
Sakitnya Amerika Bisa Menular ke Indonesia! Semoga Tidak Lama

Jebloknya Wall Street tentunya menjadi pertanda buruk bagi pasar finansial Indonesia. Pernyataan Powell benar-benar memukul sentimen pelaku pasar. Ia memperingatkan perekonomian Amerika Serikat akan mengalami "beberapa rasa sakit".
Wall Street pun langsung merasakan penderitaan tersebut dengan jeblok dan berisiko merembet ke IHSG, termasuk rupiah dan SBN.
"Saat suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah maka akan membawa inflasi turun, itu juga akan memberikan beberapa kesakitan bagi rumah tangga dan dunia usaha. Itu adalah biaya yang harus kita tanggung guna menurunkan inflasi. Memang menyakitkan, tetapi kegagalan menurunkan inflasi berarti penderitaan yang lebih besar akan terjadi," kata Powell.
Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan risiko resesi yang dihadapi Amerika Serikat, Wall Street pun rontok.
Inflasi di Amerika Serikat sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya, tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed pada Juli tercatat tumbuh 6,3% year-on-year (yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,8% (yoy). Meski menurun, tetapi masih di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 4,6% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 4,8% (yoy).
Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.
Artinya, The Fed akan tetap bertindak agresif di tahun ini sampai ada tanda-tanda inflasi melandai. The Fed sepertinya mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi, ketimbang membiarkannya terus lepas kendali.
Memang, salah satu cara cepat untuk menurunkan inflasi adalah resesi. Ketika resesi terjadi, maka dari sisi demand akan terjadi penurunan yang pada akhirnya menurunkan inflasi.
"Resesi adalah 'setan' yang diperlukan dan satu-satunya cara untuk segera menurunkan inflasi, di mana masyarakat tidak menjadi lebih miskin akibat tingginya harga-harga. Tidak perlu resesi yang besar, karena itu terjadi saat krisis finansial, saat ini keuangan rumah tangga masih kuat," kata Phiilip Marey, ahli strategi senior di Rabobank.
Di kuartal II-2022, perekonomian AS sebenarnya mengalami kontraksi. Hal yang sama terjadi di kuartal sebelumnya. Hal tersebut biasanya disebut sebagai inflasi, tetapi Powell yang banyak ekonom menyatakan ekonomi AS tidak resesi melihat pasar tenaga kerja yang kuat.
Namun, Powell sudah menyatakan pasar tenaga kerja melemah, dan perekonomian AS akan merasakan "beberapa penderitaan" yang menjadi indikasi The Fed melihat resesi akan terjadi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)