Newsletter

Omicron dan Skenario Berakhirnya Pandemi ala Spanish Flu

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Rabu, 22/12/2021 06:36 WIB
Foto: AP/Denis Farrell

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemodal kemarin mulai memburu aset berisiko seperti saham, tetapi juga masih memburu obligasi negara, pertanda mereka belum sepenuhnya yakin dengan prospek ekonomi. Hari ini, keyakinan tersebut berpotensi mengental dan memicu energi beli.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (21/12/2021) ditutup menguat 0,11% atau 7,2 poin ke level 6.554,31. Namun, jumlah saham yang terkoreksi masih lebih banyak, yakni 270 saham, sementara 243 saham menguat, dan 164 stagnan.

Nilai transaksi mencapai Rp 10,4 triliun, atau menipis beberapa hari jelang libur Natal di mana investor asing mencetak penjualan berish (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 240 miliar. Reli bursa Indonesia tidaklah seagresif di Asia.

Indeks Nikkei Jepang kemarin penguatan bursa Asia dengan terbang 2,08% ke level 28.517,59. Indeks Hangseng Hong Kong menyusul dengan melonjak 1% ke posisi 22.971,33 dan Shanghai Composite China melesat 0,88% ke 3.625,13.

Bos Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Thedros Adhanom Gebreyesus mengatakan varian Omicron menyebar cepat dengan waktu transmisi tiga hari saja. Kini varian terbaru Covid-19 tersebut telah menyebar ke 89 negara di dunia termasuk Indonesia.

Di Indonesia, pemodal masih mencermati perkembangan kasus tersebut di Tanah Air dan tingkat keparahan dan dampak makro yang bisa ditimbulkan. Jelang libur Natal, pelaku pasar memilih menunggu dan mencermati (wait and see) keadaan terlebih dahulu.

Di pasar mata uang, nilai tukar rupiah berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah Bank Indonesia (BI) maupun pasar spot.

Pada Selasa (21/12/2021), kurs tengah BI atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.349. Rupiah menguat 0,24% dari posisi hari sebelumnya. Di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.313 kala penutupan perdagangan, atau terapresiasi 0,43%.

Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun menguat di hadapan greenback. Namun apresiasi 0,43% sudah cukup untuk membawa rupiah jadi yang terbaik kedua, hanya kalah tipis dari ringgit Malaysia.

Di pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat. Mayoritas investor ramai memburu SBN acuan, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 5, 15, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 5 tahun naik 0,7 basis poin (bp) ke 4,902%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun melemah 0,3 bp ke 6,3%, dan yield SBN berjangka waktu 20 tahun naik 0,4 bp ke 6,826%.

Sementara, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara berbalik turun 1,7 bp ke 6,423%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.


(ags/ags)
Pages