
Investor Was-was: Wall Street Dihantam Sell Off, Awas RI Bisa Goyang

Mata investor hingga saat ini masih tak boleh lepas dari situasi global khususnya yang datang dari Gedung Putih. Baru-baru ini, ketegangan antara AS dan China kembali memanas usai Gedung Putih mengonfirmasi akan kenaikan tarif terhadap impor barang dari China mengalami kenaikan menjadi 145%. Hal ini terjadi karena China terus-menerus melakukan balasan atas tarif resiprokal AS.
Lebih lanjut, indeks volatilitas mengalami kenaikan dan ketegangan maupun ketidakpastian kembali muncul ke permukaan. Alhasil pasar keuangan global termasuk Tanah Air berpotensi terdampak negatif juga.
Tarif AS terhadap China Jadi 145%
Perang dagang Trump untuk saat ini jelas sepenuhnya berfokus pada satu negara yakni China.
Hal ini semakin terlihat dalam 24 jam terakhir ketika presiden menangguhkan rencananya untuk memberlakukan tarif "resiprokal" tambahan, kecuali yang ditujukan kepada ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Gedung Putih mengonfirmasi bahwa total tarif dasar terhadap China sebenarnya mencapai 145%, jumlah yang lebih tinggi dari angka 125% yang sebelumnya dilaporkan dan yang sebelumnya tampaknya juga disampaikan Trump sendiri di media sosial.
Sebagai informasi, selama masa kampanye, saat masih menjadi calon presiden, Trump sering membahas rencana tarif menyeluruh sebesar 10% untuk seluruh dunia dan tarif sebesar 60% khusus untuk China. Minggu ini, Trump hampir memenuhi janji pertama tersebut secara harfiah, namun justru melampaui dua kali lipat janji tarifnya terhadap China dengan menetapkan tarif dasar sebesar 145%.
Fokus terhadap China ini juga tercermin dalam strategi pemerintahan, dengan tim perdagangan Trump mengutamakan sejumlah negara tetangga dan pesaing China, mulai dari Korea Selatan, Jepang, India, hingga Vietnam, dalam pembicaraan dengan Gedung Putih, yang tampaknya merupakan upaya untuk semakin mengisolasi negara tersebut.
Perkembangan terbaru pada hari Kamis setelah Trump mengejutkan pasar pada hari Rabu dengan mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan jeda selama 90 hari atas rencana tarif resiprokalnya untuk semua negara kecuali China, sambil mengatakan kepada wartawan bahwa ia melakukan hal tersebut karena orang-orang mulai "berisik" dan "takut."
Investor Asing Keluar Nyaris Rp6 Triliun
Selama tiga hari beruntun, investor asing terpantau keluar dari pasar saham Tanah Air dengan total sebesar Rp5,72 triliun. Terkhusus pada 8 April 2025, tercatat net foreign sell sebesar Rp3,87 triliun yang membuat harga saham turun nyaris 8%.
Dengan besarnya dana asing yang meninggalkan Indonesia mengindikasikan bahwa ada tendensi untuk IHSG berpotensi kembali mengalami koreksi setelah melesat tajam dan meninggalkan gap up pada perdagangan kemarin.
Inflasi AS Melandai ke 2,4% yoy
Pada Kamis malam kemarin, tercatat tingkat inflasi tahunan di AS mereda untuk bulan kedua berturut-turut menjadi 2,4% (year on year /yoy)pada Maret 2025, level terendah sejak September, turun dari 2,8% pada Februari, dan juga lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,6%.
Inflasi juga melambat untuk kategori Tempat tinggal (4% vs 4,2%), Mobil dan truk bekas (0,6% vs 0,8%), serta Transportasi (3,1% vs 6%)
Di sisi lain, inflasi untuk makanan justru meningkat menjadi 3% dari sebelumnya 2,6%.
Sementara itu, inflasi inti tahunan (yang tidak memasukkan harga makanan dan energi) juga melambat menjadi 2,8%, terendah sejak Maret 2021, dan di bawah perkiraan sebesar 3%. Secara bulanan, CPI inti naik tipis 0,1%, lebih rendah dari ekspektasi 0,3%.
Secara bulanan (month to month/mtm), Indeks Harga Konsumen (IHK) AS turun atau mengalami deflasi sebesar 0,1% pada Maret. Ini adalah deflasi pertama (mtm) sejak Mei 2020 atau awal pandemi Covid-19. Deflasi dipicu oleh anjloknya harga energi, tiket pesawat, mobil truk bekas, dan rekreasi. Harga bensin (-9,8% vs -3,1%) dan minyak pemanas (-7,6% vs -5,1%) turun lebih dalam, sementara harga gas alam melonjak (9,4% vs 6%).
Dengan inflasi yang melandai signifikan ini, maka indeks dolar AS (DXY) terpantau turun cukup dalam dan bank sentral AS (The Fed) berpeluang untuk memangkas suku bunganya di tahun ini dalam jumlah yang lebih besar yang berdampak positif bagi rupiah untuk dapat menguat ke depannya.
Berdasarkan survei CME FedWatch Tool per 02:22 WIB (11/4/2025), pelaku pasar berekspektasi terjadi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 100 basis poin (bps) di tahun ini yakni dari 4,25-4,50% menjadi 3,25-3,50%.
![]() Sumber: CME FedWatch Tool |
Rapat OJK
Hari ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menggelar konferensi pers terkait hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan Maret 2025. Pada konferensi pers hari ini OJK akan fokus pada asesmen sektor keuangan dan kebijakan OJK.
Di tengah gejolak pasar yang terjadi, menarik disimak langkah lanjutan apa yang akan diambil OJK agar kekhawatiran investor di bursa saham mereda.
Kebijakan OJK yang memangku bisnis perbankan dan non perbankan juga ditunggu agar ekonomi Indonesia tidak ikut terguncang.