
Sakitnya Amerika Bisa Menular ke Indonesia! Semoga Tidak Lama

Dampak dari penderitaan Amerika Serikat akan sangat terasa di pasar finansial Indonesia. Jebloknya Wall Street berisiko menyeret IHSG.
Kemudian The Fed yang tetap agresif menaikkan suku bunga akan membuat yield obligasi AS (Treasury) menanjak, alhasil ada risiko capital outflow di pasar obligasi akan terus terjadi.
Rupiah pada akhirnya akan jeblok. Meski demikian, dampak dari penderitaan AS diharapkan tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama. Sebab, di sektor riil, perekonomian Indonesia masih kuat.
Meski demikian, tantangan semakin besar apalagi dengan kemungkinan kenaikan BBM Pertalite dan Solar.
Jika itu terjadi, maka inflasi berisiko melesat. Isu kenaikan Pertalite dan Solar di awal September juga akan mewarnai pergerakan pasar finansial Indonesia.
Misalnya jika Petralite dinaikkan menjadi Rp 10.000/liter, maka kenaikannya sekitar 30%. Kenaikan tersebut akan sama dengan tahun 2013 dan 2014 ketika pemerintah menaikkan BBM Premium masing-masing sekitar 30%. Kala itu, jumlah penduduk miskin langsung meningkat drastis.
Pada 2013, pemerintah menaikkan BBM Premium sebesar 30% pada bulan Juni 2013, harga pangan yang masuk dalam inflasi harga bergejolak melesat 11,46% (yoy) di bulan yang sama. Sebulan setelahnya inflasi harga bergejolak makin tinggi 16,2%.
Alhasil, jumlah penduduk miskin meningkat tajam. Pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 28,07 juta orang. Pada September naik menjadi 28,55 juta orang, atau bertambah 480.000 orang.
Setahun kemudian, pemerintah sukses menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 27,73 juta orang, atau berkurang 820.000 orang pada September 2014.
Namun, pemerintah kembali menaikkan harga Premium sebesar 34% pada November 2014, inflasi kembali meroket, jumlah penduduk miskin pun kembali bertambah.
Berdasarkan data dari BPS, pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59 juta orang, bertambah 860.000 orang dibandingkan September 2014.
Melihat korelasi tersebut, bukan tidak mungkin kenaikan harga BBM Pertalite akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 1 juta orang.
Kondisi tersebut jelas menggambarkan dampak negatif kenaikan BBM ke perekonomian Indonesia.
Inflasi yang tinggi menggerus daya beli masyarakat, oleh karena itu BI saat itu agresif mengerek suku bunga guna menurunkan inflasi.
BI harus mengerek suku bunganya sebanyak 5 kali dengan total 175 basis poin menjadi 7,5%.
Pada 2014, BI pun kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 7,75%.
Inflasi yang tinggi menggerus daya beli masyarakat. Sedangkan, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi, yakni sekitar 54%.
Di sisi lain, suku bunga tinggi membuat ekspansi dunia usaha melambat,
Alhasil pelambatan ekonomi pun terjadi. Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% (yoy). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia mayoritas di bawah 5%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini (3)
(pap/luc)