Newsletter

Investor Was-was: Wall Street Dihantam Sell Off, Awas RI Bisa Goyang

Revo M, CNBC Indonesia
11 April 2025 06:15
Bendera Amerika Serikat
Foto: Bendera Amerika Serikat (Photo by Win McNamee/Getty Images)
  • Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada perdagangan kemarin
  • Wall Street kembali ditempa gelombang sell off karena pelaku pasar masih khawatir
  • Tarif Trump dan inflasi  AS diperkirakan akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup sangat bergairah pada Kamis (10/4/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat, dan Surat Berharga Negara (SBN) tampak diburu investor.

Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri pada Jumat (11/4/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada penutupan perdagangan kemarin (10/4/2025), IHSG ditutup naik 4,79% ke posisi 6.254,02. IHSG sudah berada kembali bergerak di atas level 6.200.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp15,55 triliun dengan melibatkan 22,74 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 553 saham menguat, 84 saham melemah, dan 160 saham stagnan.

Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah yang besar yakni Rp751 miliar di seluruh pasar.

Seluruh sektor berada di zona hijau dengan kenaikan yang paling signifikan yakni sektor Basic Industry sebesar 7,03%, kemudian sektor Cyclical yang menguat 6,11%, dan Energy yang menanjak 5,51%.

Kinerja cemerlang IHSG kemarin utamanya didorong oleh faktor eksternal terkait kebijakan Presiden AS, Donald Trump untuk menunda tarif selama 90 hari.

Pasar keuangan Indonesia merespons positif kebijakan Trump untuk menunda tarif yang lebih tinggi selama 90 hari untuk sebagian besar negara, sebuah pembalikan mengejutkan dalam perang dagangnya yang telah mengguncang pasar secara drastis.

Dalam sebuah unggahan di platform X sekitar pukul 13:30 waktu setempat, Trump menulis bahwa ia mengambil keputusan tersebut karena lebih dari 75 mitra dagang tidak melakukan pembalasan dan telah menghubungi AS untuk "membahas" beberapa isu yang telah ia angkat sebelumnya.

Namun, penundaan tersebut tidak berlaku untuk China, yang telah melakukan pembalasan-dengan menaikkan tarif hingga 84%.

Perang dagang ini belum sepenuhnya berakhir, dan penundaan tersebut tidak mengembalikan dunia ke situasi sebelum Trump memicu ketidakstabilan global; tarif 10% secara menyeluruh tetap diberlakukan.

Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau mengalami penguatan pada penutupan kemarin sebesar 0,39% dalam sehari ke posisi Rp16.795/US$.

Posisi ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan sebelumnya pada 9 April 2025 yang ditutup pada level Rp16.860/US$.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 1,46% menjadi 7,036%.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor untuk masuk ke pasar SBN mengalami peningkatan.

Dari Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali jatuh pada perdagangan Kamis (10/4/2025) atau Jumat dini hari waktu Indonesia (11/4/2025). Wall Street jeblok karena aksi jual besar-besaran atau sell off dari pelaku saham.

Pelemahan kemarin menghapus sebagian dari lonjakan yang terjadi pada hari sebelumnya setelah Presiden Trump mengumumkan penangguhan selama 90 hari atas beberapa tarif "resiprokal"-nya.

Bursa Wall Street tetap ambruk kemarin karena Investor khawatir bahwa meskipun ada jeda sementara terhadap sebagian bea masuk tersebut, aktivitas ekonomi tetap akan melambat karena Trump secara khusus menargetkan China dengan tarif yang jauh lebih tinggi.

  • Indeks S&P 500: Turun 3,46% ke 5.268,05
  • Nasdaq Composite: Jatuh 4,31% ke 16.387,31
  • Dow Jones Industrial Average: Anjlok 1.014,79 poin (turun 2,5%) ke 39.593,66

Saham-saham teknologi besar mengalami penurunan signifikan:

  • Apple: Turun 4,2%
  • Tesla: Turun 7,3%
  • Nvidia: Turun hampir 6%
  • Meta Platforms: Turun hampir 7%

Pasar tampaknya khawatir bahwa jeda tarif sementara ini tidak cukup untuk menahan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global, terutama dengan meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.

Kerugian di pasar semakin membesar setelah Gedung Putih mengonfirmasi bahwa total kumulatif tarif terhadap China akan mencapai 145%.

Tarif ini terdiri dari bea baru sebesar 125% atas barang-barang, ditambah dengan tarif 20% yang diberlakukan sebelumnya sebagai tanggapan terhadap krisis fentanyl.

Berikut tarif yang saat ini berlaku:

  • 145% tarif atas semua barang dari China
  • 25% tarif atas aluminium, mobil, dan barang dari Kanada dan Meksiko yang tidak termasuk dalam Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA)
  • 10% tarif atas semua impor lainnya

Meski begitu, Trump menyatakan pada Kamis sore bahwa ia tidak menutup kemungkinan untuk memperpanjang penangguhan tarif.

"Kita akan lihat nanti bagaimana situasinya," kata Trump dalam rapat Kabinet.

Meskipun sempat ada optimisme menyusul penangguhan tarif itu, banyak analis Wall Street berpandangan bahwa pasar belum sepenuhnya aman.

"Investor mulai sadar kembali. Ketidakpastian adalah masalah besar karena tarif 145% itu bisa saja berubah besok. Sulit sekali menentukan titik tertinggi atau terendah karena narasinya dan persepsi investor terus berubah drastis." ujar Melissa Brown, Direktur Pelaksana Riset Terapan di SimCorp, kepada CNBC International.

Meskipun beberapa tarif ditunda, kenaikan tarif terhadap China membuat total tarif efektif mencapai rekor tertinggi.

"Penundaan memang membantu, tetapi tidak menghilangkan ketidakpastian," tulis Michael Gapen, Kepala Ekonom AS di Morgan Stanley, dalam catatan Kamis, kepada CNBC International.

Mata investor hingga saat ini masih tak boleh lepas dari situasi global khususnya yang datang dari Gedung Putih. Baru-baru ini, ketegangan antara AS dan China kembali memanas usai Gedung Putih mengonfirmasi akan kenaikan tarif terhadap impor barang dari China mengalami kenaikan menjadi 145%. Hal ini terjadi karena China terus-menerus melakukan balasan atas tarif resiprokal AS.

Lebih lanjut, indeks volatilitas mengalami kenaikan dan ketegangan maupun ketidakpastian kembali muncul ke permukaan. Alhasil pasar keuangan global termasuk Tanah Air berpotensi terdampak negatif juga.

Tarif AS terhadap China Jadi 145%
Perang dagang Trump untuk saat ini jelas sepenuhnya berfokus pada satu negara yakni China.

Hal ini semakin terlihat dalam 24 jam terakhir ketika presiden menangguhkan rencananya untuk memberlakukan tarif "resiprokal" tambahan, kecuali yang ditujukan kepada ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Gedung Putih mengonfirmasi bahwa total tarif dasar terhadap China sebenarnya mencapai 145%, jumlah yang lebih tinggi dari angka 125% yang sebelumnya dilaporkan dan yang sebelumnya tampaknya juga disampaikan Trump sendiri di media sosial.


Sebagai informasi, selama masa kampanye, saat masih menjadi calon presiden, Trump sering membahas rencana tarif menyeluruh sebesar 10% untuk seluruh dunia dan tarif sebesar 60% khusus untuk China. Minggu ini, Trump hampir memenuhi janji pertama tersebut secara harfiah, namun justru melampaui dua kali lipat janji tarifnya terhadap China dengan menetapkan tarif dasar sebesar 145%.

Fokus terhadap China ini juga tercermin dalam strategi pemerintahan, dengan tim perdagangan Trump mengutamakan sejumlah negara tetangga dan pesaing China, mulai dari Korea Selatan, Jepang, India, hingga Vietnam, dalam pembicaraan dengan Gedung Putih, yang tampaknya merupakan upaya untuk semakin mengisolasi negara tersebut.

Perkembangan terbaru pada hari Kamis setelah Trump mengejutkan pasar pada hari Rabu dengan mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan jeda selama 90 hari atas rencana tarif resiprokalnya untuk semua negara kecuali China, sambil mengatakan kepada wartawan bahwa ia melakukan hal tersebut karena orang-orang mulai "berisik" dan "takut."

Investor Asing Keluar Nyaris Rp6 Triliun

Selama tiga hari beruntun, investor asing terpantau keluar dari pasar saham Tanah Air dengan total sebesar Rp5,72 triliun. Terkhusus pada 8 April 2025, tercatat net foreign sell sebesar Rp3,87 triliun yang membuat harga saham turun nyaris 8%.

Dengan besarnya dana asing yang meninggalkan Indonesia mengindikasikan bahwa ada tendensi untuk IHSG berpotensi kembali mengalami koreksi setelah melesat tajam dan meninggalkan gap up pada perdagangan kemarin.

Inflasi AS Melandai ke 2,4% yoy

Pada Kamis malam kemarin, tercatat tingkat inflasi tahunan di AS mereda untuk bulan kedua berturut-turut menjadi 2,4% (year on year /yoy)pada Maret 2025, level terendah sejak September, turun dari 2,8% pada Februari, dan juga lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,6%.

Inflasi juga melambat untuk kategori Tempat tinggal (4% vs 4,2%), Mobil dan truk bekas (0,6% vs 0,8%), serta Transportasi (3,1% vs 6%)

Di sisi lain, inflasi untuk makanan justru meningkat menjadi 3% dari sebelumnya 2,6%.

Sementara itu, inflasi inti tahunan (yang tidak memasukkan harga makanan dan energi) juga melambat menjadi 2,8%, terendah sejak Maret 2021, dan di bawah perkiraan sebesar 3%. Secara bulanan, CPI inti naik tipis 0,1%, lebih rendah dari ekspektasi 0,3%.

Secara bulanan (month to month/mtm), Indeks Harga Konsumen (IHK) AS turun atau mengalami deflasi sebesar 0,1% pada Maret. Ini adalah deflasi pertama (mtm) sejak Mei 2020 atau awal pandemi Covid-19. Deflasi dipicu oleh anjloknya harga energi, tiket pesawat, mobil truk bekas, dan rekreasi. Harga bensin (-9,8% vs -3,1%) dan minyak pemanas (-7,6% vs -5,1%) turun lebih dalam, sementara harga gas alam melonjak (9,4% vs 6%).

Dengan inflasi yang melandai signifikan ini, maka indeks dolar AS (DXY) terpantau turun cukup dalam dan bank sentral AS (The Fed) berpeluang untuk memangkas suku bunganya di tahun ini dalam jumlah yang lebih besar yang berdampak positif bagi rupiah untuk dapat menguat ke depannya.

Berdasarkan survei CME FedWatch Tool per 02:22 WIB (11/4/2025), pelaku pasar berekspektasi terjadi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 100 basis poin (bps) di tahun ini yakni dari 4,25-4,50% menjadi 3,25-3,50%.

CME FedWatch ToolFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

Rapat OJK
Hari ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menggelar konferensi pers terkait hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan Maret 2025. Pada konferensi pers hari ini OJK akan fokus pada asesmen sektor keuangan dan kebijakan OJK.

Di tengah gejolak pasar yang terjadi, menarik disimak langkah lanjutan apa yang akan diambil OJK agar kekhawatiran investor di bursa saham mereda.

Kebijakan OJK yang memangku bisnis perbankan dan non perbankan juga ditunggu agar ekonomi Indonesia tidak ikut terguncang.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Konferensi pers RDK bulanan OJK 
  2. Laju Inflasi India (17:30 WIB)
  3. Laju Inflasi Brasil (19:00 WIB)
  4. U.S. PPI (19:30 WIB)
  5. Fed Williams Speech (22:00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Pemberitahuan RUPS Rencana PT Graha Layar Prima Tbk. (BLTZ)
  2. Pemberitahuan RUPS Rencana 31-12-2024 PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII)
  3. tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA)
  4. tanggal DPS Dividen Tunai PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN)
  5. tanggal cum Dividen Tunai PT XL Axiata Tbk (EXCL)
  6. tanggal ex Dividen Tunai PT Temas Tbk. (TMAS)
  7. tanggal ex Dividen Tunai PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA)
  8. tanggal ex Dividen Tunai PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)
  9. tanggal cum Dividen Tunai PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
  10. tanggal cum Dividen Tunai Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF)
  11. tanggal cum Dividen Tunai PT Ifishdeco Tbk. (IFSH)
  12. tanggal cum Dividen Tunai PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular