pengumuman ini dua minggu setelah kejatuhan SVB yang mengawali krisis perbankan AS.
Kesepakatan itu mencakup pembelian sekitar $72 miliar atau sekitar Rp 1.019 triliun aset SVB dengan diskon $16,5 miliar, tetapi sekitar $90 miliar dalam bentuk sekuritas dan aset lainnya akan tetap dalam kurator untuk disposisi oleh FDIC.
Saham First Citizen langsung terbang hingga lebih dari 53% pada perdagangan Senin waktu setempat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Penguatan saham-saham perbankan di Amerika Serikat tentunya bisa memberikan sentimen positif ke IHSG pada perdagangan hari ini.
Penguatan bursa saham bisa menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang membaik, rupiah dan SBN juga akan diuntungkan.
Tidak hanya di Amerika Serikat seperti disebutkan halaman sebelumnya, saham perbankan di Eropa juga melesat. Saham Deutsche Bank yang belakangan menjadi sorotan setelah merosot tajam berbalik menguat 4,7%
Meski demikian, banyak pelaku pasar dikatakan masih enggan masuk ke aset berisiko dan perbankan pada khususnya. Sebab, tekanan besar masih bisa datang.
"Banyak investor masih enggan masuk ke sektor perbankan akibat khawatir tekanan besar masih akan datang. Mereka menaruh perhatian pada kemungkinan peningkatan beban yang akan ditanggung perbankan akibat pengetatan regulasi, dan perbankan yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit bisa memberikan dampak negatif ke pertumbuhan ekonomi," kata Russ Mould, direktur investasi di AJ Bell dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Kemungkinan terjadi resesi di Amerika Serikat juga dikatakan semakin dekat pasca gonjang-ganjing sektor perbankan. Hal ini bahkan diungkapkan oleh Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari dalam wawancaranya dengan CBS.
"Ini jelas membawa kita semakin dekat (dengan resesi) saat ini, apa yang belum jelas bagi kami saat ini adalah seberapa banyak tekanan perbankan yang bisa membuat krisis kredit meluas. Kemudian, krisis kredit akan memperlambat perekonomian," kata Kashkari sebegaimana dilansir CNBC International.
Alarm resesi Amerika Serikat kembali berbunyi nyaring. Yield obligasi kembali mengalami inversi semakin dalam, yang menjadi alarm tersebut.
Dalam kondisi normal, yield obligasi jangka pendek akan lebih rendah dari jangka panjang. Sementara saat inversi kebalikannya, yield obligasi jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.
Di Amerika Serikat, inversi terjadi antara yield Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun
Inversi bisa dilihat dari spread (selisih) yield tenor 10 tahun dengan 2 tahun. Ketika spread-nya negatif artinya mengalami inversi. Pada Selasa (7/3/2023) selisihnya sempat menembus -103,5 basis poin, menjadi yang terbesar dalam lebih dari empat dekade terakhir, berdasarkan data Refinitiv.
Kali terakhir selisih sebesar 100 basis poin atau 1% terjadi pada 1981, Amerika Serikat dalam kondisi yang sama mengalami inflasi tinggi. Saat itu, resesi akhirnya terjadi dan tingkat pengangguran meroket.
Inversi yield Treasury AS tidak hanya terjadi di tahun ini, tetapi sudah berkali-kali. Karena bukan"barang baru", setiap kali terjadi inversi maka pelaku pasar akan was-was.
Inversi hampir selalu diikuti dengan resesi. Riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu menunjukkan sejak tahun 1955 ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, inversi yield Treasury hanya sekali saja tidak memicu resesi (false signal).
Dan sejak tahun 2018 hingga saat ini inversi terjadi 2 kali. Sehingga total sejak 1955 hingga saat ini sudah terjadi 12 kali inversi.
Inversi terakhir kali terjadi pada tahun 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19, kemudian pada April tahun lalu inversi terjadi selama dua hari. Kemudian sejak Juli 2022 berlanjut hingga saat ini, artinya sudah terjadi selama 9 bulan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Penjualan ritel Australia (7:30 WIB)
- Tingkat keyakinan bisnis Prancis (13:45 WIB)
- Tingkat keyakinan konsumen Italia (15:00 WIB)
- Tingkat keyakinan konsumen AS (21:00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Cash Dividend (distribution) MEGA
- Cash Dividend (ex) BPII, BBNI, ESSA
- Cash Dividend (recording) BMRI
- Cash Dividend (cum) BBTN, BBCA
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY) | 5,01% |
Inflasi (Februari 2023 YoY) | 5,47% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN Januari 2023) | 0,43% PDB) |
Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY) | 1,3% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY) | US$ 4,7 miliar |
Cadangan Devisa (Februari 2023) | US$ 140,3 miliar |
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]